logo

Uskup

Mgr. Agustinus Tribudi Utomo

"Diligere Sicut Christus Dilexit"
(Mencintai seperti Kristus telah mencintai)

Mgr. Agustinus Tribudi Utomo

Motto Episkopal ini merupakan ringkasan dari tiga ayat :

  • * sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. (Yoh 13: 15)
  • * Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. (Yoh 13:34)
  • * Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. (Yoh 15:12)

 

Pada mulanya, inspirasi pertama dalam pemilihan motto bersumber pada motto tahbisan imamat, “Dilectio qua dilexisti me” (Kasih, dengannya Engkau (Bapa) telah mengasihi Aku). Versi pendek dari Injil Yoh 17:26b :”Supaya kasih yang Engkau berikan kepadaku ada di dalam mereka, dengan demikian Aku di dalam mereka”

PANCA TUGAS GEREJA

(LIMA ASPEK HIDUP MENGGEREJA MEWUJUDKAN SHALOM). Iman, Harapan dan kasih adalah jiwa (value/ keutamaan) yang dalam kehidupan nyata memerlukan pendagingan. Terdapat lima dimensi/ruang dalam pastoral Gereja untuk mengoperasionalkan value tersebut: Liturgi, Pewartaan, persekutuan, pelayanan dan kesaksian hidup. Itulah diimajinasikan melalui lima gambar (simbol) dalam episkopal-herald (coat of arms ) moto episkopal.

1. Gambar Kitab Suci terbuka (Kerygma)

  1. Kitab Suci terbuka yang mengundang untuk dibaca, dikunyah, dimengerti , dicintai, dihidupi dan diwartakan. “Tolle Lege” , ambil dan bacalah Sabda Tuhan serta seluruh pengajaran magisterium sebagai kisah kasih dan rencana keselamatan sejak awal penciptaan hingga akhir jaman (Alpha dan Omega). Kebenaran abadi yang harus di pelajari dan ajarkan bagi seluruh dunia.
  2. Sabda Allah, tradisi dan ajaran Magisterium merupakan tiga sumber iman Katolik yang otentik, sumber cinta bagi seluruh Murid Kristus dan peta GPS bagi arah pengharapan kristiani.
  3. Pentingnya perhatian bagi Katekese Sakramental, Pengajaran Agama Katolik di institusi pendidikan Katolik, dan Pewartaan Sabda , khususnya Kotbah / Homili pastor yang sungguh dipersiapkan , hidup, membumi.

 

2. Gambar kerang peziarah (Koinonia)

  1. Semenjak Umat kesulitan melakukan ziarah ke Roma dan Tanah Suci karena perang , maka peziarahan ke situs Rasul Yakobus menjadi pilihan . Cangkang kerang bergaris-garis memusat menjadi satu merupakan lambang peziarahan manusia dari berbagai latar belakang, berbagai budaya, berbagai titik berangkat, namun digerakkan oleh Roh yang sama berziarah menuju titik yang sama. Indonesia dan Gereja dengan segala keanekaragaman nya dijiwai semangat komunio berjalan bersama (synodal) membangun Shalom (Keadilan dan damai) .
  2. Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes menyatakan bahwa Gereja adalah himpunan Orang yang beriman pada Kristus yang berziarah menuju Kerajaan Bapa, diterangi oleh Roh Kudus, yang telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada seluruh dunia.
  3. Gereja adalah Umat Allah yang berziarah, berproses, menerima satu sama lain dengan segala perbedaannya, saling melengkapi dan menyempurnakan, terbuka dan peduli -berbagi mewujudkan persaudaraan sejati terhadap domba dari luar kandang. Bekerja sama dengan setiap orang yang berkehendak baik.

 

3. Gambar Tugu Pahlawan (Martyria)

  1. Tugu Pahlawan adalah symbol perlawanan bagi setiap penjajahan dan perbudakan, situs keberanian arek-arek Surabaya dalam merebut kemerdekaan. Symbol kemartiran dan pengorbanan masyarakat yang karena Cinta kepada bangsa dan kemerdekaan berani mengorbankan apapun demi Indonesia yang berdaulat , adil, damai dan sejahtera.
  2. Keberanian melayani dengan tanpa pamrih dan menjadi saksi kebenaran yang teguh dan jujur.
  3. Perjuangan bersama masyarakat Jawa Timur mewujudkan Indonesia Emas 2045.
  4. Kaderisasi Orang Muda untuk menjadi generasi yang berkarakter, otentik, dan terlibat bagi kemajuan bangsa.

 

4. Gambar telapak tangan memberi (diakonia)

  1. Setiap bentuk kepedulian sosial, pemberian diri bagi pelayanan, perhatian bagi yang lemah, korban dan terpinggirkan adalah tindakan yang dilakukan kepada Yesus . Apapun yang kamu lakukan bagi saudaraku yang kecil lemah, sakit, terbelenggu adalah kita lakukan kepada Kristus.
  2. Orang kecil, sakit, usia lanjut, lemah dan difabel bukanlah obyek kebaikan narsistik melainkan pribadi bermartabat yang memiliki hak yang sama bagi akses keadilan dan kesejahteraan.
  3. Cinta adalah melampaui dan mengalahkan ego , keluar memberikan diri.

 

5. Gambar burung Pelikan memberi makan 3 anaknya. (Liturgia)

  1. Korban Kristus adalah Cinta Allah kepada manusia. Yesus adalah Allah yang memberikan diri bagi keselamatan manusia.
  2. Gereja yang dewasa adalah Gereja yang Ekaristis
  3. Ekaristi adalah sumber dan puncak hidup Kristiani.
  4. Perayaan Ekaristi hendaknya menjadi ekspresi Cinta yang dicintai dan menjadi jiwa cinta setiap kita.
  5. Seluruh kegiatan / pastoral Gereja Mengalir dari sumber Ekaristi dan bermuara kepada perayaan syukur ekaristi

 

PAUS FRANSISKUS DAN DOKUMEN DILEXIT NOS

Syukur kepada Allah bahwa Paus pada tgl 24 Oktober menerbitkan ensiklik DILEXIT NOS. Hati Bapa Uskup melonjak sukacita mendapatkan peneguhan yang tiada tara. "Betapa hati saya melonjak memuji Tuhan. Dokumen ini sangat meneguhkan pilihan spiritual dan jiwa pastoral yang saya yakini ". Paus menekankan pentingnya kembali hati untuk menyatukan fragmentarisme kehidupan modern dan menjadikan hati sebagai pijakan membaharui dunia. Dunia saat ini membutuhkan untuk kembali kepada hati yang mencintai. Misi Gereja saat ini membutuhkan tenaga pastoral yang menghayati Kasih Kristus dan ingin berbagi kasih ini (Dilexit Nos nomor 209).

 

USKUP DARI MASA KE MASA

 

Mgr. Dr. Theophilus de Backere, CM

1928 - 1937

Sejarah perjalanan hidupnya di Jawa berawal saat Jenderal CM dari Paris mengirim surat edaran tahunan kepada provinsi-provinsi CM di seluruh dunia. Dalam salah satu bagian surat itu, terdapat pengumuman bahwa akan diadakan suatu misi di Hindia Timur, sebuah wilayah yang kelak disebut Indonesia. Misi tersebut diserahkan kepada provinsi CM Belanda dan ada 4 nama konfrater yang akan menjalankan misi tersebut; Dr. Th. de Backere CM, E.E. Sarneel CM, J.H Wolters CM, Th. Heuvelmans CM. Mereka berangkat dari Wernhoutsburg (Belanda) pada 25 Mei 1923 menuju Paris (Genoa), kemudian pada 6 Juni 1923 mereka melanjutkan perjalanan dari Genoa (Italia) menuju Indonesia dan kemudian mereka tiba di Batavia (Jakarta) pada tanggal 30 Juni 1923. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Surabaya dan tiba pada tanggal 6 Juli 1923.

Mgr. Dr. Michael Verhoeks, CM

1941 - 1952

Sepak terjang beliau dalam menjalankan tugas sebagai Uskup Surabaya mendapatkan tantangan tersendiri yang saat itu dunia sedang mengalami Perang Dunia I. Namun dengan semangat yang tidak kunjung padam dan optimis dalam menjalankan tugas pengembalaan yang dipercayakan padanya membuat Beliau tetap bertahan walau situasi Surabaya saat itu sangat mencekam sehingga membuat Umat dilingkupi rasa kecemasan, penderitaan serta ketidakjelasan. Hal ini yang menjadi dasar Beliau memilih motto “Ut Omnes Unum Sint” agar dalam masa kepimpinannya semua kaum religius yang berkarya di keuskupan surabaya mejadi satu.

Mgr. Johannes Antonius Maria Klooster, CM

1953 - 1982

Peningkatan jumlah umat dan bertambahnya kegiatan-kegiatan keuskupan tanpa diimbangi dengan jumlah Imam yang ada, menjadi keprihatinan Mgr. Klooster, CM saat itu. Oleh karena itu, terdorong dengan motto penggembalaanya yakni “Evangelizare divitias Christi” (Mewartakan Kekayaan-Kekayaan Kristus), Mgr. Klooster, CM lalu menghubungi beberapa Provinsi Kongregasi Misi (Lazaris) di luar negeri, untuk mendapatkan bantuan berupa tenaga-tenaga imam baru bagi Keuskupan Surabaya. Namun, usaha itu baru berhasil ketika beliau mengikuti sidang-sidang Konsili Vatikan II di Roma. Pada waktu itu Kongregasi Misi Provinsi Roma, Italia, bersedia memberikan bantuan tenaga imam. Maka, pada pertengahan tahun 1964 imam-imam Lazaris dari Provinsi Roma, Italia, tiba di Surabaya. Mereka adalah Rm. R. Siveri, CM dan Rm. Carlo del Gobbo, CM, dan mereka mendapat karya tersendiri yakni di Kabupaten Rembang pada tahun 1965, lalu Kabupaten Blora pada tahun 1966, dan karesidenan Madiun pada tahun 1967. Untuk selanjutnya jumlah imam- imam dari Italia cukup meningkat, bahkan ada seorang Romo Projo dari Keuskupan Chiavari yang memberikan dirinya bergabung dengan Keuskupan Surabaya pada tahun 1963, yakni Rm Fransesco Lugano, Pr.

Mgr. Aloysius Joseph Dibjakaryana 1982 - 1994

Jumlah umat yang sudah mulai bertambah, membuat Mgr. Dibjakaryana memiliki harapan untuk menyatukan umat yang semakin berkembang dan bertambah tersebut serta menyatukan imam-imam diosesan dan kongregasi dalam suatu hubungan kerjasama pastoral. Selain menyatukan interen Gereja, Mgr. Dibjakaryana juga mempunyai maksud untuk mengusahakan persatuan dengan masyarakat agama lain dan dengan pemerintah. Dari realitas yang terjadi di Keuskupan Surabaya itu, Mgr. Dibjakaryana mengambil motto ”Ut Omnes Unum Sint” (Supaya Mereka Menjadi Satu) dari Doa Yesus untuk para murid. Motto yang diambil oleh Mgr. Dibjokaryana bisa dikatakan suatu pemikiran tindak lajut atau kelanjutan dari motto Uskup sebelumnya, Mgr. Klooster yaitu “Evangelizare Divitas Christi” (Mewartakan Kekayaan-Kekayaan Kristus). “Yang menjadi rencana pokok ialah umat katolik bersatu dalam hidup dan karya. Bersatu tidak berarti hanya rukun saja, tetapi bersatu yang dinamis dan menciptakan persatuan yang lebih sempurna dengan agama-agama lain, sesuai dengan sikap dan perutusan Gereja Katolik (Berdialog)”. [3]

Mgr. Yohanes Hadiwikarta 1994 - 2003

Keinginan untuk merumuskan visi dan misi Keuskupan Surabaya diwujudkan oleh beliau dengan SINODE KEUSKUPAN pada tanggal 20-22 Nopember 1996 di Prigen. Mereka yang menghadiri sinode ialah semua Pastor yang berkarya diwilayah Keuskupan Surabaya, semua Ketua Komisi Keuskupan, Wakil Tarekat Suster, Frater yang berkerja di Keuskupan Surabaya, Wakil Awam dari Keempat Regio dan Organisasi Katolik. Beliau mengundang beberapa nara sumber, yaitu, Mgr. Bl Pujaraharja, Pr, Uskup Ketapang, Mgr. P.C. Mandagi, MSC, Uskup Amboina, dan Romo P. Mariatma, SVD. Sinode itu membuahkan Visi dan Misi Keuskupan Surabaya 1997-2001.

Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono 2007 - 2023

Di era kepemimpinannya, Mgr. Sutikno telah menggarap suatu permasalahan yang klasikal, yaitu tentang pembagian kewenangan parokial dan kekhasan tarekat CM dan SVD yang turut berkarya di Keuskupan Surabaya. Masalah ini sebenarnya adalah masalah yang sudah sejak lama ada namun belum ada kejelasan di dalamnya. Dengan otoritasnya sebagai uskup (berdasarkan ius mandatum), Beliau akhirnya menetapkan bahwa CM mengelola 5 paroki (Paroki Kristus Raja, Surabaya; Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria Kepanjen, Surabaya; Paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya; Paroki Santa Maria, Blitar; Paroki Santo Yosep, Kediri), sedangkan SVD mengelola 2 paroki (Paroki Gembala Yang Baik, Surabaya dan Salib Suci Tropodo, Sidoarjo). Dengan adanya pembagian ini diharapkan semakin adanya kejelasan kewenangan parokial antara pihak Keuskupan dengan pihak Konggregasi. Selain itu juga ada paroki-paroki gabungan yang didalamnya terdapat imam diosesan dan imam Konggregasi.