Jl. Ki Hajar Dewantara No. 35 Krian, Sidoarjo 61262
Sejarah
Cikal bakal umat Katolik di Krian berasal dari pegawai pabrik gula yang ada sejak jaman Belanda. Ada 5 pabrik gula di Sidoarjo yakni Tulangan, Krian, Watu tulis, Krembung dan Candi. Dua diantaranya masuk kawedanan Krian yakni Watutulis dan Krian sendiri. Beberapa personil pimpinan dan karyawan pabrik yang Katolik biasanya mengadakan ibadat/kebaktian yang dilayani oleh Pastor atau perwira rohani Katolik dari Surabaya. Kemudian Tahun 1947 ada tiga keluarga Katolik yaitu keluarga bapak Raden Petrus Suwandi Djoko Marsandi, keluarga bapak Yohanes Miseran Harjo Utomo dan satu keluarga dari Belanda. Mereka biasa berkumpul di tempat tinggal bapak Djoko Marsandi, Ngingas Barat, kelurahan Krian.
Tahun 1948 Bpk R.P.S. Djoko Marsandi pindah ke Magersari Krian, sehingga tempat ibadat berpindah ke Magersari. Tahun 1949 tempat ibadat berpindah ke SMP Katolik Krian karena saat itu mulai didirikan yang berlokasi di Ngingas Barat.
SMP Katolik Krian berada di jalan Prambon yang saat ini jalan tersebut menjadi Jl. Ki Hajar Dewantara No. 35 Krian. Gereja Katolik Stasi Krian tidak bisa dipisahkan dari karya sosial pendidikan. Tahun 1948 ada seorang penilik Sekolah Rakyat (SR) yakni Bpk. Djoko Marsandi. Pada tahun 1949 di Kecamatan Krian belum terdapat Sekolah Menengah Pertama, maka atas ide Bapak Djoko Marsandi yang saat itu menjabat Penilik Sekolah (PS) diupayakanlah berdirinya SMP Katolik dengan menyewa sebuah rumah milik warga Ngingas Timur milik Ibu Sundayat dengan tujuan untuk membantu masyarakat agar dapat menyekolahkan anak-anaknya di Krian. Kepala Sekolah yang pertama adalah Bapak Suwardi (1949-1952). Awalnya sekolah ini hanya terdiri dari 2 kelas dengan jumlah murid 40 anak kemudian pada perkembangannya ditambah lagi lokal kelas diseberang jalan (Ngingas Barat) pada tahun 1955 dan disinilah yang menjadi tempat berdirinya SMP St Yustinus de Yacobis Krian hingga sekarang. SMP Katolik St Yustinus de Yacobis Krian terletak di Jl Ki Hajar Dewantara 35 Krian.
Pada Tahun 1952 ada sekitar 5 orang yang menyatakan diri sebagai calon baptis. Mereka dibaptis di desa Tambak Kemerakan, Krian di rumah Bapak Marto. Pak Marto adalah seorang guru agama yang didatangkan dari Solo. Beliaulah katekis pertama di Krian. Ketika itu Romo Paroki Mojokerto, ialah Romo W. Janssen, CM. Pada tahun 1954 sampai tahun 1955 umat di stasi ini semakin berkembang sampai di wilayah Lemah Putih, Tarik, Dayakan Slempit dan daerah Sampang Agung (Wunut). Pada tahun 1956 Romo H. NIESSEN, CM (1955-1961) berinisiatif menjadikan salah satu bangunan Sekolah menjadi tempat ibadat. Rm. R. Kumoro, CM 1958 memperluas tanah gereja dengan membeli tanah milik Bapak Marsandi. Tahun 1964 ibadat umat Katolik Stasi Krian menempati gedung baru di Ngingas Timur, Krian. Gedung baru ini diresmikan oleh Uskup Yohanes Closter, CM dan dihadiri oleh tokoh-tokoh agama dan pejabat pemerintah setempat. Banyak anak SMP yang diBaptis oleh Rm. J.V. Mensvoort, CM 1965-1970. Antara tahun 1969-1972 pengembangan dan pembinaan umat Katolik Krian dilayani oleh katekis Mojokerto. Beberapa guru SMP terlibat dalam kunjungan umat. Pada tahun 1972 ada kelompok doa di Balungbendo yang dibimbing oleh Bpk. Paulus dari Mojokerto yang kemudian dilanjutkan oleh Bpk. Kris Sudarto dan disponsori oleh Bpk. Warsono.
Tahun 1973-1976 setiap enam bulan ada dua mahasiswa IPI Malang (Institut Pastoral Indonesia) praktek pastoral di Krian. Tugas mereka adalah kunjungan keluarga, doa bersama keluarga yang dikunjungi. Kemudian kunjungan itu melibatkan kaum muda dan umat. Seminggu sekali mereka kumpul untuk berdoa dan mendalami Kitab Suci. Mahasiswa IPI juga mengajar di SMP, mengajar katekumen, dan pembinaan petugas liturgi. Salah satu mahasiswa IPI itu adalah bapak Sismadi yang ketika lulus akhirnya ditetapkan sebagai pekerja pastoral di Krian.
Umat Katolik di kota Krian cukup heterogen layaknya di perkotaan. Ada Tionghoa, Jawa, Batak, Flores dsb. Ini menjadi ciri khas umat di perkotaan. Mungkin karena banyak industri dan perumahan di sekitar Krian. Sejak dulu orang Tionghoa sudah ada. Ini terlihat dari kelenteng tua TITD Teng Swie Bio di pinggir sungai kecil di Jalan Raya 124 Krian
Pembangunan Gedung Gereja Santa Monika
Sudah cukup lama umat stasi Krian ingin punya gereja yang cukup besar, nyaman, dan bisa menampung 600-800 umat sekurang-kurangnya. Lebih dari lima puluh tahun umat Stasi Krian beribadat di sebuah gedung sangat sederhana yang lebih layak disebut aula sekolah. Dalam perkembangannya gedung itu sudah tidak lagi mampu menampung umat Stasi Krian yang semakin banyak sehingga umat stasi Krian harus mengikuti perayaan Ekaristi sampai di halaman.
Keinginan membangun sebuah gereja itu pernah mulai diwujudkan dengan membangun gereja di tanah gereja yang cukup luas di dekat rel kereta api. Ijin sudah dikantongi, pembangunan sudah dimulai pada tahun 1990 an. Ada dokumen tertulis yang menyatakan bahwa 18 Januari 1991 terbentuk Panitia Pembangunan. Ketua I Bapak Y.B. Sudarwo, Ketua II Bapak F.A Sudarto, Penulis I Bapak J.B Harinto, Penulis II Bapak Sismadi, Bendahara I Ibu Vera Diana, Bendahara II Ibu Christiyati, Perijinan Bapak Iwan Gandakusuma. Romo Paroki Albert Noovena, SVD. 26 Maret 1992 terbentuk panitia yang lebih lengkap dengan seksi-seksinya tercatat Ketua Panitia Romo Anton Rosari, SVD. 11 Oktober 1993 ada perubahan susunan panitia dengan Ketua Panitia Romo St. Pikor, SVD. Tahun 1993 kegiatan pembangunan dimulai. Namun di tengah proses pembangunan ketika bangunan sudah mencapai 80 prosen, tanggal 7 Juni 1994 pembangunan harus dihentikan karena diprotes dengan mendatangkan pendemo. Berbagai usaha dilakukan agar penyelesaian bangunan gereja bisa dilanjutkan. Pendekatan kepada pemerintah kabupaten, pendekatan pada ulama setempat, pendekatan pada Remas, kyai dan pemuda setempat. Namun sampai tahun 1998 akhir situasi semakin tidak kondusif, juga bagi keamanan para pemilik toko di Krian. Dan sekarang gereja itu menjadi monumen bisu. Toh umat masih terus berdoa dan memohon.
Umat Katolik di Krian dan sekitarnya terus menerus rajin berdoa, novena, dsb. agar diberi jalan untuk mendirikan gereja. Beberapa romo dari Paroki Mojokerto dan pengurus stasi mengusahakan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Tapi memang tidak mudah. Tunggu punya tunggu, di era Romo Agustinus Eko Wiyono selaku Pastor Paroki Santo Yosef Mojokerto, dibentuklah panitia kecil pada tanggal 21 Agustus 2015 yang tugasnya mengurus IMB ke Pemkab Sidoarjo. Berbulan-bulan team kecil (Bpk Sismadi, Kardiman, Dwi Endaryanto, Yohanes SP, Agustinus Sudaryanto dan Ibu Mila Fatima) mondar mandir ke kelurahan Krian, dan Pemkab Sidoarjo. Tanda tangan persetujuan 60 warga sekitar telah diperoleh, juga 90 umat Katolik sebagai pengguna sudah didapat. Atas penyelenggaraan illahi diperoleh bantuan teman-teman dari Paroki Sidoarjo yang memonitor surat rekomendasi Bupati dan Puji Tuhan akhirnya ijin itu bisa turun/terbit.
Setelah berbagai urusan Perijinan beres, Minggu 26 Juni 2016 dimulai kegiatan pembongkaran bangunan lama yang puluhan tahun jadi Gereja Stasi. Umat Stasi Krian bersatu bergotong royong ikut ambil bagian dalam kerja bakti pembongkaran itu. Tua muda, pria wanita semua mengambil peran sesuai kemampuan mereka dengan sukacita dan tulus ikhlas. Pembongkaran ini menjadi awal pembangunan gereja baru: Gereja Stasi “Kebangkitan” Krian, Kabupaten Mojokerto. Selama masa pembangunan, perayaan Ekaristi diadakan di aula SDK St. Yustinus de Yacobis Krian. Kebetulan lokasinya berdempetan dengan gereja lama yang sudah dibongkar itu.
Minggu, 31 Juli 2016, Sesuai dengan tradisi setempat, malam sebelum peletakan batu pertama diadakan acara slametan / tirakatan dengan mengundang para tetangga untuk mohon doa restu. Hadir pula pejabat-pejabat penting Kecamatan Krian dan para wong cilik seperti tukang becak dsb. Ini penting karena proses pembangunan gereja ini masih sangat panjang.
Restu dan permisi dari warga sekitar yang bukan Katolik atau Kristen Protestan jadi kunci sukses keberhasilan mendirikan gereja di Kabupaten Sidoarjo. Pada kesempatan itu Bpk. Lurah Krian memberi sambutan tentang pentingnya hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. Pemuka agama Islam lingkungan Ngingas juga ikut memimpin doa dengan harapan supaya pembangunan tempat ibadat umat Katolik bisa berjalan dengan lancar.
Peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja Santa Monica dilakukan oleh Romo Eko Wiyono pada tanggal 1 Agustus 2016. Peletakan batu pertama diawali Ibadat Sabda dipimpin oleh Romo Eko selaku Pastor Paroki, didampingi Romo Endro dan Romo Teddy selaku Pastor Rekan. Dihadiri oleh perwakilan Panitia Pembangunan, kontraktor dan umat. Tujuh batu pun diletakkan di acara ground breaking itu. Entah kebetulan atau memang sudah diatur tujuh batu seolah melambangkan tujuh sakramen gereja yang menjadi pilar Gereja Katolik. Peletakan batu pertama waktu itu merupakan peristiwa yang sangat penting karena merupakan titik mulai terwujudnya keinginan umat akan sebuah tempat ibadah yang memadai untuk memuji dan memuliakan Tuhan. Pembangunan fisik gedung dimulai dengan menanam tiang pancang, maka didatangkanlah alat-alat berat. Diakhir pemancangan sempat terjadi gesekan dengan tetangga karena getaran yang diakibatkan oleh alat berat dinilai merusak bangunan mereka. Sehingga sederet tiang pancang terakhir harus dilakukan dengan cara dibor manual.
Selama kegiatan pembangunan umat Krian secara bergiliran “sambang omah”. Intinya setiap lingkungan secara bergilir berdoa Rosario setiap malam di lokasi bangunan yang sedang didirikan antara jam 19.00- 22.00 wib. Sekitar minggu pertama bulan Desember, kuda-kuda didirikan. Biasanya sebagai syarat dipasang jarum/peniti emas yang dibungkus kain putih (mori) di pucuk kuda-kuda, dan di gereja Krian persis di pucuk kuda-kuda bagian tengah diselipi salib emas milik Romo Eko Wiyono yang diperoleh ketika tahbisan imam.
Salib emas itu dibungkus Corporale kain putih yang biasa dipakai alas roti anggur yang akan dikonsekrir. Seolah mau mengatakan bahwa salib Kristus sendiri yang akan memancarkan sinar cerah di gereja Krian.Partisipasi umat dalam pembangunan gedung gereja Santa Monika sangat bervariasi, berupa uang maupun material bangunan, dalam jumlah besar maupun kecil, dan semuanya dapat dimanfaatkan dengan baik karena memang sesuai dengan kebutuhan. Para pemberi sumbangan berasal dari kalangan umat paroki Mojokerto maupun dari luar Mojokerto. Para donatur ada yang menyebutkan identitasnya dan ada yang tidak mau disebutkan identitasnya. Semua sumbangan tersebut menunjukkan adanya perhatian dan ikatan batin antara umat Stasi Krian dengan komunitas umat Katolik yang lebih luas. Panitia merasakan dukungan yang sangat nyata karena sumbangan terus mengalir seolah tiada henti, bahkan sampai detik-detik menjelang peresmian dan pemberkatan gedung gereja ini. Perhatian yang besar ini memang masih diperlukan sampai beberapa waktu, sebab gereja yang megah ini masih memerlukan dana untuk melengkapi segala fasilitasnya pendukung seperti taman, pagar dan teras.
Pengurus dan seluruh umat juga mulai memikirkan nama Pelindung Gereja yang sedang dalam proses pembagunan. Setelah memintak masukan dari beberapa umat akhirnya di sepakati nama pelindung gereja adalah Santa Monika. Dipilihnya nama Santa Monika tidak terlepas dari perjalan iman umat Stasi Krian yg begitu lama menantikan sebuah gereja baru. Sejak 1990 hingga 2017 dilalui umat dengan sabar dan tetap selalu berdoa kepada Allah agar bangunan Gereja segera terwujud. Seperti teladan Santa Monika yang dengan tekun berdoa dan sabar mendoakan suami dan anaknya agar bertobat dan kembali kepada jalan Tuhan.
Akhirnya pada hari Senin, 23 Oktober 2017 Gereja katolik Stasi Santa Monika diresmikan oleh Bupati Sidoarjo H. Saiful Ilah, SH. M.Hum dan diberkati oleh Uskup Surabaya Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono.
Dari Stasi St. Monika menjadi Paroki Santa Monika
Berdirinya Paroki Santa Monika Krian merupakan anugerah yang sangat besar bagi umat di gereja ini. Di tengah terpaan badai virus Covid-19 yang melanda dunia tidak terkecuali di wilayah keuskupan Surabaya Indonesia, saat hampir semua gereja dan tempat peribadahan sedang ditutup untuk menghindari kerumunan massa dan memutus rantai penyebaran virus, Bapa Uskup Surabaya berkenan untuk menyapa Gereja yang memang sedang sepi. Tujuan utama dari kunjungan Bapa Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono adalah untuk meninjau sekolah-sekolah di bawah Yayasan Yohanes Gabriele yang ada di Krian yaitu SDK St. Yustinus de Yacobis Krian hingga SMAK untung Suropati. Kala itu Romo Tri Widya Tjahya Utama selaku Ketua Yayasan Yohanes Gabriel sekaligus sebagai Pastor Kepala Paroki Santo Yosef Mojokerto sebagai induk stasi St Monika Krian ditemani oleh Para Kepala sekolah, perwakilan pengurus yayasan dan beberapa Perwakilan Pengurus Gereja.
Karena situasi penyebaran virus Covid 19 yang sangat mencemaskan Bapa Uskup hanya diantar berkeliling melihat ke gedung sekolah Dasar Katolik yang berada dalam satu lokasi gereja ditemani beberapa pengurus gereja dan guru – guru sekolah yang kebetulan berada di lokasi. Bapa Uskup Monsignouer Vinsentius Sutikno Wisaksono kemudian melakukan pertemuan di gedung SMPK dan SMAK, di tengah perbincangan yang terkait dengan rencana relokasi gedung SMAK, untuk memudahkan proses perijinan dan lain-lain maka Bapak Uskup mengatakan Krian harus jadi Kuasi Paroki. Kemudian Bapa Uskup memutuskan Misa Penetapan Kuasi Paroki St. Monika Krian akan dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2020 tepat Perayaan Pesta Nama Santa Monika sebagai nama Pelindung Gereja Krian. Kabar tersebut menjadi kabar suka cita bagi semua umat sekaligus membuat kalang kabut semua pihak. Bagaimana mungkin mempersiapkan pembentukan Kuasi Paroki dalam waktu dua minggu. Namun karena kabar itu dianggap sebagai karunia, maka dengan semangat “cancut tali wondo” atau dalam bahasa kaum milenial “gercep” -gerak cepat, persiapan peresmian menjadi kuasi paroki pun harus digelar. Puji Tuhan dengan suasana yang sederhana dan terbatas karena masih dalam masa pandemi, Misa Pendirian Kuasi Paroki Santa Monika Krian dapat terlaksana dengan lancar pada Jumat, 27 Agustus 2020. Misa dipersembahkan oleh Vikjen Keuskupan Surabaya RD. Yosep Eko Budi Susilo.
Selama satu Tahun Kuasi Paroki Santa Monika berproses untuk menyiapkan diri menjadi sebuah paroki, beberapa kali Romo Kuasi Paroki RD. Conelius Triwidya Tjahja Utama yang kemudian digantikan oleh RD. Petrus Katiran bersama pengurus beberapa kali telah melakukan pertemuan, baik internal maupun dengan Dewan Imam maupun dengan Romo-romo di Pusat Partoral. Romo Petrus Katiran dengan didampingi dua orang perwakilan pengurus yaitu : Markus Uman dan JB. Agung Prasaja menyampaikan Presentasi dihadapan Bapa Uskup dan anggota Dewan Imam Keuskupan Surabaya tentang Kesiapan Kuasi Paroki St. Monika Krian menjadi Paroki. Pertemuan tersebut dilakukan di Wisma Taman Kartini Pacet pada Rabu, 9 Juni 2021.
Akhirnya pada hari Jumat, 27 Agustus 2021 tepat pada Perayaan Pesta nama Santa Monika sebagai nama Pelindung Gereja, Paroki St. Monika Krian Sidoarjo resmi berdiri. Misa dipersembahkan oleh Bapa Uskup Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono dengan hanya dihadiri oleh Pengurus dan Undangan terbatas karena masih dalam masa Pandemi Covid-19. Dengan ditetapkan Paroki St. Monika Krian Sidoarjo maka wilayah territorial Krian bertambah luas dengan tambahkannya Wilayah G Paroki St. Yusup Karangpilang masuk menjadi bagian Teritorial Paroki Santa Monika Krian Sidoarjo.
Saat ini Paroki Santa Monika Krian Sidoarjo terdiri dari 4 Wilayah, 2 Stasi dan 21 Lingkungan dengan jumlah umat 2177 jiwa.
Demikian Sejarah perkembangan umat di Paroki St. Monika Krian – Sidoarjo. Sejarah ini digali dari kesaksian beberapa orang, yakni : Ibu Lucia Sri Wurini, Bpk Djoko Mursanto, Ibu Rasminah Yuliana, Ibu Agnes Suwanti dan juga beberapa tokoh dan sesepuh gereja sebagai pelaku sejarah kerberadaan Gereja Katolik di Krian. Namun demikian Pengurus Paroki masih terus berupaya untuk menggali sumber-sumber sejarah untuk menyempurnakan sejarah berdirikan Gereja Katolik di Krian agar benar-benar dapat di temukan sesuai dengan apa yang terjadi sesungguhnya.
Para romo yang pernah berkarya di Stasi Krian:
Periode CM :
- W.P. Janssen, CM 1951-1954;
- Van Gothen, CM 1954-1955;
- H. NIESSEN, CM 1955-1961;
- R. Kumoro, CM 1958;
- J. Holtul, CM 1961-1965;
- J. Hoeymakers, SVD 1962;
- J.V. Mensvoort, CM 1965-1970;
- W.P. Janssen, CM 1970-1980;
- A. Abimantrono, CM 1980-1984;
- J. Kloster, CM 1984.
Periode SVD :
- R. Gabriel Senda, SVD 1984;
- Gabriel Dasi, SVD 1984-1989;
- R. Sudhiarso, SVD 1988;
- Albert Novena, SVD 1990-1993;
- Y.M.Adnyanan, SVD 1990;
- Yosef Bukubala, SVD 1993-1995;
- Anton Rosari, SVD 1994;
- F.X. Sukarsono, SVD 1994.
Periode Diocesan :
- Ignatius Kaderi 1996-1999;
- Tarsisius Purwadi 1997-1999;
- PL Kusnugroho 1999-2005;
- Kusdianto Tana 1999-2001;
- Petrus Katiran 2001-2002;
- Yuventius Fusi Nusantara 2002-2003;
- Agustinus Widodo 2003-2007;
- Thomas Aquino Joko Nugroho 2005-2011;
- Yohanes Agus Sulistyo 2006-2009;
- Aloysius Agus Sujatmiko 2009;
- Leo Giovani Marcell 2010-2011;
- F. Joni Dwi Setiawan 2011-2012;
- S. Fanny Hure 2012-2014;
- Agustinus Eko Wiyono 2013- ....;
- Bernadus Teddy Prasetyo 2014-2016;
- Stevanus Sondak 2016-...,
- Vincentius Harjanto Prajitno 2018
- Cornelius Triwidya Tjahja Utama 2018-2020
- Aloysius Widya Yanuar Nugraha
- Petrus Katiran 2020 – sekarang (Pastor Kepala Paroki Pertama)
Profil
Gereja St. Monika - Krian
Gereja St. Monika - Krian
Gereja St. Monika - Krian
Gereja St. Monika - Krian
Gereja St. Monika - Krian
Gereja St. Monika - Krian
Jadwal Misa - Paroki
MISA | WAKTU |
---|---|
Senin | 05.30 |
Selasa | 05.30 |
Rabu | 18.00 |
Kamis | 18.00 |
Jumat | 18.00 |
Jumat Pertama | 18.00 |
Sabtu Pertama | 05.30 |
Sabtu | 18.00 |
Minggu | 07.00 |