Jl. Widodaren No. 15 Surabaya
Sejarah
Tidak ada tanggal yang pasti, namun diterima bahwa Paroki St. Vincentius a Paulo dinyatakan berdiri pada tahun 1938, dan untuk merayakan hari Paroki, ditentukan tanggal 27 September, sesuai dengan pesta peringatan St. Vincentius a Paulo yang merupakan pelindung paroki. Gedung gereja diresmikan tanggal 16 Desember 1951 oleh Mgr. Michael Verhoeks CM.
Direnovasi tanggal 21 Februari 2011 dan diberkati oleh Mgr. Vincentius Sutikno Wisaksono pada tanggal 18 Februari 2012.
TEMPAT LOKASI/CAKUPAN WILAYAH
Paroki Santo Vincentius a Paulo terletak di tengah kota, jika kita berjalan dari Tunjungan Plaza 1 atau 2 kita cukup melanjutkan ke utara barat menyusuri Jl. Embong Malang, kemudian akan sampai ke simpang empat Blauran, terus kemudian pada simpang 3 pertama belok kiri. Menyusuri jalan tersebut kita sudah berada di Jl. Widodaren. Gereja ini berada di sebelah kiri jalan, setelah perempatan. Gereja didominasi warna coklat dengan menara dibagian tengah depan, tepat diatas pintu masuk utama. Bagian luar gereja tidak mengalami banyak perubahan dengan kondisi sekitar. Gereja mempunyai balkon yang terletak diatas pintu masuk, halaman parkir di sebelah selatan gereja, dan pastoran yang berada di seberang halaman parkir. Gerbang utama untuk memasuki gereja, semula dekat dengan pintu masuk utama gereja, namun setelah bom bunuh diri yang terjadi di Surabaya pada tahun 2018, demi keamanan bersama, agar jika terjadi hal – hal yang tidak diinginkan kembali, tidak banyak yang akan menjadi korban, Bu Risma (sapaan akrab walikota Surabaya saat itu), pada saat kunjungan menyarankan agar hanya satu gerbang saja yang digunakan, dengan posisi yang paling jauh dari pintu utama gereja. Maka gerbang yang biasa digunakan untuk pintu keluar, sekarang menjadi pintu masuk gereja. Wilayah paroki St. Vincentius a Paulo Widodaren mencakup beberapa kecamatan di Kota Surabaya, yakni Kecamatan Tegalsari, Genteng, Bubutan, Krembangan, Sawahan, Gayungan,
dan Sukomanunggal, dengan batas-batas gerejawi sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria yaitu pada Jalan Raya Dupak, Jalan Demak, Jalan Raden Saleh.
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan paroki Santo Aloysius Gonzaga, yaitu pada Jalan Margo mulyo, Jalan Tol Surabaya – Gersik, Jalan Raya Tandes.
- Sebelah Timur Berbatasan dengan Paroki Kristus Raja, yaitu pada Jalan Gemblongan, Tunjungan.
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Paroki Hati Kudus Yesus, yaitu pada Jalan Kampung Malang Tengah, dan Jalan Pandegiling, Jalan Tegalsari.
- Sebelah Barat Daya : Berbatasan dengan Paroki Redemtor Mundi, yaitu pada Jalan Banyu Urip, Jalan Raya Tandes.
PANTI ASUHAN DON BOSCO
Berbicara tentang paroki St. Vincentius a Paulo rasanya tidak bisa lepas dari panti asuhan Don Bosco, paroki tumbuh beriringan dengan panti asuhan ini. Sejarah panti asuhan Don Bosco ini diawali pada zaman penjajahan Belanda, dimana setelah masa gubernur jenderal Valckenier (yang memimpin tahun 1737 – 1741), banyak orang Belanda dan tentaranya tidak lagi tinggal di dalam benteng karena mereka merasa bahwa keadaan Pulau Jawa sudah mulai aman. Banyak para pejabat Belanda dan pengusaha Belanda yang kaya mempunyai banyak pembantu perempuan dari penduduk pribumi, dan tidak jarang mereka melakukan hubungan gelap dengan para pembantunya tersebut, sehingga lahirlah anak-anak keturunan Belanda dari hubungan gelap itu, yang seringkali tidak diakui oleh ayahnya, dan mereka dianggap anak haram, ditelantarkan begitu saja. Jumlah anak-anak seperti ini semakin banyak sebab semakin banyak orang Belanda yang datang ke Jawa. Karena kurangnya tenaga pengasuh saat itu, maka tahun 1923, Mgr. Theophile de Backere meminta suster Putri Kasih Belanda untuk datang ke Jawa, membantu menangani anak-anak yang terlantar dan kaum miskin lainnya, namun permohonan itu belum dikabulkan, hingga akhirnya di tahun 1927 (sebelum Oktober), negara menghapus kewajiban negara untuk menjadi wali bagi anak-anak yatim piatu dan anak-anak terlantar atau ditelantarkan oleh orang tuanya. Jadi bila hakim melakukan pemecatan atau pembebasan atas perwalian orang tua, pemerintah (Hindia Belanda) mengharapkan bantuan sepenuhnya dari Yayasan dan pihak Badan Swasta untuk menjadi “wali” bagi anak-anak dan mengasuhnya. Melihat ada begitu banyak anak keturunan Belanda yang terlantar, maka pada tahun itu juga, vikaris Jakarta Mgr Van Velzen mengutus romo G. J. ver Teer, CM untuk membuat panti asuhan yang dapat menampung anak-anak ini dan anak-anak miskin lainnya (saat itu Surabaya masih termasuk dalam vikaris Jakarta). Romo G. J. ver Teer, CM hanya diberi modal uang 100 gulden, sedangkan jumlah anak yang ada 100 anak. Akhirnya pada tahun itu, romo G. J. ver Teer, CM mendirikan yayasan Don Bosco. Nama “Don Bosco” menunjuk kepada seorang santo yang sangat terkenal karena cintanya kepada anak-anak (kaum muda). Santo Don Bosco (dari Italia) adalah santo yang menjadi sahabat kaum muda. Panti asuhan Don Bosco merupakan cetusan kepedulian gereja terhadap kelompok miskin, yakni anak-anak yang membutuhkan perawatan, pendampingan, dan kasih untuk menggapai masa depan yang baik, dan bukan hanya itu, terhadap generasi penerus bangsa. Karya Don Bosco memiliki makna sangat besar, bukan hanya dari sudut pandang kehadiran Puteri Kasih, melainkan juga dari karya Misi awali di Surabaya, dan menampilkan kepedulian negara (waktu itu “Hindia Belanda”).
Pada awalnya anak-anak itu dititipkan ke berbagai panti asuhan yang sudah ada, misalnya milik suster Ursulin dan keluarga – keluarga awam, karena romo tidak mampu mengurus anak-anak ini sendiri. Beberapa tahun lamanya, anak-anak dititipkan ke beberapa tempat dan panti asuhan, hingga akhirnya pada 16 November 1931 romo G. J. ver Teer, CM mengontrak rumah di Jl. Ngemplak No. 8, Surabaya untuk menjadi panti asuhan. Beliau menjabat sebagai direktur yayasan Don Bosco (dibantu oleh awam serta suster-suster Putri kasih yang sudah melibatkan diri dalam pendampingan anak-anak terlantar itu). Di tahun 1933 romo G. J. ver Teer, CM kembali ke Belanda. Beliau menitipkan keinginannya akan sebuah asrama bagi anak-anak yang datang dari perkebunan yang jauh kepada romo Bruno, yang kemudian di tahun 1935, cuti ke negeri Belanda dan direktur Don Bosco dijabat oleh romo Zoetmulder, CM. Waktu itu anakanak yang ditampung dalam panti asuhan Don Bosco semakin lama semakin banyak, dan romo Zoetmulder, CM merasa bahwa panti asuhan di Jl. Ngemplak sudah tidak memenuhi syarat lagi. Setelah mencari lahan di beberapa tempat akhirnya tanggal 9 Oktober 1936, romo Zoetmulder, CM membeli sebidang tanah yang luas di Prises Selaan (sekarang Jl. Tidar 115 Surabaya), untuk panti asuhan, dan pada awal Januari 1937, dilakukan peletakan batu pertama oleh romo Zoetmulder, CM, dan sejak saat itu pembangunan dimulai tanpa banyak hambatan. Panti asuhan Don Bosco resmi dibuka pada tanggal 1 Nopember 1937, dengan 104 anak calon penghuninya. Pembangunan selesai dan proses perpindahan dari Jl. Ngemplak ke Sawahan pun dimulai. Pada tanggal 26 Nopember, para suster datang bersama anak-anak. Keesokan harinya, Romo Direktur datang untuk mempersembahkan Misa di ruang sakit, sambil menunggu pemberkatan kapel yang akan diadakan tanggal 27 Nopember. Pemberkatan ini juga dilakukan oleh romo Zoetmulder, CM yang saat itu menjabat sebagai Pro Prefek Apostolik Surabaya, sebelum Mgr. Michael Verhoeks datang. Hadir dalam pemberkatan panti, antara lain para romo, para suster, para bruder dari kota Surabaya dan tak ketinggalan Mgr. Albers (Prefek Apostolik Malang). Tanggal 29 Nopember anak-anak panti yang tergolong besar kembali dari liburan dan mulai kerja keras. Pada tanggal 05 Desember di tahun yang sama, diadakan upacara peresmian Panti Asuhan Don Bosco yang dihadiri oleh Gubernur Jawa Timur, Tuan dan Nyonya van de Plas (Gubernur Jendral Jatim), beberapa wakil dari Departemen Kehakiman beserta undangan lainnya.
Pada tahun-tahun awal pendirian panti asuhan Don Bosco, pada waktu direkturnya dipegang oleh romo Zoetmulder, CM, panti asuhan Don Bosco mengalami perkembangan penting dan menentukan. Di tangannya, Panti Asuhan Don Bosco menempati gedung yang hingga sekarang tetap berdiri kokoh di Jalan Tidar 115 Surabaya.
RIWAYAT PEMILIHAN NAMA PAROKI & TANGGAL
Benih kekatolikan dan cikal bakal paroki St. Vincentius a Paulo mulai ditaburkan dari Kapel di Panti Asuhan Don Bosco di jalan Tidar, yang dibangun pada tahun 1938. Kapel ini pada mulanya diperuntukan untuk misa para suster dan anak-anak panti asuhan. Tidak ada informasi yang secara eksplisit dapat dijadikan patokan sejarah tentang pemilihan nama paroki, namun dari data pendiri dan para pastor yang merintis berdirinya paroki, dapat disimpulkan bahwa pemilihan nama pelindung paroki, yaitu Santo Vincentius a Paulo, sangat besar kemungkinannya karena para pastor perintis paroki berasal dari Konggregasi Misi. Untuk merayakan hari Paroki, ditentukan tanggal 27 September, sesuai dengan pesta peringatan St. Vincentius a Paulo yang merupakan pelindung paroki.
PASTOR YANG BERTUGAS DI PERIODE AWAL (PERINTIS)
Romo Van den Brand, CM dan Romo Van Steen, CM
PENGEMBANGAN DARI PAROKI
Sejak masih menempati panti asuhan di Jl. Ngemplak, para suster Putri Kasih sudah meminta kepada perfect apostolik Surabaya agar ada romo-romo yang memberi misa bagi para suster dan anak-anak panti. Oleh karena itu ketika pembangunan panti asuhan di Jl. Tidar, dibangun pula kapel untuk misa bagi para suster dan anak-anak panti asuhan. Tahun 1938 pelayanan di panti asuhan Don Bosco berkembang bukan hanya untuk merawat anak-anak terlantar tapi juga menangani bidang pendidikan. Para suster Putri Kasih mulai membuka sekolah SD yang pada mulanya hanya untuk anak-anak panti asuhan namun akhirnya terbuka juga untuk masyarakat sekitar panti asuhan. Kehadiran para bruder-bruder CSA semakin mengembangkan panti asuhan Don Bosco, dan dari sekolah inilah misi kekatolikan dikembangkan. Dari sinilah mulai benih kekatolikan atau cikal bakal paroki Santo Vincentius a Paulo Surabaya mulai ditaburkan. Usaha romo Zoetmulder, CM dan dibantu beberapa awam dalam mewartakan kekatolikan tampaknya berbuah dengan baik sehingga pada tahun itu jumlah orang Katolik di daerah Sawahan sudah mencapai 200 KK. Saat itu daerah Asem Rowo dan Simomagerejo ke barat masih sangat sedikit penduduknya, Melihat adanya perkembangan umat yang cukup bagus di daerah Sawahan maka vikaris apostolik Surabaya mulai memikirkan untuk membangun sebuah paroki yang baru.
Terjadi perubahan besar dalam dunia politik, Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Pada saat pendudukan Jepang, rumah milik warga negara Belanda dan hartawan banyak dirampas oleh tentara Jepang untuk digunakan demi kepentingan bangsa Jepang, termasuk panti asuhan Don Bosco, yang dirampas oleh Jepang, dan romo Zoetmulder, CM yang ditahan dengan tuduhan sebagai mata-mata. Baru setelah Jepang kalah dalam perang dunia 2, maka rumah – rumah tersebut, termasuk rumah di Jl. Widodaren ini ditinggalkan begitu saja, hal ini mungkin karena walaupun rumah-rumah yang dirampas oleh Jepang dikembalikan kepada pemilik semula, yaitu warga negara Belanda dan hartawan lain, namun kemudian Belanda kembali masuk ke Indonesia yang dikenal dengan agresi militer Belanda. Saat kondisi politik yang memanas, tahun 1947, romo J. Haest, CM, yang saat itu menjabat sebagai sekretaris uskup Surabaya mendapat tugas untuk mempersiapkan berdirinya paroki di daerah Sawahan, tujuannya untuk menampung umat yang ada di daerah Sawahan, Petemon, Banyu Urip, Asem Jajar, serta daerah Tunjungan, dan sekitar jalan Embong Malang, yang masing – masing berbatasan dengan paroki Hati Kudus Yesus, paroki Kelahiran Santa Perawan Maria, dan paroki Kristus Raja yang sudah ada terlebih dahulu saat itu. Hal ini digambarkan dengan jelas dalam sebuah cuplikan surat romo J. Haest, CM yang menceritakan bahwa dia datang ke Surabaya dan mendapat tugas untuk melayani orang – orang Belanda atau orang yang berbahasa Belanda di usianya yang ke 46 tahun. Maka dipilihlah rumah di jalan Widodaren ini, yang pada saat itu dinilai cukup luas (ada lapangan tenisnya), dan juga sudah mempunyai gedung yang bisa dijadikan pastoran, untuk dijadikan sebuah gereja.
Dalam akta gereja Santo Vincentius a Paulo Surabaya yang ada saat ini, , dicatat bahwa pada tahun 1909, persil tanah seluas 1,828 M2 di Jl. Widodaren, semula adalah tanah yang tidak ada pemiliknya (mungkin pada tahun itu masih berupa sawah atau tanah yang dikelilingi sawah), yang kemudian pada 13 Juli 1909 disertifikatkan oleh The Siek Lian atas nama sebuah yayasan atau perkumpulan, yang dibenarkan romo J. van Steen CM dalam catatan wawancara oleh Bapak Sumardho (pada tahun 1983), bahwa bangunan yang terletak di Jl. Widodaren adalah sebuah asrama atau panti asuhan. Tidak dijelaskan apakah sebelumnya yayasan tersebut mengelola sebuah panti asuhan untuk panti asuhan putri atau putra, atau apakah justru anakanak dari panti asuhan Don Bosco yang pernah dititipkan di sana sebelum mereka menempati Jl. Tidar. Tidak ada data terkait hal itu. Tertulis juga bahwa tanah di JI. Widodaren didaftarkan sebagai tanah milik Vikaris Apostolica Surabaya pada tanggal 4 Apri l 1950, dan baru mendapat sertifikat tanah pada 17 Maret 1963. Tidak dijelaskan apakah tanah itu dibeli oleh Vikaris Apostolica dari The Siek Lian, atau karena kebijakan bahwa segala yang disita oleh TNI akan digunakan untuk kepentingan – kepentingan yang dianggap berguna bagi negara, sehingga rumah di jalan Widodaren ini diserahkan sebagai tempat ibadah, sebab tidak ada surat jual beli yang terarsip (karena semenjak adanya agresi militer Belanda, yang berakhir dengan perjanjian Roem Roijen dan Konferensi Meja Bundar yang ditandatangani pada 2 Nopember 1949, maka segala aset milik warga negara Belanda, dan segala yang dirampas oleh Jepang, dikuasai oleh TNI, dan pada saat itu juga ada kebijakan bahwa segala yang disita oleh TNI akan digunakan untuk kepentingan – kepentingan yang dianggap berguna bagi negara). Romo J. Haest, CM berkarya di daerah Sawahan sampai tahun 1950, sebelum dipindahtugaskan sebagai imam di Rumah Sakit St. Vincentius a Paulo (RKZ), dan meski sudah berkarya di Widodaren sejak tahun 1947, namun kegitan liturgi seperti misa dan pembaptisan masih dilakukan oleh romo Zoetmulder, CM di kapel panti asuhan Don Bosco. Ketika romo J. Haest, CM pindah tugas, pembangunan gereja di daerah Sawahan diserahkan kepada romo Van den Brand, CM dan romo J. van Steen, CM (seorang misionaris Belanda yang baru datang). Dalam catatan sejarah para imam CM, tugas pertama romo J. van Steen, CM di Indonesia adalah menjadi pastor pembantu di calon paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya (tahun 1950).
Pada tanggal 1 Juli 1951, diadakan upacara peletakkan batu pertama pembangunan gedung gereja oleh Msgr. Verhoeks. Berdasarkan informasi Bapak Siswadi (eks romo kepala paroki St. Vincentius a Paulo) yang saat itu masih duduk di seminari menengah kelas 1, rektor seminari saat itu mengajak siswa – siswa seminari menengah yang dulu berada di Jl. Dinoyo 42, Surabaya (sekarang universitas Widya Mandala), untuk mencari dana untuk pembangunan gereja dengan mengadakan bazar di Jl. Widodaren. Bangunan yang ada saat itu adalah sebuah bangunan besar yang saat ini menjadi pastoran dan sebuah lapangan tenis yang saat ini menjadi gedung gereja. (catatan : berdasarkan keterangan Romo Gani di tahun 2008, beliau melihat gedung pastoran yang ada saat itu, dan sulit memahami bahwa gedung pastoran dulunya adalah sebuah bangunan asrama, dan bagaimana bisa, ada sebuah asrama pada zaman dahulu yang mempunyai fasilitas lapangan tenis). Akhirnya pembangunan gedung gereja yang sederhana (hanya setengah gedung yang ada sekarang) selesai pada tanggal 16 Desember 1951. Di tahun yang sama, menurut catatan Bapak Sumardho (berdasarkan catatan wawancara dengan romo J. van Steen, CM), gedung pastoran baru mulai digunakan. Romo J. van Steen, CM menceritakan bahwa pada saat malam pertama dia tinggal di pastoran di jalan Widodaren ini, terjadi gempa hebat yang melanda Jawa Timur (akibat meletusnya gunung Kelud, di tanggal 1 September 1951). Saat itu jalan di sekitar Jl. Widodaren banyak menjadi tempat tinggal warga Belanda, sedangkan daerah Kedungdoro dan Kedung Anyar masih berupa sawah dan ladang (jalan besar hanya sampai jalan Argopuro). Pada tahun yang sama, tahun 1951, romo J. van Steen, CM pindah ke paroki Hati Kudus Yesus dan diganti oleh romo H Schooz, CM. Romo J. van Steen, CM tidak sempat melihat peresmian gedung gereja jalan Widodaren.
Pada saat romo Sjef Verbong, CM menjadi pastor paroki (tahun 1966 – 1970), gedung disebelah pastoran yang semula berfungsi sebagai gudang, direnovasi menjadi aula tempat kegiatan dan berkumpulnya umat, dimana beliau menambahkan panggung untuk tempat menampilkan berbagai macam acara, kesenian, olah raga dan sebagainya, yang pada saat itu masih sering digunakan untuk menarik umat. Saat itu hal ini sempat menjadi bahan tertawaan romo Ijlst, CM dan romo Peterse, CM (romo yang tinggal di panti asuhan Don Bosco). Gedung gereja juga direnovasi pada sekitar tahun 1967, dan menurut cerita Bapak Wahyanto (katekis pertama paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya), perancang penampang muka gedung sebelum renovasi tahun 2011 adalah Bapak lgnatius Budiono (guru STM Negeri d i JI Patua), yang wafat juga p a d a sekitar tahun 1967 (kemungkinan akibat kerusuhan paska G30S/ PKI). Setelah gedung gereja jadi maka semua kegiatan liturgi dan sakramen dipusatkan di gereja paroki. Tidak ada catatan mengenai kapan peresmian paroki. Photo goa Maria St. Vincentius a Paulo Surabaya
Pada tahun 1968, jumlah umat sudah mencapai 2000 jiwa. Maka dengan semangat konsili Vatikan II, romo Sjef Verbong, CM berusaha membagi wilayah berdasarkan teritori yang mempunyai administrasi tersendiri, sebab pada awalnya model gereja St. Vincentius a Paulo masih terpusat pada pastor (pastorcentris), tidak ada Dewan Paroki atau pembagian wilayah. Pelayanan umat pada jaman itu berdasarkan atas jumlah romo yang ada di paroki saja. Bila di paroki ada 4 romo, maka paroki akan dibagi menjadi 4 wilayah, atau biasa disebut daerah. Bila seorang romo dipidah, maka pembagian wilayah menjadi 3 wilayah. Namun menurut keterangan Pak Siswadi, pada saat itu akhirnya pembagian wilayah disesuaikan dengan situasi dan kondisi umat. Mula-mula dibuat peta umat untuk mengetahui status sosial, pekerjaan, dan keterlibatannya dalam hidup menggereja. Diharapkan dalam satu wilayah ada orang kaya, orang miskin, guru dan aktivis gereja. Dengan demikian pembagian wilayah bukan berdasarkan teritori melainkan situasi umat. Setelah dipilah maka terbentuklah 10 wilayah kecil-kecil, walaupun demikian, saat itu gereja masih merupakan satu kesatuan yang penuh, dimana umat masih tetap menyatu dalam aneka kegiatan, tanpa memandang wilyahnya. Pengurus wilayah (ketua wilayah) ditunjuk langsung oleh romo paroki, dan belum terbagi dalam lingkungan – lingkungan.
Dalam pengembangan gereja, romo Sjef Verbong, CM juga mulai melibatkan kaum awam. Beliau melibatkan organisasi-organisasi awam seperti Pemuda Katolik, Konggregasi Maria (didukung oleh romo Ijlst, CM yang mampu menghimpun banyak kaum muda beraktifitas di gereja, namun merosot setelah kepergian Romo Ijlst ke Belanda), Legio (yang membantu mencatat orang yang akan dibaptis dan mengundangnya untuk mengikuti pelajaran lanjutan), dan lainnya untuk membantu pengembangan paroki dan melayani gereja yang pada saat itu juga mengalami kesulitan menghadapi situasi politik yang tidak menentu akibat peristiwa G30S/PKI (sejarah kelam bangsa Indonesia). Pada tahun 1967, atas prakarsa romo Sjef Verbong, CM, didirikan radio amatir yang diberi nama radio Gabriel, agar kaum muda bisa lebih akrab, namun karena ada romo yang tidak setuju, maka radio Gabriel hanya bertahan satu tahun. Di tahun yang sama, Bapak Wahyanto dilantik oleh romo Sjef Verbong, CM menjadi katekis yang pertama. Lima tahun kemudian dilantik katekis yang kedua yaitu bapak FX Sujadi. Mereka berdua kemudian bukan hanya menjadi katekis melainkan juga menjadi asisten imam dan petugas pengirim komuni kepada orang sakit.
Romo Sjef Verbong, CM juga mulai merintis berdirinya Taman Kanak–kanak (TK) Indriasana di areal gereja paroki. Meski gedung kelasnya sangat sederhana dan terletak di bagian belakang areal gedung gereja, pada zaman itu muridnya sangat banyak, dan meski TK ini didirikan di area gedung gereja, namun TK ini bukan milik paroki sebab pendanaannya didukung oleh WKRI. Romo Sjef Verbong, CM kemudian diganti oleh romo Siswadi, CM. Beliau mulai membentuk Dewan Paroki yang diketuai oleh Bapak Wignyo dan Bapak Sumardho sebagai sekretaris dan merangkap sebagai pengurus musik gereja. Meski sudah ada Dewan Paroki, namun tugas dan wewenang pengurus masih belum jelas. Pada masa Romo Siswadi, atas usulan umat maka dibentuklah lingkungan-lingkungan.
Tahun 1971, atas inisiatif pribadi umat awam (Pak Mariadi, yang pernah menjadi ketua wilayah IV tahun 1972–1995), yang mendatangi dan mencari umat yang ada di sekitar Demak, Kalibutuh, Tembok dan jalan Tidar, terkumpul beberapa umat yang menyatakan mau di sensus (data umat menjadi lebih jelas). Tidak berhenti di sana, tahun 1972, agar para ketua wilayah mau mengunjungi umatnya setiap bulan, agar kebutuhan umat untuk disapa dapat terpenuhi, maka Pak Mariadi mengusulkan adanya kartu persembahan.
Pada tahun 1973, romo Soenaryo, CM masuk ke paroki St. Vincentius a Paulo menggantikan romo Lukas Suwondo CM yang pindah ke paroki Kelahiran Santa Perawan Maria. Romo Soenaryo, CM mulai membentuk lingkungan dan kepengurusannya. Selain itu mulai juga dibentuk blok dan kelompok/kring. Setiap ketua wilayah diangkat oleh romo paroki. Mereka diminta untuk membantu romo paroki dalam pelayanan kepada umat sekitarnya. Saat itu Romo Soenaryo, CM dibantu oleh romo Theo Sasongko, CM dan romo Beni, Pr. dan kurang lebih selama 2 tahun, gereja mengalami perpecahan (dipicu ketegangan akibat masalah pribadi 2 romo yang meluas dan melibatkan banyak tokoh dan umat), banyak surat kaleng dan saling hujat, hingga akhirnya Pak Mariadi dimintai keterangan oleh uskup Surabaya mengenai perpecahan yang terjadi, dan ke 2 romo yang bertikai dipindahkan hampir pada waktu yang bersamaan; namun Pak Shanker berpendapat pemicunya adalah hal yang berbeda (anggota dewan tidak setuju dengan kebijakan romo paroki saat itu, bukannya menyampaikan, tapi justru menggalang umat untuk melawan romo dan mengirim surat kaleng). Atas kebijakan uskup dan pemimpin CM, maka kedua romo tersebut dipindahkan dari paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya dan digantikan oleh romo Martokusumo, CM yang dengan susah payah berusaha mempersatukan umat kembali. Beliau bertugas selama satu tahun, dan digantikan oleh romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM.
Pada awal masa, romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM dibantu Romo Rahmat, CM (selama setahun, lalu beliau dipindahtugaskan ke Pare), dimana beliau – beliau sepakat untuk mendengarkan apa yang menjadi keluhan umat, dan berhati – hati agar bisa selalu bersikap netral, berada di tengah kedua kelompok yang bertikai, selain itu beberapa tokoh umat juga pindah ke paroki lain, sehingga tidak lagi mempengaruhi umat yang ada, secara perlahan umat dapat bersatu kembali. Sebelum romo Rahmat, CM pindah ke Pare, masuk romo Haryono, CM yang tugas utamanya sebagai sekretaris dan bendahara keuskupan, dan juga merangkap sebagai romo wilayah 1 paroki Hati Kudus Yesus. Beliau adalah sekretaris dan bendahara keuskupan pertama yang berasal dari imam Indonesia (sebelumnya dijabat oleh imam – imam CM Belanda, dan sekretaris terakhir adalah romo Piet Bonekamp, CM). Hal ini praktis membuat romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM berkarya sendirian di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, romo Haryono, CM hanya membantu dalam tugas – tugas perayaan ekaristi dalam waktu yang terbatas. Pada masa romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM ini (sepuluh tahun), jumlah umat meningkat pesat, mencapai 11.000 jiwa, dan melihat perkembangan gereja dan kebutuhan umat untuk mengadakan pertemuan maka TK Indriasana dipindah dari areal paroki ke Jl. Petemon sampai sekarang (saat ini TK Indriasana sudah berkembang menjadi SDK dan SMPK Indriasana dan masih dikelola oleh WKRI), sedangkan lahan bekas TK Indriasana dijadikan gedung 3 lantai untuk tempat pertemuan dan aktivitas parokial. Romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM membagi wilayah paroki menjadi empat wilayah untuk menghindari timbulnya perpecahan umat.
Tahun 1990 romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM diangkat menjadi romo provincial CM dan digantikan oleh romo Sumarki, CM. Romo Sumarki, CM saat itu dibantu oleh romo Bonekamp, CM, dan romo Joseph van Mensvoort, CM yang sama – sama sudah lanjut usia, dan romo Stanislaus, CM. Romo Sumarki berusaha memperbaiki gedung aula menjadi lebih bagus lagi, namun karena sakit diabetes yang cukup parah, di tambah lagi dengan kepulangan Romo Bonekamp, CM ke Belanda karena usianya yang sudah semakin tua, dan romo Stanislaus, CM yang mendapat tugas baru menjadi pastor paroki di St. Mikael, Perak, meskipun kepergian mereka digantikan oleh dua imam muda (romo Gani, CM dan romo Adoson, CM), namun kedua romo tersebut juga punya tugas perutusan menangani kaum miskin, buruh, dan menjadi ketua komisi di keuskupan, sehingga paroki hanya dipimpin romo Sumarki, CM dan pelayanan umat agak berkurang. Romo Murdani, CM ditunjuk menggantikan romo Sumarki, CM yang menjalani istirahat di rumah retret Prigen setelah berkarya selama 9 tahun di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya. Romo Adoson, CM mendapat tugas perutusan baru menjadi pendamping para frater Projo keuskupan Sintang di Bandung, dan beliau digantikan romo Suparno, CM yang lebih dikhususkan untuk menangani perburuhan di Surabaya, sehingga praktis pelayanan umat saat itu hanya ditangani oleh romo Murdani, CM dan romo Joseph van Mensvoort, CM yang sudah berusia lanjut.
Tahun 2001, secara bersamaan romo Murdani, CM, romo Gani, CM, dan romo Suparno, CM dipindahtugaskan, dan diganti dengan romo Wartadi, CM sebagai romo kepala paroki, Romo Severinus, CM dan romo Santoso, CM sebagai romo pembantu paroki. Perpecahan kembali terulang, beberapa orang merasa tidak puas dengan para romo yang tinggal di paroki sehingga mereka mulai menulis surat kaleng dan menyebarkan isyu yang tidak nyaman. Anggota dewan mengundurkan diri. Situasi paroki menjadi tegang. Hal ini mengakibatkan romo Wartadi, CM meminta mundur, meski baru setahun berkarya, sebab sudah tidak tahan dengan situasi di paroki yang tidak kondusif. Romo Wartadi, CM kemudian digantikan oleh romo Gani, CM yang saat itu sedang mempersiapkan berdirinya paroki Ratu Pecinta Damai, Pogot. Beberapa bulan kemudian romo Severinus, CM dipindah ke Papua dan digantikan oleh romo Widajaka, CM, dan romo Tri, CM yang juga hanya setahun berkarya, sebab mendapat tugas perutusan baru di seminari Garum, dan digantikan oleh romo Didik, CM, yang mempunyai tugas perutusan khusus, mendampingi anak – anak jalanan. Pada tahun 2003, saat romo Gani, CM menjadi pastor kepala paroki, diadakan pemecahan wilayah dari empat wilayah menjadi 6 wilayah. Hal ini dimaksudkan agar pengurus wilayah dan lingkungan semakin mudah melayani dan umatpun semakin mudah mendapatkan pelayanan. Sebab bila teritori terlalu luas ada banyak kendala yang dapat dialami oleh umat maupun pengurus wilayah dalam pelayanan umat. Tahun 2008, terjadi pemecahan wilayah kembali dari 6 wilayah menjadi 7 wilayah. Hal ini untuk semakin mangakrabkan umat dan mempersempit palayanan pengurus wilayah dan lingkungan.
Bersama romo Gani, CM gereja bersilahturahmi dengan cukup baik dengan agama yang lain, ditandai dengan acara “buka bersama” dengan para pemuka agama dan tukang becak di aula, dan pembagian takjil gratis, yang akhirnya menjadi kegiatan yang cukup rutin dari PSE untuk dilakukan saat bulan Ramadhan.
Kelemahan administrasi yang ada, baik ditingkat pengurus lingkungan maupun wilayah juga dirasakan romo Gani, CM, sehingga para pengurus dikumpulkan, dan diberi pengarahan bahwa untuk kepentingan mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan umat kepada pengurus dan keberlangsungan data, maka pengurus wajib mencatatkan laporan keuangan, penerimaan dan pengeluaran secara global dalam sebulan, yang kemudian saldo akhirnya dicocokkan dengan bukti keuangan yang ada (misal buku tabungan maupun buku koperasi), dan dilampirkan ke paroki.
Atas bantuan dari para donatur, goa Maria direnovasi, dan setelah itu, tahun 2011, dengan tim yang dikoordinir Drg. Irwan, gereja kembali direnovasi. Gereja dikunjungi Mgr Vicentius Sutikno Wisaksono beserta tim nya. Belum selesai direnovasi, romo Gani, CM kemudian dipindahtugaskan ke Kalimantan Barat dan digantikan romo Rudy Sulistijo, CM, selama satu tahun. Di tahun 2012 inilah gereja selesai direnovasi, gereja ini dilengkapi dengan pendingin ruangan (full AC) supaya umat yang beribadah akan merasa sejuk dan lebih khidmad dalam beribadah. Pemasangan AC ini dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merubah interior asli gereja ini. Romo Rudy Sulistijo, CM kemudian digantikan lagi oleh romo Paulus Suparmono, CM. Media social mulai digiatkan, warta paroki mulai dimunculkan kembali dengan logonya yang baru sesuai hasil lomba logo warta paroki “Gemma”. Lewat kerawam, paroki mulai menerima kunjungan dari beberapa aktivis yang saat itu masih calon anggota dewan, dan karena kancah politik yang agak memanas saat itu (menjelang pemilu), maka kegiatan – kegiatan yang biasa dilakukan di bulan Ramadhan mulai saat itu dihentikan. Ada perubahan sistem kepengurusan dewan paroki juga, Dewan Pastoral Paroki (DPP) dipilih dari umat, dipilih lagi berdasarkan perwakilan umat yang terpilih dan untuk para ketua bidang, dipilih lagi dari hasil doa bersama seluruh perwakilan umat yang hadir (konklaf). Untuk pertama kalinya gereja punya sekretaris DPP yang dijabat oleh Bapak Johannes Baptista Kardja. Dan untuk pertama kalinya, dimotori salah satu aktivis lingkungan (Bu Yacinta Wike S), yang menginginkan media untuk berkomunikasi dengan umat di lingkungannya, agar semua kegiatan dan pengumuman dapat tersampaikan dengan baik, termasuk pada umat yang tidak pernah muncul dalam kegiatan gereja, dibuatlah “warta lingkungan” di salah satu lingkungan, yang kemudian pada perkembangannya berkembang menjadi “kabar wilayah” yang mencakup luasan wilayah di salah satu paroki (wilayah 2). Sensus bersama sekeuskupan kembali diselenggarakan, dan setiap umat diwajibkan mencatatkan diri ke paroki sesuai domisili tempat tinggalnya, paroki menerbitkan Kartu Warga Katolik (KWK) yang berisikan data detail umat, dan dari data yang ada, kurang lebih jumlah umat di paroki sekitar 4,000 jiwa. Jumlah yang jauh merosot, karena banyak umat (khususnya keluarga muda) yang mulai pindah ke daerah pinggiran kota, dan adanya perkawinan campur (beda agama), dengan berbagai permasalahan keluarga yang ada, dan ada beberapa umat yang mulai berpindah keyakinan, sungguh
tantangan buat karya pastoral gereja.
Agustus 2015, romo Paulus Suparmono, CM diutus berkarya ke Solomon Island, dan digantikan oleh romo Antonius Sapta Widada, CM. Juli 2017 paroki menerima kunjungan dari 15 romo dari Taiwan yang ingin sama – sama belajar bagaimana berpastoral dan menyusun administrasi paroki, sebagai contoh dalam mengembangkan kehidupan pastoral di Taiwan, yang masih berupa “gereja bawah tanah” karena belum diakui secara penuh keberadaannya oleh negara (paham negara Taiwan masih komunis). Para romo, didampingi pengurus gereja, juga melakukan kunjungan ke beberapa pengurus yang aktif di lingkungan. Romo Antonius Sapta Widada, CM lewat panitia Hari Paroki ke 79, di tahun yang sama, mempersiapkan penataan administrasi di wilayah – wilayah lewat apresiasi wilayah, serta kunjungan pastoral ke wilayah – wilayah bersama tim DPP – BGKP, untuk melihat langsung kondisi dan kesulitan – kesulitan yang ada di wilayah, dengan acara puncak penampilan kesenian dari wilayah – wilayah dan sekolah – sekolah katolik yang ada di wilayah paroki (dihadiri 1,128 umat), serta peresmian patung St. Vincentius a Paulo, pelindung gereja, yang diletakkan di dekat area parkir (27 September 2017). Sedikit renovasi juga dilakukan pada ruangan yang semula digunakan untuk kios gereja, namun karena terbengkalai, pengurusnya silih berganti, akhirnya dirubah menjadi ruang adorasi. Ruang gamelan dan misa bahasa jawa mulai digalakkan kembali, paroki juga menerima kedatangan perarakan patung Bunda Maria Fatima, dan kapel St. Helena di Tunjungan Plaza 3 diresmikan.
Di tahun 2018, ruang untuk PKKS direnovasi, sehingga PKKS mempunyai ruangan tersendiri, tidak lagi jadi satu dengan sekretariat. Panitia Paskah saat itu bekerjasama dengan Kongregasi Pasionis menyelenggarakan seminar Replika Kain Kafan Yesus Kristus, dan setelah lama tertidur, SSV Martin de Porres (SSV SVaPS) bersama Romo Yusuf, CM mulai aktiv kembali, mengadakan BakSos Khitan Massal dengan jumlah peserta 65 anak. Bulan Juli, paroki kembali menerima kunjungan dari romo – romo Taiwan, kali ini untuk melihat perjalanan karya pengurus dalam melayani umat (perjalanan kevincentianan), bersama pengurus mengunjungi umat yang kurang mampu dan umat yang sakit. Lalu paroki juga menerima kunjungan supervisi paroki & audiensi bapa uskup (pemeriksaan keuangan paroki & pastoran, administrasi sekretariat paroki) oleh Vikjend, Ekonom, dan Sekretaris Keuskupan. Di tahun ini pula, dalam rangka menyambut HarPar ke 80, paroki mengadakan acara fun run, mengundang paroki sekevikepan Surabaya Utara menjadi petugas novena selama 9 hari berturut – turut, dan acara puncak yang dirayakan cukup meriah di convention hall Tunjungan Plaza. Berkat informasi dari relasi anggota dewan, paroki mulai menerima bantuan dana dari kemenag untuk kegiatan BIAK, REKAT dan OMK yang kemudian juga diteruskan untuk pembinaan di wilayah bahkan di lingkungan.
Tahun 2019, Indonesia kembali memasuki tahun pemilu, lewat kerawam, paroki kembali mendapat kunjungan dari para calon anggota dewan. Pada akhir tahun, paroki juga mendapat bantuan dana dari pemprov yang digunakan untuk pemeliharaan bangku gereja, pembelian kursi lipat dan renovasi (cor dek) pastoran. Di tahun 2020 awal (Maret), setelah paroki menerima kunjungan dari romo provinsial CM (08 Maret 2020), di saat paroki sedang mempersiapkan program untuk diseminasi hasil Musyawarah Pastoral ke 2 (paroki berakar lingkungan), terjadi pandemic virus corona (covid 19), yang melumpuhkan kegiatan secara tatap muka, pelatihan yang sudah dilakukan dan disepakati akan berjalan setiap Jum’at kedua (sesuai materi buku 4 yang telah dibagikan pada seluruh pengurus yang hadir saat pelatihan), secara otomatis berhenti, banyak kegiatan yang tidak bisa diselenggarakan, semua harus menjaga jarak satu dengan yang lain (social distancing), sehingga banyak kegiatan harus dijalankan lewat streaming (online), termasuk perayaan ekaristi. Gereja mulai membuka kembali perayaan ekaristi secara offline, setelah para pengurus sekeuskupan dibantu keuskupan Surabaya menerima vaksin dosis pertama pada 10 April 2021 (dosis kedua vaksin Aztra Sineca diterima 12 minggu kemudian, tanggal 03 Juli 2021),Bulan Agustus 2020, romo Yusuf, CM dipindahtugaskan menjadi romo kepala paroki ke paroki Marinus Yohanes, Kenjeran dan digantikan oleh romo Priambodho, CM. Renovasi gedung pastoran selesai, dan dibuat kapel yang kemudian diresmikan Bu Agatha (anggota DPR provinsi). 24 Juni 2021 romo Rudy Sulistijo, CM diutus ke Belanda dan digantikan romo Paulus, CM yang sebelumnya juga pernah berkarya di paroki St. Vincentius a Paulo. Pada 27 Juni 2021, paroki kehilangan romo Antonius J. Budianto Tanalepi, CM yang pernah berkarya di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, beliau meninggal dunia setelah lama dirawat di RKZ. Misa requiem dipersembahkan di paroki dengan konselebran romo RD. Yosef Eko Budi Susilo (vikaris jendral keuskupan Surabaya), romo RP. Manuel Edi Prasetyo, CM (romo provincial CM), dan romo Antonius Sapta Widada, CM, dan keesokkan harinya dimakamkan di pemakaman Puteri Kasih – CM, Graha Martani di Poh Sarang (intensi dalam misa arwah berturut – turut disampaikan dalam misa arwah hari ke 3, 7, 40, dan khusus untuk misa arwah 100 hari 4 Oktober 2021, selain misa arwah, juga dibawakan dalam intensi selama 100 hari). Awal Juli – pertengahan Agustus 2021, gereja kembali ditutup, bahkan sempat tidak ada misa live streaming (para romo misa sendiri di kapel), virus corona varian baru (delta) yang lebih ganas kembali menyerang, terjadi kelangkaan tabung oksigen, dan keterbatasan tempat di rumah sakit, sehingga bersama keuskupan, semua paroki diharapkan membentuk tim satgas paroki untuk membantu umat yang terpapar di paroki masing – masing. Dari tim satgas paroki, bantuan yang diberikan bervariasi, tergantung kebutuhan umat saat itu, obat – obatan, tabung oksigen, konsumsi atau sembako, doa dan pelayanan sakramental, dan sebagainya. Dari hasil pendataan yang diminta dari ketua lingkungan, masih banyak umat yang terpapar namun enggan melaporkan kondisinya, sehingga karena keterlambatan penanganan (karena tidak lapor), nyawa umat ada yang tidak terselamatkan. Para pengurus juga kesulitan mendata kebutuhan umat selama masa pandemic ini, respon umat dan pengurus sangat menurun, mungkin karena berbagai kesulitan yang timbul selama masa pandemic (pengurangan pegawai yang berdampak secara sosial ekonomi, penggunaan kuota internet yang cukup besar sebagai sarana pertemuan online, peningkatan aktivitas umat di rumah, sehingga kurang bisa mengikuti kegiatan online, kurangnya rasa khusuk umat saat harus beribadat sendiri di rumah, dan lain sebagainya). Meski tertatih – tatih, paroki masih tetap berusaha meneruskan diseminasi MuPas ke 2 (buku 1 dan 2) melalui katekese pra misa dan pembelajaran singkat materi MuPas ke 2 untuk para pengurus via rapat pleno terbatas (tanpa sekolah – sekolah dan komuitas – komunitas) dan rapat pleno biasa, serta video singkat yang disebar untuk umat. Gereja mulai dibuka kembali tanggal 22 Agustus 2021, tentu saja dengan semua protokol kesehatan yang lebih ketat lagi (pakai masker, cuci tangan, cek suhu, pendataan diri, sudah pernah divaksin, dan sebagainya). Dan walaupun karena menyadari banyaknya umat lansia dan yang belum fasih teknologi sehingga cara pendaftaran misa jauh dipermudah, namun jumlah kehadiran umat dalam setiap perayaan ekaristi masih menurun drastis jika dibandingkan sebelum pandemi, rata – rata kehadiran umat hanya sekitar 120 orang saat misa mingguan dan sekitar 45 orang saat misa harian. Setelah perjalanan panjang para pengurus dan umat dalam usaha membangun sisi rohani dan aktif dalam kehidupan gereja, ternyata pandemi ini membawa dampak yang sangat besar, seakan kami tertarik mundur jauh kebelakang, umat seakan menjadi terlalu nyaman dan “manja” dengan banyaknya fasilitas misa live streaming dari berbagai paroki yang membuat mereka enggan kembali keluar menyambut tubuh Kristus, dengan alasan kesehatan, padahal umat juga sudah mulai menjalani beragam aktivitas umum di luar rumah. Justru para lansia lah yang tetap ingin terus menyambut tubuh Kristus secara sakramental, walaupun mereka ada dalam batasan usia yang membahayakan.
Tanggal 29 Agustus 2021 RP. Antonius Sapta Widada, CM menerima perutusan di paroki Bojonegoro dan digantikan oleh RP. Agustinus Sukaryono, CM. 07 September 2021, kelompok Legio Marie merayakan 100 tahunnya, bersama umat dalam misa syukur yang diselenggarakan secara offline dan online. Untuk buku TPE yang baru, diseminasi dilakukan secara online, via zoom meeting di tanggal 08 dan 15 Oktober 2021. (catatan dibuat berdasarkan buku kenangan Hari paroki dan kronik paroki per 31 Oktober 2021)
DATA PAROKI SAAT INI
Jumlah umat : 4,129 jiwa
Jumlah lingkungan : 25 lingkungan
Jumlah wilayah : 7 wilayah
Jumlah dan nama pastor yang bertugas di paroki periode 2021 : 4 orang, yaitu :
• RP. Agustinus Sukaryono, CM
• RP. Laurentius Karsiyanto, CM
• RP. Ignatius Priambodo Widhi Santoso, CM
• RP. Paulus Dwintarto, CM
DAFTAR ROMO PAROKI DAN ROMO YANG PERNAH BEKERJA DI PAROKI ST .VINCENTIUS A PAULO SURABAYA
J ZOETMULDER CM, berkarya tahun 1935 – 1943. Lahir di Schiedam 15-07-1889. wafat di Venlo 27-04-1975. Ditahbiskan sebagai imam pada 23-12-1922 dan datang keIndonesia tahun 1934. Menjadi direktur panti asuhan Don Bosco pada tahun 1935-1943 . Selama menjadi romo di panti asuhan, dia membaptis orang yang dicatat dalam buku baptis di kapel Don Bosco. Tahun inilah dianggap sebagai tahun berdirinya paroki St. Vincentius a Paulo. Pada 8 Maret 1942 tentara Jepang menyerang Jawa dan menduduki Jawa. Pada 19 Maret panti asuhan Don Bosco dirampas oleh Jepang. Namun Pastor Zoetmulder masih selamat. Pada Juni 1943 dia ditangkap oleh Jepang sebab dituduh sebagai mata-mata. Mula-mula ditahan di Bubutan lalu dibawa ke Cimahi. Setelah perang usai tahun 1946, beliau kembali menjabat sebagai direktur Don Bosco sampai 1953. Tahun 1955 kembali ke Belanda dan menjadi provinsial CM Belanda. Tahun 1943 – 1946 tidak ada romo yang berkarya karena semua romo ditahan oleh Jepang
CHAESTCM, berkarya tahun 1947 – 1949 Lahir di Rijsbergen 19-10-1886 . Wafat di Panningen 3-1-1978. Ditahbiskan sebagai imam 19-7-1914 setelah menyelesaikan studi di Roma sampai mencapai gelar doktor hukum Gereja, dia datang ke Indonesia pada tahun 1929 dan tinggal di Hati Kudus Yesus. Lalu berpindah-pindah di beberapa paroki Surabaya. Pada jaman Jepang dia ikut ditangkap dan ditahan bersama para romo yang lain di Cimahi. Setelah Jepang kalah para romo Belanda tidak dapat langsung melayani umat, sebab mereka dianggap sebagai musuh oleh rakyat Indonesia akibat kedatangan tentara sekutu dan Belanda yang ingin menjajah kembali. Semua romo masuk dalam penjara bagi orang Belanda. Baru pada tahun 1947 mereka dibebaskan. Tugas pertama romo Haest adalah mempersiapkan paroki St. Vincentius a Paulo, selain menjadi sekretaris Uskup. Pada tahun 1960 kembali ke Belanda.
W van DEN BRAND CM, berkarya tahun 1950 – 1953 sebagai romo kepala paroki pertama Lahir di Zeeland 28-4-1904 dan wafat di Rumpen 9-12-1974. ditahbiskan 4-8-1929. Datang ke Indonesia tahun 1933 dan tinggal di HKY, kemudian pindah ke Mojokerto, Kelahiran St. Perawan Maria Surabaya dan akhirnya pada tahun 1950 diutus untuk mempersiapkan paroki St. Vincenius A Paulo dengan membangun gedung kompleks gereja sejak 1 Juni 1951 sampai dengan 16 Desember 1951.
J van STEEN CM, berkarya tahun 1950 – 1952 Lahir di S-Gravenhage 14-3-1918, wafat di Venlo 9-3-2002 . Ditahbiskan 21-7-1946. Datang ke Surabaya pada tahun 1950 dan langsung ke St. Vincentius a Paulo. Tahun 1952 pindah ke HKY dan menjadi pendamping PMKRI. Setelah itu beberapa kali pindah dengan aneka jabatan. Akhirnya tinggal di pasturan Don Bosco. Rm van Steen sangat peduli pada kaum rniskin dan musik, maka atas nama Rm. Wadas menerbitkan buku kumpulan lagu yang banyak digunakan di paroki-paroki Surabaya. Dia juga menerbitkan buletin BUSOS, sebuah media sosial yang pertama kali muncul di keuskupan Surabaya. Dia juga mendirikan KPK atau Kerukunan Pekerja Katolik Surabaya. Jabatan terakhirnya adalah direktur Don Bosco. Tahun 2000 kembali ke Belanda.
A.F SCHLOOZ CM, berkarya tahun 1952 – 1957 Lahir di Venlo 21-12-1909 , wafat di Surabaya 20-12-1975. ditahbiskan 21-7-1935. Tugas pertamanya menjalani misi di Cina untuk menggantikan beberapa romo CM yang dibunuh di Cina. Dia datang di Cina pada tahun 1935. Pada saat Cina dikuasai oleh Mao yang kornunis yang sangat anti agarna, maka dia bersama beberapa rorno lainnya diusir keluar Cina. Dia masuk Indonesia pada tahun 1949 tinggal di Kelahiran St. Perawan Maria dan bertugas di ABRI. Tahun 1951 pindah ke Tulung Agung lalu pindah lagi ke St. Vincentius a Paulo. Akhirnya pindah ke Kelahiran St. Perawan Maria sampai meninggal disana.
S van BAKEL CM, berkarya tahun 1954 – 1958 sebagai romo kepala paroki kedua
Lahir di Heemstede/Berkenrode 28-3-1902, wafat di Paningen 24-8-1983. Ditahbiskan 27-7-1930. Datang di Surabaya pada tahun 1931 dan tinggal di Kelahiran St. Perawan Maria. Setelah itu dia berpindah-pindah tugas sarnpai akhimya ditawan oleh Jepang. Setelah Jepang kalah dia dibebaskan namun ditangkap oleh rakyat Indonesia. Dia disiksa namun berhasil melarikan diri masuk ke penjara tempat para orang Belanda berkumpul. Dia ditawan disana sampai akhimya dibebaskan oleh tentara Inggris dan dibawa ke Singapura untuk perawatan. Tahun 1954 menjadi Pastor paroki di St. Vincentius selama 4 tahun. Pada tahun 1960 dia kembali ke Belanda dan menetap di Den Haag untuk menangani orang-orang Belanda yang kembali ke Belanda dan
menghabiskan masa tuanya di Paningen.
J.WSLUTTERCM, berkarya tahun 1956 – 1958 Lahir di Gendringen/Varsselder 24-5-1921. Ditahbiskan tanggal 18-7-1948. Datang di Surabaya tahun 1949 dan bertugas di Seminari Menengah Surabaya. Setelah itu berpindah-pindah tugas di beberapa paroki kota Surabaya maupun Madiun dan Kediri. Tahun 1956 menjadi Pastor pembantu di St. Vincentius a Paulo selama dua tahun setelah itu pindah ke Madiun. Pada tahun 1974 kembali ke Belanda dan menentap di Wageningen. P.M van GOETHEM CM, berkarya tahun 1955 – 1964 sebagai direktur panti asuhan Don Bosco Lahir di Deventer 7-10-1908 , wafat di Venlo 2-10-1980. Ditahbiskan 30-7-1933. Setelah ditahbiskan dikirim ke Indonesia dan berkarya di paroki St. Yusup Blitar. Tahun 1935 pindah ke paroki St. Cornelius, Madiun. Ketika Jepang berkuasa di Indonesia , dia ditangkap dan disiksa dengan sangat mengerikan sebab dia menyimpan bendera Jepang di gudang. Setelah jaman kemerdekaan dia bertugas di Blitar lalu Mojokerto. Akhirnya dia bertugas sebagai direktur Don Bosco. Pada tahun 1964 dia kembali ke Belanda karena sakit dan tinggal di Rumpen.
J.CIJLSTCM, berkarya tahun 1951 – 1968 sebagai romo kepala paroki ketiga Lahir di Dordrecht 13-9-1889, wafat di Panningen 16-10-1980. Ditahbiskan pada 20-9-1924. Setelah bertugas di seminari di Belanda pada tahun 1927 dia datang di Jawa dan berkarya di Kelahiran St. Perawan Maria sampai ditangkap dan ditahan di Cimahi ketika Jepang datang. Ketika revolusi sudah berakhir dia kembali bertugas di kelahiran St. Perawan Maria sebagai penilik sekolah-sekolah Katolik sampai akhirnya berkarya di paroki St. Vincentius a Paulo. Dia kernbali ke Belanda pada tahun 1977 karena sakit dan tinggal di Panningen sampai meninggal disana.
JBLONDELCM, berkarya tahun 1958 - 1966 Lahir di Aardenburg 10-7-1920 wafat di Venray 21-6-1987. ditahbiskan 13-10-1947. Datang ke Indonesia tahun 1949 dan bertugas di seminari Surabaya. Kemudian dia pindah ke Blitar, Mojokerto, Cepu, lalu bertugas di paroki St. Vincentius a Paulo. Setelah itu dia bertugas di Mojokerto lalu Pacet. Pada tahun 1984 kembali ke Belanda. Menurut kesaksian surat Rm. Josep van Mensvoort, Rm. Blondel adalah anak satu-satunya dari seorang petani yang sangat kaya raya. Seandainya dia tidak menjadi imam tentu dia akan menjadi seorang yang kaya raya sebab mewarisi harta orang tuanya yang sangat banyak. Namun akibat sikapnya yang suka murung akhimya pada masa tuanya dia harus masuk rehabilitasi untuk menyembuhkan diri dan meninggal disana.
FPETERSECM, berkarya tahun 1965 – 1966 Lahir di Tiel 3-6-1904 wafat di Surabaya 1-10-1966. Ditahbiskan 19-7-1931. Datang ke Indonesia pada tahun 1932 dan berkarya di St. Yusup, Blitar. Setelah itu berpindahpindah ke Kristus Raja, Cepu, dan Madiun. Pada jaman Jepang dia ditangkap dan dipenjara. Setelah Jepang kalah dia bersama beberapa romo yang lain dibebaskan namun ketika kembali ke Surabaya dia bersama beberapa romo yang lain kembali lagi ditangkap oleh rakyat Indonesia. Dia disiksa dan dimasukan penjara yang sempit sampai akhimya dibebaskan oleh tentara sekutu dan dibawa ke Jakarta untuk menjalani Setelah sembuh dia kembali berkarya di Madiun lalu pindah ke Surabaya di paroki Hati Kudus Yesus. Pada tahun 1965 pindah ke St. Vincentius a Paulo. Dia juga melayani umat di Pacet, suatu hari dia sakit parah dan kembali ke pastoran kemudian meninggal.
A VERBONG CM, berkarya tahun 1965 – 1972 sebagai romo kepala paroki ke empat Lahir di Tegelen 18-11-1917 wafat di Nijmegen 24-4-1993. Ditahbiskan 19-7-1947. Datang ke Indonesia pada tahun 1957 dan bertugas menjadi moderator PMKRI Surabaya serta mengajar di seminari menengah di Surabaya dilanjutkan menjadi rektor di seminari menengah Garum. Menjadi romo kepala paroki di St. Vincentius a Paulo tahun 1965-1971. Pada tahun 1972 kembali ke Belanda sampai meninggal
disana
SISWADI, CM, berkarya tahun 1970 – 1972 sebagai romo kepala paroki ke lima Lahir di Palembang 7-8-1937, wafat sebagai awam, ditahbiskan di Genoa, Italy 31-3-1963 oleh Mgr Klooster yang sedang mengikuti persiapan sidang Konsili Vatikan II. Kemudian ditugaskan di seminari Garum selama 3 tahun lalu pindah ke St. Yosep Kediri untuk membantu mengajar di seminari tinggi CM yang saat itu masih di Kediri. Tahun 1966 pindah ke St. Vincentius a Paulo dan merangkap sebagai Pastor TNI AL. Menjadi Pastor kepala di St. Vincentius a Paulo tahun 1971-1972 lalu pindah ke paroki Kelahiran St. Perawan Maria sampai meninggalkan imamatnya.
TANDYASUKMANACM, berkarya tahun 1970 – 1975 Lahir di Malang 14-3-1933 wafat di RKZ, 06 Mei 2021, ditahbiskan di Kristus Raja 1-11-1965 oleh Mgr Alberts Ocarm. Kemudian mendapatkan tugas di Madiun, lalu pindah ke Cepu, Garum dan baru masuk ke St. Vincentius a Paulo pada 1970- 1975 lalu pindah ke Kelahiran St. Perawan Maria dan menjadi Bendahara CM serta Bendahara yayasan Lazaris hampir selama 20 tahun lalu pindah ke Kristus Raja, dan mulai 2003 pindah ke paroki Ratu Pencinta Damai, Pogot sampai tahun 2009 ke Marinus Yohanes. Tahun 2019 beliau purnakarya dan tinggal di komunitas Kelahiran Santa Perawan Maria sampai meninggalnya 06 Mei 2021.
LUKAS SOEWONDO CM, berkarya tahun 1971 – 1972 Lahir di Sine Ngawi pada 31-12-1939 dan ditahbiskan oleh Mgr Johanes Klooster di Kediri pada 25-4-1969. Tugas pertama di paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya sampai 1972. kemudian pidah ke paroki Hati Kudus Yesus, Surabaya sampai 1973. Tahun 1973-1976 bertugas di St. Yusuf Blitar, kemudian pindah ke Tulung Agung sampai 1978. Lalu belajar di Australia selama satu tahun . Tahun 1979 bertugas di Ende, Flores selama 11 tahun dan mendirikan Pembimbing Tenaga Pembangunan Masyarakat yang kemudian berubah menjadi Akademi Pembangunan Masyarakat. Tahun 1990-1992 kembali bertugas di St. Vincentius a Paulo Surabaya sebelum berangkat ke Manila, Philipina untuk belajar selama 3 tahun. Setelah itu bertugas di Jakarta selama setahun sebelum melayani umat di Serawai, Kalimantan Barat mulai 1996-2001. Oleh karena sakit maka dipindahkan ke Madiun selama satu tahun . Tahun 2002- 2006 bertugas di Magetan kemudian bertugas di Bojonegoro.
AGUS MARYANTO Pr, berkarya tahun 1973 – 1978 Tahun 1972 bertugas di paroki Hati Kudus Yesus, lalu bertugas di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya
SOENARJO CM, berkarya tahun 1973 – 1978 sebagai romo kepala paroki ke enam Lahir di Blitar 31-12-1933, wafat 1998, ditahbiskan 5-6-1960 di Perryville (USA). Hal ini disebabkan pada jaman itu frater-frater CM Indonesia di studikan di Belanda. Namun oleh karena hubungan Indonesia dan Belanda putus, maka semua orang Indonesia di Belanda harus keluar dari Belanda. Romo Soenaryo pindah ke USA sedangkan beberapa teman yaitu Romo Tondowijoyo , Siswadi dan lain-lain pindah ke Italia. Setelah tahbisan mendapat tugas pertama di Madiun sampai tahun 1962. Lalu pindah ke Tulung Agung, St. Yusuf Blitar, St. Vincentius a Paulo, Kediri , Pare dan pada tahun 1972 menjadi romo paroki di St. Vincentius a Paulo Surabaya sampai tahun 1978. Lalu pindah ke Bojonegoro, Kediri, St Maria Tak Bercela, Surabaya, Kristus Raja Surabaya dan akhirnya pada tahun 1994 di St Yosep Kediri sampai wafat pada tahun 1998.
SASONGKO CM, berkarya tahun 1973 – 1978 B. MARTOKUSUMO CM, berkarya tahun 1978 – 1979, sebagai romo kepala paroki ke tujuh Lahir di Tulungagung 9-2-1939, wafat 31 Maret 2016. Ditahbiskan 27-2-1966 di paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya oleh Mgr Alberts, uskup Malang, sebab uskup Surabaya, Mgr J Klooster mengikuti sidang konsili Vatikan II. Setelah tahbisan di mendapat tugas perutusan di seminari menengah Garum, lalu berpindah-pindah dari paroki Blitar, Tulungagung, Hati Kudus Yesus dan akhirnya di St. Vincentius a Paulo. Saat itu paroki St. Vincentius a Paulo kosong sebab kedua romo yang sebelumnya dipindahkan bersamaan sebab konflik besar yang melibatkan umat. Romo Marto berusaha untuk menentramkan situasi paroki yang terpecah belah akibat perseteruan para imamnya. Dia hanya berkarya dua tahun di St. Vincentius a Paulo kemudian mendapat tugas perutusan baru di paroki – paroki yang lain, seperti paroki St. Mikael Surabaya dan Salib Suci, Cilincing.
ANTONIUS J. BUDIANTO CM, berkarya tahun 1979 – 1990 sebagai romo kepala paroki ke delapan Lahir di Surabaya 7-6-1940, wafat 27-6-2021, ditahbiskan 30-6- 1968 di paroki St. Yoseph, Kediri oleh Mgr J. Klooster. Perutusan pertama di paroki Kelahiran St. Perawan Maria Setelah itu mendapat perutusan di Kediri, Jombang, lalu di St. Vincentius a Paulo Surabaya. Romo Anton adalah romo yang paling lama menjadi romo kepala paroki St. Vincentius (11 tahun). Tahun 1988 terpilih sebagai provinsial CM selama satu periode. Selama 3 tahun menjadi provinsial Romo Anton merangkap menjadi romo kepala paroki, sebuah tugas yang sangat berat. Setelah selesai sebagai provinsial mendapat tugas perutusan menjadi romo kepala paroki Hati Kudus Yesus selama 6 tahun lalu pindah ke Kristus Raja dan akhimya menjabat sebagai kepala yayasan Lazaris yaitu yayasan yang membawahi sekolah SMUK St. Louis I dan II, SMKK St. Louis dan SD Aloysius. Romo Anton tinggal di Don Bosco dan menjadi moderator persekutuan doa Vidya Graha dan penasehat rohani Komisium Surabaya sampai tahun 2014, lalu menjalani purnakarya hingga wafatnya di paroki St. Vincentius a Paulo.
RAHMAT CM, berkarya tahun 1979 – 1982 Lahir di Ngawi 6-7-1943 masuk seminari Garum pada tahun 1967-1969 sebab dia sudah bekerja baru masuk seminari. Ditahbiskan di Ngawi pada 16-12-1977 dan mendapat tugas di Blora selama 13 bulan lalu pindah ke paroki St. Vincentius a Paulo mulai Maret 1979 sampai September 1982. Kemudian pindah ke Pare selama 4 tahun kemudian pindah ke St. Yusup Blitar selama 4 tahun dan mengurus 20 stasi dan 13 sekolahan. Maret 1991 pindah ke St. Yosep, Kediri selama 7 tahun. Lalu pindah ke stasi Gresik untuk mempersiapkan menjadi paroki. Oktober 2001 pindah ke Blitar dan akhimya tahun 2006 pindah ke Kepanjen.
HARYONO CM, berkarya tahun 1982 – 1983 Lahir di Blitar 25-9-1945 dan ditahbiskan pada 8-12-1978 . Setelah tahbisan ditugaskan belajar di Australia sampai 1981. Lalu mendapat tugas di Cepu. Tahun 1982 diangkat sebagai sekretaris uskup yang merangkap sebagai Bendahara·keuskupan dan tinggal di paroki St. Vincentius a Paulo. Tahun 199.1-1998 di Madiun. Tahun 1998-2000 di Malang kemudian pindah ke Blitar sampai 2003. Tahun 2003-2006 di Tanjung Priok Jakarta, lalu paroki Tuban, dan sekarang sebagai Dewan Penasehat Provinsi dan ketua komisi keuangan.
HERIBERTUS SUMARK[ CM, berkarya tahun 1990 – 1997 sebagai romo kepala paroki ke sembilan Lahir di Blitar 20-4-1943, wafat 10-8-1999, ditahbiskan di gereja Kelahiran St.Perawan Maria Surabaya pada 8-12-1978. Setelah menjalankan tugas di beberapa paroki akhirnya pada tahun 1990 menjadi Pastor kepala paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya selama 6 tahun. Dia wafat di Prigen 10-8-1999.
BOONEKAMPCM, berkarya tahun 1990 – 1997 Lahir di Zoetermeer 30-4-1919 dan ditahbiskan pada 19-7-1944. Setelah tahbisan diutus ke Cina daratan dan baru pada tahun 1951 masuk ke Indonesia bertugas di paroki Kelahiran St. Perawan Maria, kemudian pada tahun 1953 menjadi rektor seminari CM di Rembang. Tahun 1954 diangkat menjadi sekretaris uskup dan tinggal di paroki Hati Kudus Yesus sampai tahun 1977. Tahun 1977 menjadi Pastor pembantu di paroki Kristus Raja dan akhimya pindah ke paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya pada tahun 1990 sampai kembali ke Belanda pada tahun 1999.
van MENSVOORT CM, berkarya tahun 1993 – 2003 Lahir di Berkel 27-3-1912, wafat di Panningen. Ditahbiskan 29- 6-1937. Datang di Indonesia pada tahun 1937 dan bertugas di St. Yosep Kediri. Pada Jaman Jepang dia ditangkap dan ditawan di Cimahi bersama banyak romo CM dari Surabaya. Dalam bukunya "Misi Kedar" dia menceritakan betapa mengerikannya siksaan yang diterima selama menjadi tawanan. Setelah kemerdekaan dia kembali bertugas di Kediri. Setelah itu bertugas di beberapa paroki. Pada tahun 1993 menetap di paroki St. Vincentius a Paulo. Tahun 2003 kembali ke Belanda untuk menghabiskan hari tuanya. Rm J van Mensvoort adalah salah satu dari 3 bersaudara yang menjadi imam CM. kakaknya yang tertua bernama E van Mensvoort lebih dahulu datang ke Indonesia yaitu pada tahun 1935 dan meninggal di Kristus Raja pada 9-1-1984. Adiknya yang terkecil adalah Adam van Mensvoort datang ke Indonesia pada tahun 1956 dan meninggal akibat kecelakaan di daerah Wlingi pada 27-10-1986.
STANISLAUS E. BEDA CM, berkarya tahun 1996 – 2001 Lahir Larantuka 10-5-1955 dan ditahbiskan Kristus Raja 20-8- 1987. Kemudian mendapat perutusan di paroki St. Maria Tak Bercela, Ngagel selama 5 tahun. Kemudian tahun 1993 bertugas di paroki Kelahiran St. Perawan Maria, Kepanjen. Kemudian bertugas di St. Vincentius a Paulo selama 3 tahun kemudian pindah ke paroki St. Mikael, Perak. Tahun 2002 pindah ke paroki St. Marinus Yohanes, Kenjeran selama 3 tahun. Tahun 2005 di paroki St. Petrus, Tuban, 2008 – Oktober 2011 di seminari tinggi Malang, dan sekarang di paroki St. Theresia, Pandaan, berkarya sebagai superior Domus Prigen.
ADOSON PAING CM, berkarya tahun 1998 – 1999 Lahir di Manggarai, Flores 11-9-1965 dan ditahbiskan di Surabaya pada 6-9-1998. Tugas pertama menjadi pendamping kaum buruh dan tinggal di paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya selama satu tahun. Tahun 1999 pindah ke Bandung dan bertugas menjadi pendamping frater Projo keuskupan Sintang sampai tahun 2000 lalu mendapat tugas belajar di Perancis selama setahun. Tahun 2001 meninggalkan irnamat.
MURDANI CM, berkarya tahun 1998 – 2001, sebagai romo kepala paroki ke sepuluh Lahir di Magelang pada 22-3-1962 dan ditahbiskan di paroki St. Vincentius a Paulo, Malang pada 30-10-1991 oleh Mgr Pandoyo Putra Ocarm. Tugas pertama di St. Maria, Blitar dari tahun 1991- 1998. Kemudian menjadi Pastor kepala paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya sampai 2001. Tahun 2001-2004 menjadi Pastor kepala paroki Kelahiran St. Perawan Maria, Surabaya. Tahun 2004 - 2011 menjadi romo kepala paroki St. Marinus Yohanes, Surabaya, menggantikan romo Stanislaus, lalu bertugas di postulat CM di Malang.
SUPARNO CM, berkarya tahun 1999 – 2001 Lahir di Sleman 29-1-1969. Ditahbiskan 8-9-1999. Tugas pertama adalah menjadi ketua Pusat Pastoral Pendampingan Buruh keuskupan Surabaya dan mendirikan Institut Sosial Buruh Surabaya. Selama dua tahun tinggal di paroki St. Vincentius a Paulo, tahun 2002–2006 pindah ke paroki St. Marinus Yohanes Surabaya, lalu menjalani studi di Amerika, dan sekarang sebagai Dewan Penasehat Provinsi dan Komisi Keadilan & Perdamaian.
X. WARTADI CM, berkarya tahun 2001 – 2003, sebagai romo kepala paroki ke sebelas Lahir di Wedi, Klaten 23-12-1938 ditahbiskan St. Yosep Kediri 24-4- 1970. kemudian ditugaskan di paroki St. Vincentius a Paulo, Kediri selama 7 tahun. Tahun 1977-1978 menjalani studi di Philipina. Sepulang studi mendampingi para seminaris di seminari menengah 2001 - 2003 Garum sampai tahun 1980. Kemudian selama 11 tahun menjadi Pastor Paroki XI Pastor paroki di paroki Salib Suci, Cilincing, Jakarta Utara. Tahun 1991-1993 mengikuti kursus di Australia, Philipina dan Girisonta Jogjakarta untuk mempersiapkan sebagai pembina novis CM. Tahun 1993 sampai 1998 memimpin novis CM di serninari Badud, Malang. Tahun 1998 pindah ke paroki St. Maria, Blitar selama 3 tahun. Tahun 2001 menjadi Pastor paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya sampai 2002, lalu tugas di paroki Regina Pacis, Magetan, dan 2009 di St. Maria, Blitar.
SEVERINUS SABTU CM, berkarya tahun 2001 – 2004 Lahir di Ngada, Flores 15-12-1996, ditahbiskan di Surabaya pada 6-9-1998. Tugas pertama 3 tahun di Bojonegoro. Tahun 2001 menjadi romo rekan di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya sampai tahun 2004 lalu pindah ke Sorong, Papua. Sekarang sebagai Superior Domus, domus Surabaya 2.
TETRA VICI ANANTA CM, berkarya tahun 2000 – 2003 di pastoran Don Bosco Lahir di Bojonegoro pada 26-3-1971 dan ditahbiskan di gereja Hati Kudus Yesus oleh Mgr Johanes Hadiwikarta pada 15-8- 2000. Tugas pertama menjadi romo di SMUK St. Louis II dan SMKK St. Louis, dan tinggal di pastoran Don Bosco. Tahun 2003 menjalani studi di Australia selama 2 tahun. Kemudian sejak tahun 2005 sampai sekarang tinggal di paroki St. Marinus Yohanes, Surabaya dan tetap berkarya di persekolahan yayasan Yohanes Gabriel cabang Kristus Raja
TRIWARDOYO CM, berkarya tahun 2004 – 2006 Lahir di Ngawi, 25 Mei 1975, ditabiskan di Kepanjen 22-9-2004. Tugas pertama di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, lalu bertugas di Seminari Garum, study bible di Roma, dosen Kitab Suci di STFT Widya Sasana Malang, dan berkarya sebagai Dewan Penasehat Provinsi dan Ketua Komisi Spiritualitas.
GANI SUKARSONO CM, berkarya tahun 2003 – 2011 sebagai romo kepala paroki ke dua belas Lahir di Bogor, 23-11-1964. Ditahbiskan 8-9-1995. Setelah ditahbiskan mendapat tugas perutusan di Jakarta untuk belajar pendampingan buruh di Lembaga Daya Dharma. Kemudian kembali ke Surabaya untuk mendampingi buruh dan tinggal di St. Vincentius a Paulo, Surabaya. Tugas perutusan lain adalah menjadi Pastor Paroki XII ketua Pengembangan Sosial Ekonomi keuskupan Surabaya dan direktur Lembaga Karya Dharma serta pendampingan anakjalanan dengan mendirikan Yayasan Merah Merdeka. Tahun 2001 pindah tugas untuk mempersiapkan berdirinya paroki Ratu Pencita Damai, Surabaya. Tahun 2003- 2011 kembali ke paroki St. Vincentius a Paulo sebagai romo kepala paroki, lalu diutus ke Serawai, Kalimantan Barat dan tahun 2020 sampai sekarang berkarya di seminari tinggi, Malang
SANTOSO BUDOYO, CM, berkarya tahun 2001 – 2010 Lahir di Surabaya pada 27-1-1942, wafat 2–1–2020, ditahbiskan di gereja Hati Kudus Yesus, Surabaya oleh Mgr A. Dibyokaryono pada 25-1-1980. Tugas pertama di Jombang selama beberapa bulan sebelum melanjutkan studi di Universitas Angelicum, St. Thomas Aquinas, Roma sampai mencapai gelar doktor dalam bidang Hukum Gereja. Tahun 1987 menjadi rektor Universitas Widya Mandala, Madiun kemudian dekan STKlT Widya Yuwana, Madiun dan menjadi romo pembantu di Magetan dan St. Cornelius Madiun. Tahun 1987-2000 juga menjadi ketua komisi Kateketik keuskupan Surabaya. Tahun 2000-2001 membantu paroki St. Maria Blitar dan tahun 2001- 2010 menjadi romo rekan di paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya, lalu menjalani masa purnakarya di komunitas provinsialat Kongregasi Misi di Kepanjen.
WIDAJAKA P CM, berkarya tahun 2003 – 2014 Lahir di Pasuruan, 2-12-1946 dan ditahbiskan di Katedral Malang 25-7-1973. Tugas pertama sebagai Pastor stasi Garum, Slorok selama 5 tahun. Tahun 1978 studi psikologi di Universitas Pontificia Salesiana, Roma sampai 1982. Selesai studi menjadi dosen di STFT Malang sampai sekarang . Tahun 1988 menjadi Pastor paroki St. Vincentius a Paulo, Malang selama 5 tahun. Tahun 1993 menjadi direktur rumah retret GSV, Prigen selama 3 tahun. Kemudian tahun 1996 menjalani tahun Sabat dengan mengambil beberapa kursus di Eropa selama 2 tahun. Tahun 1998 menjadi rektor Universitas Katolik Widya Karya Malang. Tahun 2003 menjadi romo rekan di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, lalu pindah ke paroki Kristus Raja.
DIDIK SETYAWAN CM, berkarya tahun 2006 – 2008 Lahir di Magetan 17-6-1973 ditahbiskan 15-8-2002 kemudian mendapat tugas di paroki St. Cornelius Madiun selama setahun. Tahun 2004 menjadi pendamping para seminaris di seminari menengah Garum selama 3 tahun. Tahun 2006–2008 menjadi romo rekan di paroki St. Vincentius a Paulo sambil mendampingi anak-anak jalanan di Yayasan Merah Merdeka, lalu bertugas di paroki St. Pius X, Blora, menjadi romo kepala paroki St. Theresia, Pandaan, belajar di Philadelphia, Amerika sambil mendampingi Komunitas Katolik Indonesia dan sekarang Superior Domus KalBar.
PAULUS DWINTARTO CM, berkarya tahun 2006–2008 di pastoran Don Bosco dan kembali berkarya tahun 2021 - sekarang Lahir di Jombang pada 30-8-1974 dan ditahbiskan pada 15-8- Tugas pertama di wira merdeka dan yayasan Lazaris, menangani SMUK St. Louis II dan SMKK St. Louis, tahun 2004-2011 tugas di Don Bosco lalu di paroki Ratu Pecinta Damai, Pogot, lalu menjalani studi sosiologi dan Bahasa di Amerika, dan sebelum kembali ke Indonesia sempat terdampak pandemi (menjadi pasien covid dengan pengobatan Chloroquine di Amerika, sebelum penggunaannya dilarang). Bulan Juli 2020 bertugas di Marinus Yohanes dan Yayasan kasih bangsa, dan bulan Agustus 2021 kembali mendapat tugas perutusan di paroki St. Vincentius a Paulo bersama sederet (10) surat tugas yang lain, antara lain Vikep Kategorial dan Ketua Komisi Kerasulan.
RAFAEL ISHARIANTO, CM, berkarya tahun 2008 - 2013 Lahir di Malang, 25-6-1967, ditahbiskan di gereja Katedral ‘Hati Kudus Yesus’, Surabaya, 27-8-1996. Pertama bertugas di Salib Suci, Cilincing (14 Oktober 1996–1 Juni 1998). Lalu belajar di Institut di L’Institut Catholique de Paris, Perancis hingga 2003 sambil bertugas di paroki “Sainte-Colombe”, di Chevilly-Larue, Perancis (1998–2000), lalu di paroki “Saint-Léonard”, di L’Haÿles- Roses, Perancis (2000–2003). Tahun 2003–2007 bertugas sebagai pembina di Seminarium Internum “St. Justinus de Jacobis”, Malang, sambil bertugas sebagai Dosen teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) “Widya Sasana”, Malang, sampai sekarang. Kemudian bertugas di Paroki “St. Vincentius a Paulo”, Malang sampai tahun 2008. Tahun 2008 – 2013 berkarya di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, lalu melanjutkan sebagai Pembina rohani di rumah retret ‘Griya Samadhi Vincentius’, di Prigen sampai tahun 2016. April 2016 sampai sekarang studi lanjut doktoral teologi di Radboud University of Nijmegen, dan sebagai Superior para romo CM di
MARKUS RUDY HERMAWAN, CM, berkarya tahun 2008 – 2016 Lahir 21-8-1969, ditahbiskan 8-9-1998. Mulai September 2008 – Agustus 2016 bertugas di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya sambil berkarya di Yayasan Kasih Bangsa. Sekarang berkarya sebagai Dewan Penasehat Provinsi dan Superior Domus Kediri Blitar.
STEPHANUS RUDY SULISTIJO, CM, berkarya tahun 2011 – 2012, sebagai romo kepala paroki ke tiga belas Lahir di Surabaya 19-3-1967, ditahbiskan 27-8-1996. Pernah berkarya di seminari Malang tahun 2005, di paroki mulai 2011, peletakan relique (17 Februari 2012), dan mendampingi pemberkatan gereja oleh Mgr V. Soetikno W, CM, berkarya sebagai sekretaris Yayasan lazaris (2014 – 2016), lalu sebagai pastor paroki pertama di SVAP Batulicin. Tahun 2018 kembali tinggal, membantu di paroki St. Vincentius a Paulo merangkap sebagai Superior Domus Surabaya 3, sebelum Juni 2021 diutus sebagai bendahara, bermisi di Belanda
PAULUS SUPARMONO, CM, berkarya tahun 2012 – 2015, sebagai romo kepala paroki ke empat belas Lahir di Kulon Progo, 27-7-1962, tahun 1985 di Institut Tinggi Filsafat dan Teologi di Malang. Dari tahun 1994 – 1996 menempuh pendidikan hingga memperoleh gelar Master di Universitas Kepausan St. Thomas Aquinas di Roma. Dari tahun 1992 – 2006 sebagai guru dan formator di tiga seminari di Pada tahun 2006 - 2011 terpilih sebagai provinsialat CM, lalu pada tahun 2011-2012 menjadi kapelan di paroki St. Thomas Aquinas di Philadelphia (Amerika Serikat), hingga 2012 – 2015 berkarya sebagai romo kepala paroki St. Vincentius a Paulo, sebelum ditugaskan sebagai rektor interdiosesan “Holy Name of Mary “, seminari di Archdiocese Honiara, Solomon Island.
BERTINUS BANI SUATMADJI, CM, berkarya tahun 2013 – 2016 Lahir di 28-6-1956, ditahbiskan 11-9-1991 Pernah berkarya di SVAP Malang (31 Januari 2001 – 1 Oktober 2001), lalu menggantikan romo Stanislaus sebagai kepala paroki di paroki St. Mikael, kemudian bertugas di Salib Suci, Cilincing, bertugas sebagai romo rekan di SVAP Surabaya sampai 05 September 2016, melanjutkan tugas ke paroki Kelahiran Santa Perawan Maria, lalu sekarang berkarya sebagai ekonom Domus
LAURENTIUS KARSIYANTO, CM, berkarya tahun 2014 – sekarang Lahir di Kediri, 28-10-1951, ditahbiskan 3-10-1981. Pernah berkarya di Salib Suci, Cilincing (1996 – 2000), lalu di paroki St. Maria Blitar (2003 – 2009) dan paroki St. Perawan Maria, Gresik (2011 – 2014), lalu sampai sekarang di paroki St. Vincentius a Paulo
ANTONIUS SAPTA WIDADA, CM, berkarya tahun 2015 – 2021 sebagai romo kepala paroki ke lima belas Lahir di Klaten, 12-12-1959 Ditahbiskan 8-9-1995 di Katedral Motto tahbisan “ INI AKU UTUSLAH AKU” Awal perutusan di Seminari Tinggi Dioses Sintang yang berada di Bandung. Nama Seminari itu “Betang Batara” di tahun 1995 – 1998. Selanjutnya di Paroki Santa Maria Diangkat Ke Surga, Nanga Pinoh, Kalimantan Barat, di tahun 1998 – 2002. Perutusan ke tiga di Paroki Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok, Jakarta Utara di tahun 2002 – 2008, lalu di Paroki Kelahiran Santa Perawan Maria di Surabaya pada tahun 2008 – 2011. Perutusan ke lima di Paroki Santa Maria, Blitar di tahun 2011- 2015, sekaligus sebagai romo Vikep, perutusan ke enam di Paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya, di tahun 2015-2021, sekaligus merangkap sebagai romo Vikep Kategorial dan Vikaris Episkopalis. Lalu diutus ke Paroki St. Paulus, Bojonegoro mulai tahun 2021.
YUSUP GUSTI KETUT PRIHATMONO, CM, berkarya tahun 2016 – 2020 Lahir di Blora 16-4-1969 ditahbiskan 08-09-1999. Tugas pertama di paroki Fransiskus Xaverius, Tanjung Priok, lalu tahun 2000–2005 melanjutkan tugas di Griya Samadi Vincentius, Prigen, tahun 2005–2009 bertugas di John Gabriel Perboyre, Nanga Pinoh, Kalimantan Barat, lalu 2009–2011 melanjutkan tugas di paroki Keluarga Kudus, Pontianak, lalu berkarya di rumah retret Domus Mariae, Sarangan, Magetan, dan September 2016 – Agustus 2020 bertugas sebagai romo rekan di paroki St. Vincentius a Paulo, merangkap sebagai pemimpin rohani dewan nasional SSV, hingga melanjutkan sebagai romo kepala paroki di Marinus Yohanes per 15 Agustus 2020. Awal tahun 2021 menggantikan alm RP. Agustinus Dodik Ristanto, CM sebagai romo Vikep Surabaya Utara
IGNATIUS PRIAMBODO W. S., CM, berkarya tahun 2020 – sekarang Lahir di Madiun, 1 – 4 – 1981, ditahbiskan 8 – 9 – 2009, sebelum ditahbiskan, pernah melayani di paroki St. Vincentius a Paulo, bersama Romo Paulus. Menjalani tugas pertama sebagai pastor rekan di paroki gerja Kristus Terang Dunia, Tofoi, Bintuni – Papua Barat, (selama 3,5 tahun), lalu bertugas di SVAP Batulicin, melanjutkan sebagai romo kepala paroki St. Yusuf, Kotabaru, dan mulai 2020 berkarya di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya. Meskipun divonis jantung coroner dan sempat diminta kembali ke keluarga, namun semangat melayani romo Pri masih tinggi, beliau kembali hadir melayani umat.
AGUSTINUS SUKARYONO, CM, berkarya sebagai romo kepala paroki ke enam belas tahun 2021 – sekarang Lahir di Sleman, 1 – 8 – 1973, ditahbiskan 15 – 8 – 2001. Menjalani tugas pertamanya di seminari, lalu menjadi romo paroki pertama kali di SVAP Malang (15 Januari 2004 – Oktober 2006), lalu pindah ke Magetan (± 2 tahun), lalu ke Tanjung Priok (± 5 tahun), lalu berkarya di Surabaya menggantikan Romo Heru (± 2 tahun), membantu Romo Kukuh yang sakit setelah pulang dari Chicago, lalu akhir tahun 2015 – Agustus 2021 berkarya di Papua Nu Gini, dan melanjutkan sebagai romo kepala paroki ke enam belas di paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya.
Profil
Gereja St. Vincentius a Paulo Surabaya
Gereja St. Vincentius a Paulo Surabaya
Gereja St. Vincentius a Paulo Surabaya
Goa Maria - St. Vincentius a Paulo Surabaya
Balai Paroki - St. Vincentius a Paulo Surabaya
Jadwal Misa - Paroki
MISA | WAKTU |
---|---|
Sabtu | 18.00 (diawali rosario 17.30) |
Minggu | 06.00 | 08.00 | 10.00 | (18.00 WIB diawali rosario 17.30) |
Harian (Pagi) | Senin – Sabtu (05.30) |
Harian (Sore) | Selasa & Jumat (18.00 diawali rosario 17.30) |