Jl. P. Diponegoro No. 91-93, Rembang – 59211
: ---
: Gereja Katolik Santo Petrus dan Paulus Rembang
: ---
Sejarah
Lahirnya Stasi Rembang.
Pada awalnya, gereja Katolik di Rembang merupakan stasi dari Gereja Cepu. Stasi ini secara berkala dikunjungi oleh para imam misionaris dari Ordo Jesuit yang pada waktu itu berkedudukan di Surabaya. Setelah daerah misi Surabaya diserahkan kepada Ordo Lazaristen yaitu Romo-romo CM, Kota Cepu yang memiliki umat Katolik lebih banyak dibanding kota-kota sekitarnya (kebanyakan mereka adalah orang Belanda karyawan minyak BPM) ditingkatkan menjadi paroki beserta romo-romo tetapnya. Romo-romo secara berkala berkunjung ke stasi-stasi di sekitar cepu seperti Blora, Rembang, Bojonegoro, dan sebagainya. Salah satu Romo yang pernah bertugas di Cepu adalah Bapa Uskup Johannes Klooster, CM.
Seminari Tinggi CM di Rembang.
April 1952. Pada waktu ini, Seminari Menengah ada di Jalan Dinoyo 42 Surabaya. "Siswa-siswa kelas tertinggi akan menyelesaikan studinya pada bulan Agustus beberapa bulan lagi. Sesudah itu mereka akan dikemanakan?" Demikian Romo Piet Boonekamp, CM mengawali Memoir-nya mengenai pendirian Seminari Tinggi CM di indonesia.
Tahun 1952 Romo Piet Boonekamp tiba di Indonesia dari Belanda setelah diusir dari Cina oleh pemerintah komunis. Dia adalah mantan misionaris Cina. "Lihat ... kebetulan ada pastor yang datang dari Cina. Rupanya dia juga meminati filasafat. Dengan dia, soalnya [soal Seminari Tinggi untuk filsadat] pasti beres!" Seru beberapa formator Seminari Jalan Dinoyo menyambut kedatangan Romo Piet Boonekamp. Begitulah, "awal" pendirian Seminari Tinggi CM Indonesia. Pada waktu itu, pendidikan di Seminari Tinggi memisahkan bidang filsafat dan teologi. Bidang filsafat biasanya ditempuh dua tahun. sesudahnya teologi memakan waktu kurang lebihempat tahun. Berikut ini beberapa kutipan dari Memoir Romo Piet Boonekamp, yang merupakan Romo Rektor pertama Seminari Tinggi CM Indonesia:
Siswa [maksudnya mahasiswa] filsafat tahun pertama (yaitu Reksosubroto, Sastropranoto, dan Sutarno, keponakan Romo Dwidjo) masih tinggal di Jalan Dinoyo sampai menemukan tempat yang sesuai [untuk Seminari Tinggi]. Saya memberi pelajaran kepada mereka plus empat siswa di kelas enam, ''hermeneutica''; untuk studi filsafat, saya pakai yang digunakan di Panningen, yaitu buku orthodox-skolastik ''Boyer''.
Pada tahun pelajaran 1953-1954, sementara dicarikan tempat [untuk Seminari Tinggi] ... rasanya lama tidak ditemukan ... dan hanya di Rembang dijumpai rumah yang cukup luas, namun masih dihuni oleh komandan TNI setempat, yang katolik, dan yang terus berusaha mendapatkan ijin dari atasannya untuk pindah tugas. setelah ditunggu-tunggu, belum juga ada titik-titik penyelesaian, akhirnya diputuskan untuk pindah ke Rembang saja. Untuk sedikit memberi tekanan moril, dimulai saja di ruang-ruang samping sebuah pabrik es. Letaknya di dekat pantai. Ruang-ruangnya memang masih perlu diperbaiki, tetapi permulaan Oktober kita mulai saja kuliah lagi. Sastro, Reksosubroto, Sutarno, dan adik kelasnya Haryanto dan Sunaryo. Mereka adalah mahasiswanya. Sementara pimpinan tunggal dipegang kami sendiri (sambil menunggu Kees van Dosrt yang masih studi di Roma).
Permulaan Desember 1953 kita dapat menempati rumah yang selanjutnya akan menjadi Pasturan. Di persil sebelahnya terdapat semacam kandang ayam, bersandar miring pada tembok Seminari (atau Pasturan nantinya), yang dipakai untuk sementara sebagai kapel dan Gereja umat paroki. Itu dulu berkat usaha Romo Jan Helmes. Romo Hadi Pr kadang-kadang mempersembahkan Misa di "bekas kandang ayam" itu. Romo Heuvelmans, CM kadang-kadang datang dari Cepu, memberi pengakuan dosa plus konferensi.
Tahun pelajaran berikutnya 1954, pelajaran filsafat tanpa ketiga frater yang terdahulu (karena Rekso dan Sastro ke Nederland untuk melanjutkan studi teologi, sementara Sutarno mengundurkan diri). Tinggal frater Sunaryo, Haryanto, ditambah yang baru, Suharto dan Karel Dommers. Yang terakhir merupakan mantan murid dari Don Bosco yang lama sesudahnya menjadi direktur dari pabrik Prodent, di muka Don Bosco.
Rembang - Surabaya berjarak 200 Km. Tidak mudah perjalanan rute kedua kota pada waktu itu. Tidak ada bus atau opelet di rute trayek ini (lewat pantai utara); dengan kereta api lewat Blora Cepu membutuhkan waktu hampir 12 jam. Maka, cara terbaik perjalanan Rembang Surabaya (pulang pergi) ialah dengan sepeda motor kecil (yaitu Kapteyn Mobylette 27 cc dengan kecepatan maksimum 27 km/jam). Cara yang paling bagus untuk perjalanan ialah waktu malam, jam dua (dini hari) berangkat dari Rembang. Kondisi jalan masih sepi ... Saya dengan gas penuh sampai di Tuban kira-kira pukul 05.30. Di sana saya mengisi tangki dua kaleng bensin yang dibawa dari rumah; makan satu dua potong roti, dan terus ke Surabaya. Tiba di Surabaya pukul 09.00. Hari berikutnya, saya kembali, membawa uang seperlunya untuk membiayai hidup kita yang amat sederhana. Berangkat dari Surabaya sekitar pukul 12 siang, tiba di Rembang pukul 20.00 (delapan malam).
Riwayat selanjutnya dari "Seminari Tinggi CM" ini ialah pada bulan Agustus 1955 Frater Suharto berangkat ke Nederland untuk melanjutkan studi teologi; sementara itu siswa-siswa kelas enam dari Seminari Menengah di Jalan Dinoyo 42 nantinya akan memulai novisiatnya dengan Romo Bastiaensen CM di salah satu bagian dari Seminari Garum ... Maka, pada tahun 1955 habislah tugas saya di "Seminari Tinggi CM".1
Seminari Tinggi CM Indonesia memiliki kisah awal yang bersahaja. Tidak mulai dengan sebuah rencana yang hebat dengan gedung yang megah. Tetapi, "keberanian" untuk memulai kendati sarana dan prasarana sangat terbatas telah membuka sebuah lembaran kemandirian baru dalam formasio para calon imam. Untuk selanjutnya, Seminari Tinggi CM ada di Garum (novisiat), kemudian Kediri (filsafat dan teologi), dan akhirnya pindah ke Malang (1971).
Masa Penantian.
Semasa pendudukan Jepang, para misionaris yang berkebangsaan Belanda banyak yang ditawan oleh Pemerintah Jepang sehingga banyak kegiatan misi yang terbengkalai. Demikian pula halnya dengan stasi Rembang yang lama tidak mendapat kunjungan dari gembalanya. Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya sampai masa Clash I dan II ada beberapa imam militer Belanda yang secara berkala mempersembahkan misa di stasi Rembang antara lain Romo Rademaker, setelah revolusi fisik berakhir barulah umat Katolik di Rembang dikunjungi kembali oleh para Imam Praja/Jesuit dari kota Solo dan Kediri antara lain : Romo Danu Pr, Romo Adi Soedjono Pr, Romo Adi Soedarso Pr, dan sebagainya.
Gereja Kecil di Jalan Diponegoro.
Mengingat perkembangan umat Katolik di Stasi Rembang yang cukup menggembirakan, dirasa perlu untuk memiliki sebuah tempat ibadat sendiri. Oleh karena itu, beberapa orang Katolik berinisiatif untuk membeli sebidang tanah di jalan P. Diponegoro. Dan berdirilah sebuah bangunan gereja, walaupun kecil namun merupakan kebanggaan orang Katolik Rembang pada waktu itu. Gereja ini diberi nama Stella Maris yang berarti Bintang Laut. Gereja yang masih merupakan stasi ini setiap bulan mendapat kunjungan dari Romo-Romo Cepu, Bojonegoro dan sebagainya.
Agar umat Katolik Rembang memperoleh siraman rohani setiap hari, beberapa tokoh umat mengajukan usul kepada Uskup Johannes Klooster, CM agar di Rembang ditempatkan seorang Romo yang tetap. Usul tersebut disetujui oleh Bapa Uskup, dengan syarat umat Katolik di Rembang harus dapat menyediakan sebuah gedung untuk ditempati sebagai Seminari Agung, pindah dari Surabaya. Dengan berkat Tuhan, syarat ini dapat dipenuhi dengan dibelinya rumah di jalan P. Diponegoro 91 (sekarang jadi gedung Pastoran). Dan pada akhir tahun 1953 ditempatkan seorang Iman tetap di Stasi Rembang, yaitu Romo W. Jansen, CM. Sejak saat itu umat Katolik Rembang dapat mengikuti misa kudus setiap hari.
Setiap kali misa pada hari Minggu gereja kecil di jalan Diponegoro selalu dipenuhi umat. Timbul pemikiran untuk memperbesar gedung tersebut sesuai dengan kebutuhan. Setahun kemudian pada tahun 1954 berdirilah sebuah gereja ukuran 7 x 14 meter, lengkap dengan menaranya. Nama gereja tersebut diganti menjadi Gereja Santo Petrus dan Paulus (yang dirayakan tiap tanggal 29 Juni). Dan tepat pada hari raya Minggu Palma gedung Gereja yang baru diberkati oleh Bapa Uskup Johannes Klooster, CM.
Perkembangan Selanjutnya. Babat alas.
Dengan adanya seorang Romo tetap di Paroki Rembang maka pembinaan rohani umat Katolik dapat lebih terpelihara, tidak hanya di dalam kota tapi juga sampai ke pelosok-pelosok desa. Romo W. Jansen, CM (1954-1957), Imam pertama yang berkarya sejak Paroki Rembang diresmikan, mulai membuka stasi-stasi baru di desa Kajar, Mantingan, Karangsekar, Pacar dan sebagainya. Karya sosial di bidang pendidikan pun tidak dilupakan. Pada tahun 1954 di kota Rembang dibuka Taman Kanak-Kanak disusul oleh Sekolah Dasar Katolik satu tahun kemudian. Langkah selanjutnya adalah mendirikan sekolah di stasi Lasem yaitu SMP Katolik Hamong Putro, yang waktu itu masih sangat sederhana. SMPK ini belum mempunyai gedung sendiri, tapi masih menyewa/dipinjami oleh seorang penduduk di Babagan.
Gereja Baru.
Tahun 1957 Romo AV. Rijnsoever, CM menggantikan Romo W. Jansen, CM sebagai seorang gembala. Beliau sangat tekun, penuh prakarsa dan tidak kenal lelah. Di bawah bimbingannya Paroki Rembang berkembang lebih pesat lagi. Beliau mulai mengaktifkan kehidupan organisasi Katolik seperti WKRI, PGK, Pemuda Katolik, Buruh Tani, Nelayan, Pangruktiloyo, MC, Legio Maria dan sebagainya. Di bidang pendidikan, Romo AV. Rijnsoerver, CM memprakarsai berdirinya SMP OV. Slamet Riyadi di kota Rembang. Atas jasa beliau berdirilah gedung gereja yang baru sehingga umat Katolik Paroki Rembang memiliki gereja yang cukup megah dan representatif sampai sekarang.
Berkembangnya Karya Sosial.
Tahun 1964 Romo Siveri Rolando, CM menggantikan Romo AV. Rijnsoerver, CM. Pada waktu pertama kali datang di paroki Rembang beliau sama sekali tidak bisa berbasaha Indonesia sehingga masih perlu didampingi oleh Romo Rijnsoerver. Tapi keadaan itu tidak berlangsung lama. Setelah lancar berbahasa Indonesia, Romo Siveri mulai aktif terjun sampai ke stasi-stasi yang ada di pelosok seperti Kragan, Sale, Karangsekar, Mantingan, Bulu, Sumber, Lasem dan Kajar. Beliau juga memprakarsai berdirinya kapel di stasi Lasem.
Pada awal bulan Oktober 1965 datanglah Romo Fornasari Sebastiano, CM sebagai Romo pembantu di Paroki Rembang. Karyanya di bidang sosial adalah mendirikan poliklinik Santo Vincensius berlokasi di belakang gereja dan dibuka untuk umum. Pengelolaan. Poliklinik ini diserahkan ke suster-suster Bunda Maria. Akhir tahun 1965 beliau mendirikan percetakan “Sang Timur” dan pada tahun 1967 membangun kapel di lereng gunung Lasem di daerah Kajar.
Seiring dengan perkembangan umat di Rembang dirasa perlu untuk mengembangkan sarana pendidikan Katolik. Maka Romo Fornasari Sebastiano, CM mulai merintis berdirinya sekolah-sekolah kejuruan. Pada Tahun 1968 di kota Rembang didirikan SMEA Katolik Yos Sudarso. Dan pada tanggal 1 Januari 1969 berdirilah sebuah lembaga pendidikan kejuruan bagi mereka yang sudah tamat SLTA, yaitu Pendidikan Kejuruan “Mgr. Soegijopranoto” yang diresmikan pada tahun 1971.
Pada tahun 1972 Romo Carlo del Gobbo, CM menggantikan Romo Siveri Rolando, CM. Beliau mulai mengadakan rapat-rapat rutin tiap bulan, serta mengaktifkan organisasi-organisasi Katolik yang ada. Pada tahun yang sama (1972) Romo Valentino Bosio, CM datang sebagai Romo pembantu di Paroki Rembang. Waktu pertama kali datang, beliau sama sekali tidak dapat berbahasa Indonesia. Namun berkat keinginan dan usaha keras serta pergaulannya yang luwes baik dengan anak-anak maupun dewasa, baik di desa/pelosok maupun di kota maka dengan cepat beliau dapat menyesuaikan diri dan lancar berbahasa Indonesia. Beliau adalah seorang pekerja keras, tidak menganal lelah, siang dan malam bertugas ke pelosok-pelosok dan seluruh stasi.
Untuk lebih meningkatkan kinerja dan kegiatannya maka jumlah lingkungan yang semula ada 12 diperkecil menjadi 6 lingkungan. Kegiatan retret ditingkatkan, meliputi para guru, anggota Dewan Paroki, Ketua Lingkungan dan guru agama.
Pembangunan Kapel-Kapel.
Pada Tahun 1975 untuk kedua kalinya Romo Fornasari Sebastiano, CM datang di Paroki Rembang menggantikan Romo Carlo del Gobbo, CM sebagai Romo Paroki. Seperti tahun-tahun sebelumnya semangat Romo Fornasari untuk selalu meningkatkan iman umatnya tidak pernah surut. Dalam karyanya selama 12 tahun (1975 – 1987) beliau berhasil mendirikan :
-
Kapel Santa Maria Medali Wasiat di stasi Jatirejo (akhir 1978).
-
Kapel Ave Maria di stasi
-
Kapel Hati Kudus Yesus di stasi
-
Kapel Santa Maria di stasi
-
Kapel Maria Ratu Rosario di Stasi
Pada Tahun 1987 Romo J. Sastropranoto, CM mulai bertugas di Paroki Rembang menggantikan Romo Fornasari Sebastiano, CM sebagai Romo Paroki. Karyanya selama 8 tahun (1987-1995). Karya beliau adalah :
-
Mendirikan kapel Stasi Pacar dimana sebagian besar umatnya adalah
-
Melanjutkan pembuatan kapel di Jatirejo.
-
Memperbaiki sebagian gedung SMEA (membuat tingkat)
Pembagian Wilayah Awal
A. Lingkungan :
1. Lingkungan Santo Andreas.
2. Lingkungan Santi Bartolomeus.
3. Lingkungan Santo Filipus.
4. Lingkungan Santo Mateus.
5. Lingkungan Santo Paulus.
6. Lingkungan Santo Petrus.
7. Lingkungan Santo Simon.
8. Lingkungan Santo Thomas.
9. Lingkungan Santo Yohanes Rasul.
B. Stasi :
1. Stasi Bulu Mantingan.
2. Stasi Jasem Loh Gede.
3. Stasi Jatirejo.
4. Stasi Kajar.
5. Stasi Kaliori.
6. Stasi Karang Sekar.
7. Stasi Kragan.
8. Stasi Lasem.
9. Stasi Pacar.
10. Stasi Sale.
Pembagian Wilayah Saat Ini
A. Wilayah :
a. Wilayah I meliputi lingkungan :
1. Lingkungan Santo Andreas.
2. Lingkungan Santo Bartolomeus.
3. Lingkungan Santo Petrus.
4. Lingkungan Santo Paulus.
b. Wilayah II meliputi lingkungan :
1. Lingkungan Santo Mateus.
2. Lingkungan Santo Yohanes Rasul.
3. Lingkungan Santo Thomas.
c. Wilayah III meliputi lingkungan :
1. Lingkungan Santo Simon.
2. Lingkungan Santa Veronika.
3. Lingkungan Santo Markus.
4. Lingkungan Santo Lukas.
B. Lingkungan :
1. Lingkungan Santo Andreas.
2. Lingkungan Santi Bartolomeus.
3. Lingkungan Santo Mateus.
4. Lingkungan Santo Paulus.
5. Lingkungan Santo Petrus.
6. Lingkungan Santo Simon.
7. Lingkungan Santa Veronika.
8. Lingkungan Santo Thomas.
9. Lingkungan Santo Yohanes Rasul.
10. Lingkungan Santo Markus.
11. Lingkungan Santo Lukas.
C. Stasi :
1. Stasi Bulu Mantingan.
2. Stasi Jatirejo.
3. Stasi Kajar.
4. Stasi Kaliori.
5. Stasi Karang Sekar.
6. Stasi Kragan.
7. Stasi Lasem.
8. Stasi Pacar.
9. Stasi Sale.
Profil
Gereja St. Petrus & Paulus Rembang
Goa Maria - St. Petrus & Paulus Rembang
Balai Paroki -St. Petrus & Paulus Rembang
Jadwal Misa - Paroki
MISA | WAKTU |
---|---|
Senin – Kamis (misa harian) | 06.30 |
Jumat | 17.00 |
Sabtu | 17.00 |
Minggu | 07.00 |
Kapel “Santa Maria Immaculata” stasi Lasem | --.-- |
Kapel “Santa Maria Medali Wasiat” stasi Jatirejo | --.-- |
Kapel “Ave Maria” stasi Kajar | --.-- |
Kapel “Hati Kudus Yesus” stasi Karangsekar | --.-- |
Kapel “Santa Maria” stasi Sale | --.-- |
Kapel “Maria Ratu Rosario” stasi Kragan | --.-- |
Kapel “Santo Yakobus” stasi Pacar | --.-- |