KEPADA PARA USKUP KATOLIK SEDUNIA

Yang terhormat para saudara, salam sehat dan berkat apostolik

PENGANTAR

Tanda besar di langit yang dilihat oleh Rasul Yohanes, “seorang perempuan berselubungkan matahari,”[1] ditafsirkan oleh Liturgi suci,[2] bukan tanpa dasar, dengan merujuk pada Maria yang terberkati, bunda seluruh umat manusia dengan rahmat Kristus, Sang Penebus.

Saudara-saudara yang terhormat, kenangan ini masih hidup dalam pikiran kita dengan perasaan besar yang kita rasakan dalam mewartakan Bunda Allah yang mulia sebagai Bunda rohani Gereja, yakni, Bunda dari semua umat beriman dan para gembala yang kudus, sebagai puncak sidang ketiga Konsili Vatikan Kedua, sesudah dengan resmi mengumumkan Konstitusi Dogmatik tentang Gereja.[3] Juga, demikian besar kegembiraan banyak Bapa Konsili dan umat beriman yang hadir dalam upacara suci di Basilika Santo Petrus serta kegembiraan seluruh umat Kristiani yang tersebar di seluruh dunia.

Kenangan itu secara spontan menyembul di pikiran banyak orang tentang kemenangan agung pertama yang dicapai oleh “hamba Allah” yang rendah hati[4]  ketika para Bapa dari Timur dan Barat, yang berkumpul dalam suatu konsili ekumenis di Efesus pada tahun 431, menyambut Maria sebagai “Theotokos” – Bunda Allah. Umat Kristiani dari kota yang termasyhur itu menggabungkan diri mereka sendiri dengan suatu dorongan iman yang penuh kegembiraan dengan sukacita besar para Bapa dan menyertai mereka dengan cahaya suluh menuju kediaman mereka.

Ya, tentu dengan begitu banyak kepuasan keibuan yang dipandang oleh Perawan Maria terhadap para gembala dan umat beriman dalam masa bersejarah yang jaya dari Gereja, dengan mengakui dalam nyanyian-nyanyian pujian, yang diangkat terutama untuk menghormati Sang Putra dan kemudian untuk dirinya sendiri, gema nyanyian pujian profetik yang dengan dorongan Roh Kudus telah diangkatnya sendiri bagi Yang Mahatinggi;

“Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan nama-Nya adalah kudus.”[5]

Pada kesempatan upacara religius yang berlangsung pada saat ini untuk menghormati Bunda Allah, Perawan, di Fatima, Portugal, di mana ia dihormati oleh umat beriman yang tak terhitung jumlahnya karena hatinya yang penuh keibuan dan berbelas kasih,[6] kami ingin meminta perhatian semua putra Gereja sekali lagi kepada ikatan tak terpisahkan antara keibuan rohani Maria, yang begitu banyak digambarkan di dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja (dari konsili)[7] dan kewajiban orang-orang yang ditebus kepadanya, Bunda Gereja.

Setelah diakui, berdasarkan sejumlah besar kesaksian yang diberikan oleh teks-teks suci dan oleh para Bapa suci serta dikenang dalam konstitusi tersebut di atas, bahwa “Maria, Bunda Allah dan Bunda Penebus”[8] telah “disatukan kepada-Nya dengan ikatan yang erat dan tak terpisahkan”[9] dan bahwa ia memiliki peran yang sangat istimewa dalam “misteri Sabda yang Menjelma dan Tubuh Mistik,”[10] yaitu, dalam “tata keselamatan,”[11] tampak jelas bahwa Sang Perawan “sudah sepantasnya dihormati oleh Gereja dengan suatu penghormatan khusus,[12] terutama secara liturgis,”[13] tidak hanya sebagai “Bunda Allah yang mahakudus, yang mengambil bagian dalam misteri-misteri Kristus,”[14] tetapi juga sebagai “Bunda Gereja.”[15]

Juga tidak perlu dikhawatirkan bahwa pembaruan liturgis, jika dipraktikkan menurut rumus “prinsip iman menentukan aturan doa”[16] bisa merugikan penghormatan “yang sepenuhnya istimewa”[17] karena Santa Perawan Maria atas hak istimewanya, menjadi yang pertama di antara segala makhluk dalam martabat sebagai Bunda Allah. Juga tidak perlu ditakutkan bahwa penghormatan yang lebih besar, secara liturgis maupun privat, yang diberikan kepadanya akan menghalang-halangi atau mengurangi “kebaktian yang diberikan kepada Sabda yang Menjelma, juga kepada Bapa dan Roh Kudus.”[18]

Dengan demikian, tanpa ingin mengulangi lagi di sini, saudara-saudara yang terhormat, ajaran tradisional Gereja tentang peran Bunda Allah dalam rencana keselamatan dan relasinya dengan Gereja, kita percaya bahwa, jika kita mempertimbangkan dua kebenaran yang sangat penting bagi pembaruan hidup Kristiani, kita akan melakukan sesuatu yang sangat bermanfaat bagi jiwa-jiwa umat beriman.

BAGIAN PERTAMA

Kebenaran pertama adalah: Maria adalah Bunda Gereja, bukan hanya karena ia adalah Bunda Kristus dan rekan kerja-Nya yang paling intim dalam “tata keselamatan ketika Putra Allah mengambil rupa seorang manusia darinya, yakni Dia dalam misteri-misteri kedagingan-Nya dapat membebaskan manusia dari dosa,”[19] melainkan juga karena “ia menerangi segenap jemaat terpilih sebagai teladan keutamaan.”[20] Sesungguhnya, sebagaimana tidak ada seorang ibu yang dapat membatasi tugasnya bagi generasi manusia baru tetapi harus memperluasnya kepada fungsi memelihara dan mendidik anak-anaknya, demikian pula Santa Perawan Maria yang terberkati. Sesudah berperan serta dalam korban penebusan Sang Putra, dan dengan sedemikian erat (dengan-Nya) sehingga pantas untuk dinyatakan oleh-Nya sebagai Bunda, tidak hanya bagi murid-Nya Yohanes tetapi – jika kami diperbolehkan untuk menegaskannya – juga Bunda seluruh umat manusia yang dalam cara tertentu diwakilinya,[21] dia, saat ini  dari surga, terus melaksanakan fungsi keibuannya sebagai rekan kerja dalam kelahiran dan pengembangan hidup ilahi terhadap jiwa-jiwa individual orang-orang yang ditebus. Inilah kebenaran yang paling menghibur yang, oleh persetujuan bebas Allah yang mahabijaksana, menjadi bagian yang terintegrasi dengan misteri penyelamatan manusia; sehingga kebenaran ini harus dipegang teguh sebagai iman oleh segenap umat Kristiani.

Tetapi dengan cara apakah Maria bekerja sama dalam pertumbuhan kehidupan rahmat para anggota Tubuh Mistik? Pertama-tama, melalui doa-doanyanya yang tak kunjung putus yang diilhami oleh cinta kasih yang berkobar-kobar. Sesungguhnya, Perawan Suci, meskipun bersukacita dalam persatuan dengan Tritunggal yang mulia, tidak melupakan kemajuan Putranya, seperti yang dilakukannya sendiri dalam “peziarahan iman.”[22] Sungguh, dengan merenungkan jemaat dalam Allah dan melihat kebutuhan mereka secara jelas, dalam persekutuan dengan Yesus Kristus, “yang hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka,”[23] ia menjadikan dirinya Pembela, Pembantu, Penolong, dan Perantara mereka.[24] Dari perantaraannya bagi Umat Allah kepada Sang Putra, Gereja telah diyakinkan sejak abad-abad pertama, seperti dibuktikan oleh antifon yang paling kuno ini, dengan sedikit perbedaan, menjadi bagian doa liturgis di Timur serta di Barat: “Kami berlindung di bawah perlindungan kemurahan hatimu, O Bunda Allah; janganlah menolak permohonan kami yang membutuhkan tetapi selamatkanlah kami dari kebinasaan, wahai engkau yang terberkati.”[25] Siapa pun tidak boleh berpikir bahwa campur tangan keibuan Maria akan membahayakan daya kuasa utama dan tak tergantikan dari Kristus, Penyelamat kita. Sebaliknya, campur tangannya mendapatkan kekuatannya dari pengantaraan Kristus yang menjadi buktinya yang terang benderang.[26]

Tetapi kerja sama Bunda Gereja dalam pengembangan kehidupan ilahi jiwa-jiwa tidak berakhir dengan permohonan kepada Sang Putra. Ia menggunakan pengaruh lain kepada orang-orang yang ditebus: pengaruh teladan. Suatu pengaruh yang sungguh paling penting, menurut aksioma terkenal: “Verba movent, exempla trahunt” (Perkataan itu menggerakkan, tetapi teladan itu memikat hati). Senyatanya, sebagaimana ajaran orangtua menjadi jauh lebih manjur jika itu diperkuat oleh teladan hidup yang sesuai dengan norma-norma kebijaksanaan manusiawi dan Kristiani, demikian halnya kemanisan dan pesona yang memancar dari keutamaan luhur Bunda Allah yang tanpa noda dosa memikat jiwa-jiwa dengan cara yang menarik untuk meniru model ilahi, Yesus Kristus, yang mana ia menjadi gambarnya yang paling setia. Karena itu, konsili menyatakan: “Gereja, dengan penuh khidmat mengenangkan Maria, serta merenungkannya dalam terang Sabda yang menjadi manusia, dan dengan demikian secara makin mendalam memasuki misteri Inkarnasi yang agung, dan semakin menjadi serupa dengan Mempelainya.”[27]

Lebih jauh lagi, baiklah diingat bahwa kekudusan Maria yang istimewa bukan hanya suatu karunia luar biasa dari kemurahan hati ilahi. Kekudusannya itu juga merupakan buah kerja sama terus-menerus dan murah hati dari kehendak bebasnya dalam gerak batin Roh Kudus. Karena keselarasan sempurna antara rahmat Allah dan karya kodrat manusiawinya, Santa Perawan mempersembahkan kemuliaan tertinggi kepada Tritunggal Mahakudus dan menjadi perhiasan agung Gereja, yang oleh karenanya menyapanya dalam liturgi suci: “Engkaulah kemuliaan Yerusalem, engkaulah sukacita Israel, engkaulah kehormatan bangsa kami.”[28]

Maka, marilah kita mengagumi di dalam halaman-halaman Injil kesaksian-kesaksian dari keselarasan yang agung itu. Maria, segera sesudah ia diyakinkan oleh suara Malaikat Gabriel bahwa Allah telah memilihnya sebagai ibu tak bercela dari Putra tunggal-Nya, dengan tanpa ragu-ragu memberikan persetujuannya untuk suatu pekerjaan yang akan menyita segenap tenaga dari kodratnya yang rapuh dan menyatakan: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataan-Mu itu.”[29] Sejak saat itu ia membaktikan seluruh dirinya untuk pelayanan, tidak hanya bagi Bapa surgawi dan Sang Sabda yang Menjelma, tetapi juga untuk seluruh umat manusia, setelah memahami dengan jelas bahwa Yesus, selain menyelamatkan umat-Nya dari perbudakan dosa, juga akan menjadi Raja Kerajaan mesianik, yang universal dan kekal.[30]

Oleh karena itu, kehidupan pasangan suci Yosef, yang tetap perawan “selama kelahiran dan sesudah melahirkan” – seperti yang senantiasa dipercayai dan diakui oleh Gereja Katolik[31] dan sebagaimana sudah sepantasnya bahwa ia diangkat kepada martabat keibuan ilahi yang tiada taranya[32] – adalah suatu kehidupan dalam persatuan sempurna dengan Putranya di mana ia ambil bagian dalam sukacita, penderitaan dan kemenangan-Nya. Dan bahkan setelah Kristus naik ke surga ia tetap bersatu dengan-Nya melalui kasih yang paling berkobar ketika ia dengan setia melaksanakan misi baru sebagai Bunda rohani bagi para murid yang paling dikasihi dan bagi Gereja yang baru lahir. Dapat ditegaskan bahwa seluruh hidup hamba Tuhan yang rendah hati, dari saat ia disapa oleh Malaikat sampai diangkatnya tubuh dan jiwanya ke dalam kemuliaan surgawi, adalah suatu hidup pelayanan yang penuh cinta kasih.

Oleh karena itu, dengan menyatukan diri kami sendiri dengan para Penginjil, dengan para Bapa dan Pujangga Gereja, kami mengingat kembali konstitusi dogmatik “Lumen Gentium” (Bab Delapan), yang dengan penuh kekaguman merenungkan Maria, yang teguh dalam imannya, siap sedia dalam ketaatannya, sederhana dalam kerendahan hatinya, bermegah dalam memuji Tuhan, berkobar dalam cinta kasih, kuat dan gigih dalam melaksanakan misinya sampai mengorbankan dirinya sendiri, dalam persekutuan penuh perasaan dengan Putranya yang mengorbankan diri-Nya di Salib untuk memberi manusia suatu hidup baru.

Berhadapan dengan keagungan keutamaan semacam itu, kewajiban pertama dari semua yang mengakui dalam diri Bunda Kristus teladan Gereja adalah menyatukan diri mereka sendiri dengannya dalam menyampaikan rasa syukur kepada Yang Mahatinggi, karena telah melakukan hal-hal besar dalam diri Maria demi kebaikan segenap umat manusia. Tetapi ini tidaklah cukup. Juga menjadi kewajiban seluruh umat beriman untuk memberikan penghormatan kepada hamba Tuhan yang paling setia, penghormatan pujian, rasa syukur dan kasih karena, melalui ketetapan ilahi yang bijak dan lembut, persetujuannya dan kerjasamanya yang murah hati dalam rencana Allah telah, dan masih, memiliki pengaruh besar dalam pencapaian keselamatan manusia.[33] Oleh karenanya, setiap orang Kristiani harus menjadikan doa Santo Anselmus sebagai doanya sendiri: “O, Perempuan mulia, anugerahkanlah agar melalui engkau kami diperkenankan naik kepada Yesus, Putramu, yang melalui engkau berkenan turun di antara kami.”[34]

BAGIAN KEDUA:
TELADAN PENUH KETAATAN DARI KEUTAMAAN MARIA TERSUCI

1. Devosi yang benar kepada Maria Tersuci mencerminkan keutamaannya.

Baik rahmat Sang Penebus ilahi maupun perantaraan penuh kuasa Bunda-Nya dan Bunda rohani kita, maupun kekudusannya yang agung, tidak dapat mengantar kita kepada pelabuhan keselamatan jika kita tidak menanggapinya dengan kehendak teguh kita untuk menghormati Yesus Kristus dan Perawan Suci dengan cara meneladan secara penuh hormat keutamaan-keutamaan luhur mereka.

Maka, kewajiban seluruh umat Kristiani adalah mencontoh dengan semangat penuh hormat teladan-teladan kebaikan yang diwariskan kepada mereka oleh Bunda surgawi mereka. Saudara-saudara yang terhormat, inilah kebenaran lain yang dengan senang hati kami mohonkan perhatian Anda dan perhatian umat beriman yang dipercayakan ke dalam reksa pastoral Anda sehingga mereka dapat dengan patuh menyokong anjuran para Bapa Konsili Vatikan Kedua: “Hendaklah kaum beriman mengingat, bahwa bakti yang sejati tidak terdiri dari perasaan yang mandul dan bersifat sementara, tidak pula dalam sikap mudah percaya tanpa dasar. Bakti itu bersumber pada iman yang sejati, yang mengajak kita untuk mengakui keunggulan Bunda Allah, dan mendorong kita untuk sebagai putra-putranya mencintai Bunda kita dan meneladan keutamaan-keutamaannya.”[35]

Teladan Yesus Kristus tentu saja adalah cara agung untuk diikuti demi mencapai kekudusan dan untuk menghasilkan ulang dalam diri kita sendiri, seturut daya kekuatan kita, kesempurnaan mutlak Bapa surgawi. Namun sementara Gereja Katolik selalu mewartakan kebenaran yang begitu suci, ia juga harus menegaskan bahwa meneladan Perawan Maria, alih-alih menjauhkan jiwa-jiwa umat beriman dari mengikuti Kristus, sebaliknya justru membuatnya lebih menyenangkan dan lebih mudah bagi mereka untuk mengikuti-Nya. Maka, karena ia telah senantiasa melakukan kehendak Allah, ia adalah orang pertama yang pantas menerima pujian yang ditujukan Kristus kepada para murid-Nya: “siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.”[36]

2. “Melalui Maria menuju Yesus”

Karena itu, norma umum “Melalui Maria menuju Yesus” juga berlaku untuk meneladan Kristus. Oleh karena itu, jangan biarkan iman kita terusik seolah-olah campur tangan makhluk yang dalam segala hal menyerupai kita, kecuali dalam hal dosa ini, melukai martabat pribadi kita dan menghalangi keintiman dan kedekatan hubungan kita dalam sembah bakti dan persahabatan dengan Putra Allah. Sebaliknya, marilah kita mengakui “kebaikan dan kasih Allah Penyelamat,”[37] yang, dengan merendahkan diri dalam penderitaan kita, yang begitu jauh dari kekudusan-Nya yang tanpa batas, ingin mempermudah kita untuk meneladaninya dengan memberi kita pribadi manusiawi Bunda-Nya sebagai seorang teladan. Sesungguhnya, di antara manusia ia memberikan teladan yang paling bersinar dan paling dekat kepada kita, teladan ketaatan sempurna yang membantu kita untuk dengan penuh kasih dan siap sedia menyelaraskan diri dengan kehendak Bapa yang kekal. Kristus sendiri, sebagaimana kita ketahui dengan baik, menjadikan kedekatan penuh ini dengan persetujuan Bapa, sebagai cita-cita tertinggi dari tindakan manusiawi-Nya, dengan menyatakan: “Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya.”[38]

3. Maria, Hawa baru, Fajar Perjanjian Baru.

Kemudian, jika kita merenungkan Perawan dari Nazaret dalam lingkaran cahaya hak istimewanya dan keutamaan-keutamaannya, kita akan melihatnya bersinar di depan mata kita sebagai “Hawa yang Baru,”[39] Putri Sion yang ditinggikan, Puncak Perjanjian lama dan Fajar Perjanjian Baru, di mana “kegenapan waktu”[40] dinyatakan, yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah bagi misi di dunia dari Putra tunggal-Nya. Sebenarnya, Perawan Maria, lebih dari segenap patriark dan para nabi, lebih dari Simeon yang “benar” dan “saleh” yang menantikan dan memohon “penghiburan bagi Israel…Kristus Tuhan”[41] dan kemudian menyambut kedatangan-Nya dengan pujian “Magnificat” ketika Dia turun ke dalam rahimnya yang termurni untuk mengenakan kedagingan kita.

Dengan demikian, dalam diri Marialah Gereja Kristus menunjukkan contoh cara paling pantas untuk menerima Sabda Allah dalam jiwa kita, selaras dengan kalimat cemerlang Santo Agustinus: “Jadi, Maria lebih terberkati dalam menerima iman dalam Kristus daripada dalam mengandung daging Kristus. Karena itu, pertalian darah keibuan tidak akan membuahkan manfaat bagi Maria jika ia tidak merasa lebih beruntung karena memiliki Kristus di dalam hatinya daripada di dalam rahimnya.”[42] Dan masih di dalam diri Maria umat Kristiani dapat mengagumi teladan bagaimana memenuhi, dengan kerendahan hati sekaligus keluhuran budi, tugas perutusan yang dipercayakan Allah kepada setiap orang di dunia ini, dalam kaitannya dengan penyelamatan dirinya sendiri dan sesamanya.

“Oleh sebab itu, aku mohon, turutilah teladanku seperti aku telah menuruti teladan Kristus.”[43] Perkataan ini, dan dengan alasan yang lebih besar daripada perkataan Rasul Paulus kepada jemaat Kristen di Korintus, dapat ditujukan oleh Bunda Gereja kepada sejumlah besar umat beriman yang dalam keselarasan iman dan kasih dengan generasi abad-abad lalu, menobatkannya sebagai yang terberkati.[44] Ini adalah suatu ajakan yang merupakan suatu kewajiban untuk diperhatikan secara patuh.

4. Pesan ajakan Maria untuk berdoa, pengampunan dosa dan rasa takut akan Allah.

Kemudian, suatu pesan paling berguna tampaknya saat ini sampai pada umat beriman dari dia yang Dikandung Tanpa Noda Dosa, orang kudus, rekan kerja Sang Putra dalam karya pemulihan hidup adikodrati pada jiwa-jiwa.[45] Sesungguhnya, dalam merenungkan Maria secara khidmat mereka menimba darinya dorongan untuk mempercayai doa, dorongan untuk memohon pengampunan dosa dan untuk rasa takut kudus akan Allah. Demikian halnya, di dalam peninggian Maria mereka lebih sering mendengar bergemanya kata-kata yang dengan kata-kata itu Yesus Kristus memaklumkan kedatangan Kerajaan surga: “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”;[46] dan peringatan-Nya yang keras: “Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian.”[47]

Maka, didorong oleh kasih dan keinginan untuk meredakan amarah Allah karena pelanggaran melawan kekudusan-Nya dan keadilan-Nya dan pada saat yang sama digerakkan oleh keyakinan akan belas kasihan-Nya yang tanpa batas, kita harus menanggung penderitaan jiwa dan badan sehingga kita boleh memperoleh penebusan atas dosa-dosa kita dan dosa-dosa sesama kita dan dengan demikian menghindari hukuman dua kali lipat atau “kerusakan” dan hukuman “makna”, yakni kehilangan Allah – kebaikan tertinggi – dan api abadi.[48]

5. Kristus sendiri menunjukkan Bunda sebagai teladan Gereja.

Apa yang harus menggerakkan umat beriman untuk lebih mengikuti teladan Perawan yang amat suci adalah fakta bahwa Yesus sendiri, dengan memberi dia kepada kita sebagai Ibu kita, telah secara diam-diam menunjukkan dia sebagai teladan yang harus diikuti. Sesungguhnya, ini adalah hal alamiah bahwa anak-anak hendaknya memiliki kesamaan perasaan dengan ibu mereka dan harus mencerminkan kebaikan dan keutamaan mereka. Oleh sebab itu, setiap dari kita dapat mengulangi bersama Santo Paulus: “Anak Allah telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku,”[49] sehingga dengan seluruh keyakinan ia dapat mempercayai bahwa Juruselamat ilahi juga telah meninggalkan baginya, dalam warisan rohani, Bunda-Nya dengan semua khazanah kasih karunia dan keutamaan yang telah diberikan-Nya kepadanya sehingga dia dapat mencurahkannya kepada kita melalui pengaruh perantaraannya yang berdaya kuasa dan kesiapsediaan kita untuk meneladaninya. Inilah sebabnya Santo Bernardus dengan tepat menegaskan: “Dengan datang kepadanya, Roh Kudus memenuhinya dengan kasih karunia bagi dirinya sendiri; ketika Roh yang sama melingkupinya kembali ia menjadi sangat berlimpah-limpah dalam kasih karunia dan mengalirkannya secara deras bagi kita juga.”[50]

6. Sejarah Gereja selalu diterangi oleh kehadiran Maria yang mencerahkan.

Dari apa yang telah kami jelaskan dalam terang Injil suci dan tradisi Katolik, tampak jelas bahwa keibuan rohani Maria melampaui ruang dan waktu serta termasuk dalam sejarah universal Gereja karena ia telah selalu hadir dalam Gereja dengan pertolongan keibuannya. Demikian pula makna penegasan tampak jelas, yang sering sekali diulangi: zaman kita bisa disebut dengan baik sebagai zaman Maria. Faktanya, jika benar bahwa, melalui rahmat agung Allah, peran pemeliharaan Maria yang tersuci dalam sejarah keselamatan telah dipahami semakin mendalam oleh kalangan luas umat Kristiani, namun demikian, ini hendaklah tidak membuat kita percaya bahwa di abad-abad lalu kita tidak memiliki intuisi apa pun tentang kebenaran ini atau bahwa intuisi-intuisi masa depan akan mengabaikannya. Sebenarnya, semua periode sejarah Gereja telah mengambil manfaat dan akan memperoleh manfaat dari kehadiran keibuan Bunda Allah karena ia akan tetap selalu bersatu secara tak terpisahkan dengan misteri Tubuh Mistik, misteri yang Kepala-Nya tertulis: “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”[51]

7. Bunda Gereja, panji kesatuan, dorongan untuk Persaudaraan sempurna di antara segenap umat Kristiani.

Saudara-saudara yang terhormat, keyakinan bahwa pemikiran Gereja terkait penghormatan pujian, rasa syukur dan cinta kasih kepada Perawan yang terberkati bersesuaian sepenuhnya dengan ajaran Injil suci, sebagaimana hal itu secara lebih tepat dipahami dan dijelaskan oleh tradisi Timur juga tradisi Barat, membangkitkan harapan dalam jiwa kami bahwa anjuran pastoral kami ini untuk kesalehan umat kepada Maria yang semakin bergairah dan berbuah akan diterima dengan penerimaan yang murah hati, tidak hanya oleh umat beriman yang dipercayakan kepada Anda, tetapi juga bagi mereka yang, meskipun tidak mengalami persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, namun demikian, bersama-sama dengan kita, mengagumi dan menghormati hamba Tuhan, Perawan Maria, Bunda Putra Allah.

Semoga Hati Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa bersinar di hadapan mata segenap umat Kristiani sebagai teladan kesempurnaan kasih kepada Allah dan kepada sesama kita; semoga hati Maria membimbing mereka menuju Sakramen-Sakramen Kudus yang melaluinya jiwa-jiwa dimurnikan dari noda-noda dosa dan dilindungi darinya. Semoga hati Maria juga menggerakkan mereka untuk melakukan pemulihan dari berbagai pelanggaran yang tak terhitung banyaknya melawan Keagungan Ilahi. Akhirnya, semoga hati Maria bersinar sebagai panji kesatuan dan dorongan untuk menyempurnakan ikatan persaudaraan di antara seluruh umat Kristiani ke dalam pangkuan Gereja Yesus Kristus yang satu, yang “diajar oleh Roh Kudus, menghormatinya dengan rasa penuh kasih sayang dan kesalehan sebagai Bunda yang terkasih.”[52]

8. Ajakan untuk membarui pembaktian pribadi kepada Hati Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa.

Karena tahun ini diperingati sebagai peringatan 25 tahun pembaktian resmi Gereja dan umat manusia kepada Maria, Bunda Allah, dan kepada Hatinya yang Dikandung Tanpa Noda Dosa, oleh pendahulu kami yang dikenang dengan hormat, Pius XII, pada 31 Oktober 1942 pada kesempatan pesan siaran radio kepada bangsa Portugis[53]  –pembaktian yang telah kami perbarui sendiri pada 21 November 1964[54] – kami mendesak seluruh putra-putra Gereja untuk memperbarui secara pribadi pembaktian mereka kepada Hati yang Dikandung Tanpa Noda Dosa dari Bunda Gereja dan menghidupkan tindakan penghormatan yang paling mulia ini melalui hidup yang makin selaras dengan kehendak Allah[55] dan dalam semangat pelayanan penuh bakti dan dengan penuh hormat meneladan Ratu surgawi mereka.

Akhirnya, saudara-saudara terhormat, kami menyampaikan keyakinan bahwa, berkat dukungan Anda, para imam dan umat Kristiani yang dipercayakan kepada pelayanan pastoral Anda akan menanggapi dengan semangat murah hati anjuran kami ini untuk menunjukkan kepada Bunda Allah, Perawan suatu kesalehan umat yang lebih berkobar-kobar dan keyakinan yang lebih kokoh. Sementara itu, sembari kami dihibur oleh kepastian bahwa Ratu Surga yang mulia dan Bunda kita yang termanis tidak akan pernah berhenti menolong semua dan setiap dari putra-putranya dan tidak akan pernah menarik perlindungan surgawinya dari seluruh Gereja Kristus, juga dari Anda sendiri dan umat beriman Anda, sebagai jaminan kebaikan hati Allah dan sebagai tanda kemurahan hati kami, dengan sepenuh hati kami memberikan berkat apostolik.

Diberikan di Roma, di Santo Petrus, pada hari ketigabelas bulan Mei tahun 1967, tahun keempat kepausan kami.

PAUS PAULUS VI


[1]     Bdk. Wahyu 12: 1

[2]     Bdk. Buku Epistola Misa pada pesta Penampakan Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa, 11 Februari.

[3]     Bdk. AAS 57, 1965, hlm. 1-67.

[4]     Bdk. Luk. 1:38.

[5]     Ibid., 1:46 dan 48-49.

[6]     Pesan radio Pius XII, 13 Mei 1946, yang disampaikan kepada jemaat Kristiani Portugal, AAS 38, 1946, hlm. 264.

[7]     Bdk. Bab Delapan, paragraf III, tentang Perawan Terberkati dan Gereja, AAS, 57, 1965, hlm. 62-65.

[8]     Bdk. ibid. no. 53, hlm. 58.

[9]     Bdk. ibid.

[10]    Ibid., no. 54, hlm. 59.

[11]    Ibid. no. 55. hlm. 59.

[12]    Ibid. no. 66, hlm. 65.

[13]    Pidato kepada para Bapa Konsili di Basilika Vatikan pada pesta Yesus dipersembahkan di kenisah, sidang ketiga Konsili, AAS, 56, 1964, hlm. 1016.

[14]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 66: AAS, 57, 1965, hlm. 165.

[15]    Bdk. ibid., no. 67, hlm. 65.

[16]    Pius XII, ensiklik Mediator DeiAAS, 38, 1947, hlm. 541.

[17]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 66: AAS, 57, 1965, p. 65

[18]    Ibid. no. 66, hlm p. 65.

[19]    Ibid. no. 66, hlm. 65.

[20]    Ibid. no. 65, hlm. 64, also n. 63.

[21]    Bdk. ibid. no. 58, p. 61; ensiklik Leo XIII Adiutricem populi, Dokumen-dokumen Leo XIII, 15, 1896, hlm. 302.

[22]    Konstitusi Dogmatik Lumen Gentium, no. 58; AAS, 57, 1967, hlm. 61.

[23]    Ibr. 7:25.

[24]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 62: AAS, 57, 1965, hlm. 61.

[25]    Bdk. Dom F. Mercenier, L’Antienne Mariale grecque la plus ancienne in Le Museon 52, 1939, hlm. 229-233.

[26]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, n. 62: AAS, 57, 1965, hlm. 63.

[27]    Ibid. n. 65, hlm. 64.

[28]    Antifon kedua dari puji-pujian, pesta Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda Dosa.

[29]    Luk. 1:38.

[30]    Bdk. Mat. 1:21; Luk. 1:33.

[31]    Bdk. Santo Leo, martir, surat, Lectis dilectionis tuae to Flavianum; PL 54, 759; idem, surat, Licet per nostros to Julian, Ep. Coensem: p. 54, 803; St. Hormisdas, Ep. Inter ea quae to Justinian, emperor, PL 63, 407; Konsili Lateran, Oktober 609, di bawah Martin I, kanon 3: Caspar, ZKG, 51, 1932, hlm. 88; Konsili Toledo XVI, Symbol. artikel 22: J. Madoz El Simbolo del Concilio XVI de Toledo in Estudios Onienses, ser. I, volume 3, 1946; Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 52, 55, 57, 59, 63; AAS, 57, 1965, hlm. 58-64.

[32]    Bdk. St. Thomas, Summa Theologica, Part I, q. 25, a. 6, ad. 4.

[33]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, n. 56; AAS, 57, 1965, hlm. 60.

[34]    Orat. 54, PL 158, 961.

[35]    Konstitusi Dogmatik Lumen Gentium, n. 67; AAS, 57, 1965, hlm. 66; confer Santo Thomas, Summa Theologica, Part II-II, q. 81, a. 1, ad. 1; Part III, q. 25, aa. 1, 5.

[36]    Mat. 12:50.

[37]    Bdk. Titus 3:4.

[38]    Yoh. 8:29.

[39]    Bdk. St. Ireneus, Adv. Haer. III, 22, 4: PG 959; St. Epifanius, Haer. 78, 18: PG 42, 728-729; Santo Yohanes dari Damaskus, homili pertama tentang kelahiran Maria: PG 96, 671 dst.; Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 56; AAS, 57, 1965, hlm. 60-61.

[40]    Gal. 4:4.

[41]    Luk. 2:25-26.

[42]    Serm. 215, 1: PL 38, 1074.

[43]    1Kor. 4:16.

[44]    Bdk. Luk. 1:48.

[45]    Bdk. Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 61; AAS 57, 1965, hlm. 63.

[46]    Mrk. 1:15; bdk. Mat 3:2; 4:17.

[47]    Luk. 13:5.

[48]    Bdk. Mat 25:41; Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 48: AAS, 57, 1965, hlm. 54.

[49]    Gal. 2:20; bdk. Ef. 5:2.

[50]    Homili kedua super Missus est, no. 2: PL 183, 64.

[51]    Ibr. 13:8.

[52]    Konstitusi dogmatik Lumen Gentium, no. 53: AAS, no. 53, 57, 1965, hlm. 59.

[53]    Bdk. amanat-amanat dan pesan-pesan radio dari Pius XII, volume IV, hlm. 260-262; bdk. AAS, 34, 1942, hlm. 345-346.

[54]    Cit. AAS, 56, 1964, hlm. 1017.

[55]    Bdk. pidato pada Pesta Hati Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa, 22 Agustus.