“Supaya Engkau Dapat Menceritakan Kepada Anak Cucumu” (Kel 10:2)

Hidup Menjadi Cerita

Saya ingin mengkhususkan pesan tahun ini pada tema “Cerita”. Karena saya yakin, kita perlu menghirup kebenaran dari cerita-cerita yang baik supaya tidak tersesat. Itulah cerita yang membangun, bukan menghancurkan; cerita yang membantu menemukan kembali akar dan kekuatan untuk bergerak maju bersama. Di tengah-tengah hiruk-pikuk suara dan pesan membingungkan, kita butuh cerita manusiawi yang bicara tentang diri sendiri dan segala keindahan di sekitar. Cerita yang mampu memandang dunia dan peristiwa dengan penuh kelembutan. Yang bisa menceritakan, kita bagian dari permadani hidup dan saling terhubung. Cerita yang mengungkapkan jalinan benang yang menghubungkan kita satu sama lain. 1. Menenun Cerita Manusia adalah makhluk pencerita. Sejak kecil tanpa disadari kita “lapar” akan cerita sebagaimana lapar akan makanan. Entah itu dongeng, novel, film, lagu, maupun berita; Inilah cerita-cerita yang mempengaruhi kehidupan. Kita sering memutuskan apa yang benar atau apa yang salah berdasarkan karakter/tokohtokoh dan cerita-cerita yang terekam. Cerita-cerita tersebut membekas dan mempengaruhi keyakinan serta perilaku kita. Lewat cerita-cerita itu, kita juga terbantu memahami dan mengetahui siapa diri kita sesungguhnya. Manusia bukan hanya satu-satunya makhluk hidup yang membutuhkan pakaian untuk menutupi kerapuhannya (bdk. Kej 3:21). Ia juga merupakan satu-satunya makhluk yang perlu mengisahkan dan “mengenakan” pada dirinya cerita-cerita untuk menjaga hidupnya. Kita tak hanya menenun pakaian, tetapi juga menenun cerita. Ini karena sesungguhnya, kemampuan manusiawi untuk “menenun” (Latin: texere) tidak hanya mengacu pada kata “tekstil”, tetapi juga “teks”. Berbagai cerita dari setiap masa memiliki sebuah “mesin tenun” umum yang selalu menampilkan sosok “para pahlawan” yang dapat mewujudkan mimpinya menghadapi situasi sulit, melawan kejahatan dalam kehidupan sehari-hari karena didorong oleh sebuah kekuatan yang membuat mereka berani, yaitu kekuatan cinta kasih. Dengan membenamkan diri kita dalam cerita-cerita itulah, kita dapat menemukan kembali motivasi-motivasi heroik untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup. Manusia adalah makhluk pencerita karena ia adalah makhluk yang berkembang, yang menemukan siapa dirinya. Ia juga diperkaya oleh berbagai jalan cerita dalam hari-hari hidupnya. Akan tetapi, sejak awal mula, cerita kita telah mendapatkan ancaman dari si jahat yang meliuk-liuk sepanjang sejarah.