Masa Prapaskah mempunyai dua ciri khas, yakni mengenang atau mempersiapkan pembaptisan dan membina tobat. Kedua ciri khas ini hendaknya ditampilkan dengan lebih jelas dalam liturgi maupun dalam katekese liturgi. Lewat kedua sarana itu kaum beriman yang tekun mendengarkan sabda Allah dan meluangkan waktu untuk berdoa disiapkan oleh Gereja untuk merayakan misteri Paskah. Karena itu:

  1. Unsur-unsur pembaptisan yang khas bagi liturgi Prapaskah hendaknya dimanfaatkan secara lebih luas; beberapa unsur yang berasal dari Tradisi zaman dahulu kalau perlu hendaknya dipugar.
  2. Hal yang sama berlaku bagi unsur-unsur tobat. Dalam katekese hendaknya ditegaskan kepada kaum beriman, baik dampak sosial dari dosa maupun hakikat khas dari pertobatan, yakni mencampakkan dosa yang merupakan penghinaan terhadap Allah. Peranan Gereja dalam laku tobat janganlah diabaikan, dan doa-doa untuk orang berdosa sangat dianjurkan.

Tobat selama Masa Prapaskah itu tidak boleh hanya bersifat batin dan perorangan, tetapi hendaknya bersifat lahir dan mempunyai aspek sosial yang cocok untuk zaman sekarang dan untuk masing-masing wilayah, pun pula seturut keadaan kaum beriman, hendaknya makin digairahkan dan dianjurkan oleh “pimpinan gerejawi.” 

Akan tetapi puasa Paskah harus dipandang keramat dan dilaksanakan di mana-mana pada hari Jumat Agung, malah bila mungkin diperpanjang sampai hari Sabtu Suci, supaya kita dapat menikmati kegembiraan kebangkitan Tuhan dengan hati yang riang dan lapang. 

(Konstitusi Liturgi No. 109-110)