Konsep Arah Dasar Mupas I
I. CITA-CITA BERSAMA TENTANG GEREJA
A. Pengertian dan maksud
B. Model dan bahan perumusan
C. Proses perumusan
II. PRIORITAS PROGRAM DALAM BIDANG PASTORAL
A. Pengertian dan maksud
1. Prioritas Program Bidang Pastoral
2. Pengelompokan bidang-bidang pastoral
a. Kelompok kecil umat sebagai subjek persekutuan
b. Habitus baru membingkai aspek-aspek hidup menggereja
B. Proses Perumusan
1. Kerangka perumusan
a. Pola pengaturan bidang-bdang dan fokus perhatian
b. Format Arah Dasar Keuskupan 2010-2019
2. Perumusan prioritas program dan hasil-hasil lain dalam Mupas
a. Keterkaitan antargagasan dan perumusannya dalam prioritas program
b. Mengawal keutuhan gagasan Mupas
3. Keutuhan gagasan dan konsistensi penerapan
III. NILAI-HIDUP, PRINSIP ATAU SEMANGAT MOTIVASIONAL
A. Pengertian dan maksud
B. Proses perumusan
IV. PERUMUSAN FINAL ARAH DASAR
Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing (Mrk 7:27)
ARAH DASAR yang diharapkan sebagai hasil Mupas 2009 terdiri dari 3 (tiga) unsur:
1. Cita-cita Bersama Tentang Gereja
2. Prioritas Program Bidang Pastoral
3. Nilai-hidup, Prinsip atau Semangat Motivasional.
Penjelasannya sebagai berikut.
I. CITA-CITA BERSAMA TENTANG GEREJA
A. Pengertian dan maksud
Yang dimaksud dengan “cita-cita bersama tentang Gereja” adalah konsep, sifat, keadaan, atau gambaran ideal yang diharapkan, diimpikan, didambakan atau dicita-citakan tentang Gereja dan situasi umat, yang di masa depan diharapkan terwujud di segala lini menjemaat.
Konsep, ideal atau dambaan itu mungkin jauh dari jangkauan. Keadaan sekarang mungkin dinilai berkebalikan dengan yang dicita-citakan. Tetapi cita-cita ini dipandang penting untuk diangkat sebagai “payung bersama” bagi gerak langkah umat Keuskupan Surabaya.
Dengan cita-cita bersama, dalam kurun waktu tertentu seluruh umat dapat melangkah dalam satu semangat dan keserempakan kerja. Rumusan cita-cita bersama juga menjadi “alat komunikasi” dan “bahasa bersama” bagi seluruh umat dalam membingkai keanekaragaman di antara mereka.
B. Model dan bahan perumusan
Cita-cita bersama bersifat umum, rumusannya pendek sehingga mudah diingat, dimengerti dan dimiliki oleh umat serta perangkat pastoral. Model ini mudah menjadi inspirasi dan dijadikan acuan dalam diskusi atau pembahasan secara lintas bidang, kelompok, tugas dan minat-perhatian.
Mengacu pada model Pancasila dan Pancatugas Gereja, Mupas 2009 sebaiknya membatasi rumusan cita-cita maksimal dalam 5 (lima) kata kunci yang saling terintegrasi, padu dan melengkapi. Kelima kata kunci ini nanti disusun menjadi satu “kalimat cita-cita”.
Bahan rumusan berasal dari 18 (delapan belas) kata kunci hasil Pramupas di 7 (tujuh) kevikepan dan 2 (dua) jalur koordinasi ((kategorial umat dan religius). Hasil Pramupas sudah harus tiba di Kantor Koordinasi Pastoral (KKP) 2 pada 19 Oktober 2009!).
C. Proses perumusan
Penyusunan kalimat cita-cita bersama dilakukan dengan mengelompokkan 18 (delapan belas) kata kunci Pramupas berdasarkan keserupaan ide atau isi gagasan, maksimal dalam 5 (lima) kelompok. Penilaian atas keserupaan ide atau isi gagasan mengacu pada kata kunci itu dan penjelasannya.
Kemudian pada tiap kelompok ditentukan 1 (satu) kata kunci “induk”. Kata kunci induk menjadi bahan pembentuk kalimat cita-cita bersama tentang Gereja Keuskupan Surabaya.
Penentuan kata kunci induk tidak dimaksudkan untuk membuang atau dropping terhadap satu kata kuncipun, melainkan untuk menemukan inti sari mimpi dan dambaan hidup menggereja yang tercermin dalam aneka kata kunci. Kata kunci yang tersisa berfungsi penjelas bagi kata kunci induknya, dan kata kunci induk berfungsi mewakilinya dalam kalimat cita-cita bersama.
Dalam perumusan perlu dihindari permainan otak-atik kata kunci, karena tiap kata kunci mewakili impian dan dambaan sekian banyak umat akan Gereja. Selagi bergerak di antara kata kunci, maksud dan isi kata kunci itu yang terdapat dalam penjelasan perlu mendapat perhatian. Diharapkan pilihan-pilihan atas kata kunci sungguh menyuarakan kondisi umat dan keadaan ideal yang didambakan.
II. PRIORITAS PROGRAM DALAM BIDANG PASTORAL
A. Pengertian dan maksud
1. Prioritas Program Bidang Pastoral
“Prioritas program dalam bidang pastoral” adalah prioritas dalam bidang pastoral atau bidang khas hidup menggereja, yang perlu diutamakan dalam karya pastoral dan hidup menggereja umumnya, melalui berbagai kegiatan konkret dalam kurun waktu tertentu.
Yang dimaksud “bidang pastoral” adalah berbagai bidang hidup menggereja yang dinilai penting dan mendapat perhatian khusus dalam karya pastoral paroki dan Keuskupan. Perhatian khusus ini tercermin dari dibentuknya seksi di Dewan Pastoral (DPP) Paroki atau komisi di Keuskupan.
Prioritas program dalam suatu bidang pastoral dipilih karena dinilai strategis bagi terwujudnya cita-cita bersama yang telah dirumuskan sebelumnya. Karena dinilai strategis, maka hal-hal yang diprioritaskan tidak boleh dilewatkan, dan perlu diupayakan agar ada dalam keadaan sebaik-baiknya.
Karena berupa konsep, prioritas program perlu diterjemahkan dalam kegiatan konkret, agar lama-kelamaan prioritas bernilai strategis itu makin kuat dan dalam keadaan baik atau optimal. Jika hal-hal yang diprioritaskan dalam kondisi baik atau optimal, cita-cita bersama tentang Gereja Keuskupan Surabaya juga makin nampak perwujudannya.
2. Pengelompokan bidang-bidang pastoral
Pada dasarnya bidang-bidang pastoral di Keuskupan dapat dibedakan dalam 2 (dua) kelompok besar: 1). bidang-bidang menyangkut subjek-subjek karya pastoral; 2). bidang-bidang menyangkut aspek atau segi tertentu hidup menggereja yang diwujudkan oleh subjek-subjek karya pastoral.
Bidang-bidang menyangkut subjek adalah: a. keluarga, b. anak-anak, c. remaja, dan 4. orang muda. Bidang-bidang menyangkut aspek tertentu hidup menggereja adalah: a. katekese,b. liturgi, c. kerasulan Kitab Suci, d. karya misioner, e. pendidikan, f. komunikasi sosial, g. kerasulan awam, h. pengembangan sosial ekonomi, dan i. hubungan antaragama dan kepercayaan.
Pengelompokan ini secara garis besar memperlihatkan kekhasan bidang-bidang dan keterkaitan satu sama lain. Dalam Mupas, pengelompokan ini dimanfaatkan untuk menata bidang-bidang pastoral dalam suatu kerangka program. Penataan ini akan kita lihat kemudian.
a. Kelompok kecil umat sebagai subjek persekutuan
Istilah “kelompok kecil umat” mencakup pengertian kelompok terkecil dalam lingkup pastoral teritorial, yaitu lingkungan dan stasi kecil yang tidak terbagi lagi dalam lingkungan; maupun kategorial, yaitu kelompok terkecil dalam komunitas seminaris, religius dan kategorial umat. Juga tercakup komunitas seminaris, religius dan kategorial yang tidak terbagi dalam struktur yang lebih kecil.
Keuskupan sendiri mencanangkan Pola Pastoral Berbasis Persekutuan (2008) untuk meneguhkan semua subjek Gereja dalam kebersamaan. Untuk mengintegrasikan pola pastoral ini dalam kerangka Mupas, ditambahkan unsur kebersamaan umat paling penting dalam membangun dasar persekutuan ini, yaitu “kelompok-kelompok kecil umat”, sebagai subjek pastoral.
b. “Habitus baru” membingkai aspek-aspek hidup menggereja
Mengingat Keuskupan Surabaya merupakan bagian dari Gereja Indonesia, maka tema penting yang dicanangkan secara nasional dan dapat diterapkan di Keuskupan perlu diintegrasikan dalam Mupas. Tema penting ini adalah “habitus baru”, yang semangatnya adalah pembaharuan keadaban publik di segala bidang yang telah hancur beberapa tahun belakangan (Nota Pastoral KWI 2004).
Dalam Mupas, semangat pembaharuan keadaban ini diletakkan dalam bingkai lebih kecil dan intern, yaitu pembaharuan keadaban hidup menggereja di Keuskupan Surabaya. Wujud “keadaban hidup menggereja” adalah Pancatugas Gereja, yaitu 5 (lima) tugas warga Gereja untuk membangun persekutuan (koinonia), hidup peribadatan (liturgia), pelayanan sosial pada sesama (diakonia), pewartaan iman (kerigma) dan kesaksian iman (martiria).
Dalam Mupas, habitus baru keadaban hidup menggereja dalam Pancatugas dimasukkan dalam kelompok bidang pastoral menyangkut segi hidup menggereja. Bukan sebagai bidang baru, melainkan sebagai “payung” yang memberi bingkai umum bagi kesembilan segi-segi khas hidup menggereja.
B. Proses Perumusan
1. Kerangka perumusan
a. Pola pengaturan bidang-bidang dan fokus perhatian tahunan
Sebelum Mupas, disepakati bahwa subjek karya pastoral ditempatkan sebagai dasar penataan seluruh bidang pastoral, dan aspek hidup menggereja sebagai pendukung pola itu. Semangatnya adalah mengutamakan peran umat, subjek Persekutuan, dalam karya pastoral.
Dalam pola ini 5 (lima) unsur subjek persekutuan, yaitu keluarga, anak-anak, remaja, orang muda dan kelompok kecil umat secara urut ditempatkan sebagai fokus perhatian tahunan. Segi-segi hidup menggereja ditempatkan sebagai segi pendukung, secara bergilir diintegrasikan dalam fokus tahunan, diawali dengan “payung” habitus baru keadaban menggereja pada tahun pertama (2010).
Karena tiap subjek adalah bagian utuh persekutuan, maka perhatian pada subjek tertentu perlu dikaitkan dengan subjek-subjek yang lain. Misalnya, ketika dicanangkan Tahun Keluarga, perlu diingat bahwa keluarga juga terdiri dari anak-anak, remaja, orang muda, yang hadir dalam kelompok-kelompok kecil sebagai bagian dari kelompok induk (misalnya Paroki) di mana keluarga berada. Maka keterkaitan ini juga perlu menjadi wawasan dan diterjemahkan dalam bentuk program-program.
Keterkaitan antarbidang ini juga terdapat dalam segi-segi hidup menggereja yang dihayati umat. Misalnya, liturgi berkaitan dengan kerasulan awam, kerasulan kitab suci berkaitan dengan pendidikan, katekese berkaitan dengan karya misioner, dan seterusnya. Demikian pula terdapat keterkaitan antara bidang “subjek” dan bidang “segi” hidup menggereja. Wawasan keterkaitan ini diperlukan untuk mengintegrasi aneka bidang ke dalam suatu tema, dan mendasari upaya kerja sama lintasbidang dalam penyusunan program kerja.
b. Format Arah Dasar Keuskupan 2010-2019
Fokus perhatian tahunan pada tiap subjek diberikan sesuai urutan: keluarga, anak-anak, remaja, orang muda serta lingkungan dan kelompok kecil religius dan kategorial. Untuk memperkuat peresapan cita-cita bersama dan perwujudannya oleh semua subjek, pola urutan ini disusun dalam 2 (dua) putaran.
Dalam 2 (dua) putaran perhatian pada subjek ini, diintegrasikan tema habitus baru keadaban menggereja berbasis Pancatugas, serta 9 (sembilan) segi-segi hidup menggereja, yaitu katekese, liturgi, kerasulan Kitab Suci, karya misioner, pendidikan, komunikasi sosial, kerasulan awam, pengembangan sosial ekonomi, dan hubungan antaragama dan kepercayaan.
Dengan demikian, Mupas 2009 menghasilkan Arah Dasar Keuskupan berisi cita-cita bersama yang akan diwujudkan oleh semua subjek dalam berbagai segi hidup menggereja melalui implementasi prioritas-prioritas program dalam kurun 10 (sepuluh) tahun mendatang (2010-2019).
Adapun fokus perhatian selama 2010-2019 tersebut sesuai urutan sebagai berikut:
01. Tahun 2010, fokus keluarga + habitus baru keadaban menggereja dalam Pancatugas
02. Tahun 2011, fokus anak-anak + katekese
03. Tahun 2012, fokus remaja + liturgi
04. Tahun 2013, fokus orang muda + kerasulan Kitab Suci
05. Tahun 2014, fokus komunitas kecil umat + karya misioner
06. Tahun 2015, fokus keluarga + pendidikan
07. Tahun 2016, fokus anak-anak + komunikasi sosial
08. Tahun 2017, fokus remaja + kerasulan awam
09. Tahun 2018, fokus orang muda + pengembangan sosial ekonomi
10. Tahun 2019, fokus komunitas kecil umat + hubungan antaragama dan kepercayaan.
Karena dalam tiap tahun berjalan terdapat 2 (dua) bidang perhatian, maka cara pandang pengintegrasian bidang-bidang penting untuk diterapkan. Cara pandang integrasi ini berlaku baik ketika merumuskan kalimat tema tahunan, ataupun ketika menyusun kegiatan. Jika diperlukan, integrasi ini juga bisa menyertakan tema gerejawi nasional ataupun universal yang dicanangkan.
2. Perumusan prioritas program dan hasil-hasil lain dalam Mupas
Prioritas-prioritas program sendiri perlu disusun untuk semua dan setiap bidang pastoral. Prioritas-prioritas untuk bidang-bidang pastoral ini berlaku bukan hanya pada waktu bidang itu menjadi fokus perhatian pada tahun tertentu, tetapi untuk seluruh kurun waktu yang dicanangkan di dalam Arah Dasar, yaitu 2010-2019.
Selama 10 tahun, prioritas-prioritas program untuk 15 (lima belas) bidang diharapkan menjadi perhatian dan panduan bagi seluruh umat, aktivis dan perangkat-perangkat pastoral dalam menentukan program kegiatan konkret. Dengan demikian, bagian penyusunan prioritas program dalam bidang-bidang pastoral ini memang amat penting dan sentral perannya bagi keserempakan gerak pastoral seluruh Keuskupan beberapa tahun ke depan.
Dalam menyusun prioritas program untuk semua bidang pastoral, Mupas tidak berangkat dari nol, karena sudah ada bahan pokok yang berasal dari Pramupas. Pramupas sendiri secara keseluruhan berlangsung dalam 3 (tiga) jenjang, yaitu: Jenjang Pertama di tingkat kelompok kecil umat, Jenjang Kedua di tingkat induk kelompok, dan Jenjang Ketiga di tingkat kevikepan dan jalur koordinasi kategorial.
Tabel di bawah memperlihatkan keseluruhan usulan hasil Pramupas pada Jenjang Ketiga, yang hasil akhirnya akan diolah dalam Mupas.
|
I |
II |
III |
IV |
---|---|---|---|---|
A |
Kata kunci “cita-cita Bersama” – disertai alasan |
Bidang paling relevan untuk tiap kata kunci – disertai alasan |
Prioritas program untuk tiap bidang pastoral – disertai alasan |
Nilai-hidup, prinsip, semangat motivasional (unsur ke-3 Arah Dasar) |
B |
(2X9) kata kunci - Pramupas Jenjang Ketiga |
(2X18) bidang paling cocok atau relevan untuk mewujudkan kata kunci |
(2X36) prioritas paling penting atau signifikan untuk bidang-bidang |
(1X72) nilai-hidup, prinsip, semangat paling menunjang untuk tiap prioritas program |
C |
Total 18 kata kunci usulan |
Total 36 bidang usulan |
Total 72 prioritas usulan |
Total 72 nilai-hidup usulan |
D |
Untuk Arah Dasar: maksimal 5 kata kunci “cita-cita bersama” |
Untuk Arah Dasar: 15 bidang sesuai format Arah Dasar |
Untuk Arah Dasar: (2X15) prioritas program untuk setiap bidang |
Untuk Arah Dasar: (1X30) nilai-hidup untuk setiap prioritas program |
Baris A menunjukkan jenis-jenis bahan Mupas, dirinci dalam Kolom I-IV. Baris B menunjukkan rincian hasil Pramupas Jenjang Ketiga untuk setiap jenis. baris C menunjukkan hasil totalnya, yang menjadi bahan Mupas. Baris D menunjukkan hasil Mupas untuk setiap jenis dalam format Arah Dasar.
Pada Pramupas Jenjang Ketiga, 9 (sembilan) jalur mengusulkan 2 (dua) kata kunci, diperoleh 18 (delapan belas) usulan. Untuk tiap kata kunci ditentukan 2 (dua) bidang pastoral paling cocok atau relevan, diperoleh 36 (tiga puluh enam) usulan. Untuk tiap bidang usulan, ditentukan 2 (dua) prioritas program, diperoleh 72 (tujuh puluh dua) usulan. Untuk tiap prioritas usulan, ditentukan 1 (satu) nilai-hidup, prinsip atau semangat motivasional, diperoleh 72 (tujuh puluh dua) usulan.
Mupas menentukan maksimal 5 (lima) kata kunci pembentuk kalimat cita-cita bersama. Bidang pastoral berjumlah 15 (lima belas), sesuai format Arah Dasar (lihat 2.f). Untuk tiap bidang pastoral, ditentukan 2 (dua) prioritas program, diperoleh 30 (tiga puluh) prioritas. Untuk tiap prioritas, ditentukan 1 (satu) nilai-hidup, prinsip atau semangat motivasional, diperoleh 30 (tiga puluh) nilai-hidup.
3. Keutuhan gagasan dan konsistensi penerapan
a. Keterkaitan antargagasan dan penerapannya dalam perumusan prioritas program
Dari Tabel terlihat adanya pola keterkaitan di antara hasil-hasil Pramupas Jenjang Ketiga. Dari kata kunci yang diusulkan, ditentukan bidang pastoral paling cocok atau relevan. Juga ditentukan prioritas program yang paling penting atau signifikan untuk mewujudkan kata kunci sesuai bidang pilihan. Dari prioritas program ditentukan nilai-hidup paling menunjang terwujudnya prioritas program.
Pola keterkaitan lain terdapat antara Pramupas Jenjang Ketiga dan Mupas itu sendiri; antara usulan Pramupas Jenjang Ketiga dan hasil Mupas. Asalkan Mupas menangkap dengan baik dan konsisten aspirasi Pramupas Jenjang Ketiga, Arah Dasar yang dihasilkan dalam Mupas tentu akan memiliki “semangat asli” yang terdapat dalam mimpi atau dambaan Pramupas Jenjang Ketiga.
Dalam Mupas, yang pertama-tama dipentingkan adalah menjaga “kesatuan gagasan” Arah Dasar, di mana gagasan yang satu terkait dengan gagasan lainnya, sehingga Arah Dasar yang dihasilkan merupakan “satu pikiran utuh” yang diuraikan dalam aneka gagasan serta unsur-unsur pembentuknya.
“Induk” semua gagasan dan unsur Arah Dasar adalah kalimat cita-cita bersama. Sedangkan 15 (lima) belas bidang pastoral merupakan ruang perwujudannya. Isi atau strategi operasional perwujudan cita-cita bersama melalui bidang-bidang pastoral adalah prioritas program.
Karena itu, usulan prioritas program dari Pramupas Jenjang Ketiga dalam Mupas dianggap sebagai bahan mentah, yang harus diolah dengan mengacu pada kalimat cita-cita bersama. Selanjutnya, Mupas merumuskan atau membahasakan secara baru prioritas program atau hal-hal strategis yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bersama Arah Dasar pada tiap bidang pastoral.
Meski demikian, usulan-usulan hasil Pramupas Jenjang Ketiga beserta alasan-alasannya tetap perlu diindahkan. Maksud dan semangatnya juga perlu diperhatikan, karena diandaikan usulan-usulan Pramupas Jenjang Ketiga berangkat dari situasi dan kebutuhan umat dilihat dari posisi lebih dekat.
Alasan pemilihan prioritas program sendiri perlu dinyatakan dengan jelas, agar keterkaitan antara prioritas program untuk bidang tertentu dan cita-cita bersama dapat sungguh terlihat. Dengan adanya alasan jelas, semangat yang ingin diusung melalui prioritas program dapat dimengerti bersama.
Prioritas-prioritas program yang nantinya ditentukan akan berlaku untuk seluruh keuskupan dalam jangka waktu cukup panjang. Diharapkan tetap ada ruang bagi setiap unsur Gereja Persekutuan untuk mencari bentuk-bentuk penerapannya sesuai dengan fungsi dan situasi masing-masing.
Hendaknya juga ditentukan prioritas program yang sungguh akurat, strategis dan mendasar bagi terwujudnya cita-cita bersama, dengan rumusan yang bisa dimengerti umat, khususnya para pelaksana pastoral. Karena itu dibuat batasan 2 (dua) buah prioritas program untuk setiap bidang pastoral.
Untuk menyusun prioritas program dalam 15 (lima belas) bidang, digunakan mekanisme diskusi kelompok dilanjutkan pleno. Mengingat bahwa peserta Mupas berjumlah sekitar 110 (seratus sepuluh) orang, maka anggota tiap kelompok/bidang berkisar antara 7-8 (tujuh-delapan) orang.
b. Mengawal keutuhan gagasan Mupas
Adanya jalinan keterkaitan antargagasan pada Tabel maupun pada proses perumusan prioritas program menunjukkan bahwa dinamika dan kepentingan Mupas amat ditentukan oleh dinamika dan hasil Pramupas. Agar Mupas tidak jatuh dalam kerumitan tak perlu dan agar hasilnya sesuai dengan harapan, dibutuhkan “pengawalan” terhadap seluruh proses Pramupas sampai Mupas.
Fungsi pengawalan ini merupakan tanggung jawab bersama Dewan Pastoral Keuskupan sebagai kelompok inti yang lebih mendalami aspek-aspek Mupas. Selanjutnya fungsi ini juga terdistribusi dalam kelompok inti di jalur-jalur kevikepan dan koordinasi kategoral.
Fungsi ini dimantapkan dengan kriteria kepesertaan, bahwa peserta Mupas harus mengikuti Pramupas mulai Jenjang Pertama, (2) dan (3). Para imam di paroki atau pendamping kategorial serta katekis, meskipun tidak menjadi anggota komunitas kecil umat, diharuskan untuk mengikuti semua jenjang ini, meskipun pada Jenjang Pertama tidak menjadi peserta aktif.
III. NILAI-HIDUP, PRINSIP ATAU SEMANGAT MOTIVASIONAL
A. Pengertian dan maksud
“Nilai-hidup, prinsip atau semangat motivasional” adalah nilai, prinsip atau semangat hidup yang terdapat dalam batin manusia, sebagai potensi-potensi manusiawi dan ilahi dalam aneka dimensi, yang dapat dijadikan daya dorong atau motivasi bersama dalam merealisasi program-program.
Dengan mengidentifikasi atau merumuskannya, kita mengetahui pijakan-pijakan nilai, semangat atau prinsip yang dapat dihayati oleh seluruh umat agar “sehati seperasaan” dalam suka duka mewujudkan cita-cita bersama hidup menggereja sebagai satu Gereja Persekutuan.
Jika nilai-hidup, prinsip atau semangat ini didengungkan dan dijadikan pijakan dan motivasi oleh umat dan pelaksana program, maka pelaksanaan program akan berjalan lebih baik. Adanya nilai-hidup, prinsip atau semangat motivasional ini juga membantu umat dan aktivis Gereja melihat kekayaan hidup yang terkandung dalam setiap hal strategis yang diusulkan oleh Mupas menjadi prioritas program.
Dalam jangka panjang, setiap kali prioritas program dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan konkret, berlangsung internalisasi atau pembatinan nilai. Meskipun program-program berlalu, jejak-jejak dan maknanya tergores lestari dalam batin umat dan pelaksana program, dalam bentuk nilai-nilai itu.
B. Proses perumusan
Identifikasi atau perumusan nilai-hidup, prinsip atau semangat motivasional dilakukan dengan mengacu pada prioritas program dan alasannya. Selain itu, perumusan tetap perlu memperhatikan kekhasan bidang pastoral di mana prioritas program terdapat, dan dalam semangat hidup menggereja sebagaimana diimpikan dalam kalimat cita-cita bersama.
Untuk setiap prioritas program, kelompok yang sama pada (2.h) mengusulkan 1 (satu) saja nilai-hidup, prinsip atau semangat yang selayaknya diusung atau dihayati agar prioritas program terwujud secara optimal atau sebaik-baiknya. Di sini, dibutuhkan kreativitas dan kecermatan kelompok dalam menggali potensi-potensi nilai di balik tiap prioritas program, agar pilihan nilai selaras dengan bidang pastoral dan kalimat cita-cita, masuk akal serta berkekuatan.
Untuk mendukung proses ini, perlu disediakan instrumen bacaan yang menginspirasi munculnya pilihan-pilihan nilai-hidup, prinsip atau semangat dalam berbagai kategorinya. Dapat ditunjukkan contoh-contoh nilai dengan model kategori fisik-biologis, personal-individual, sosial, spiritual, fungsional, dan sebagainya. Bisa juga model kategori atau pengelompokan nilai berdasar Pancatugas Gereja, seperti persekutuan, peribadatan, pelayanan, pewartaan dan kemartiran; atau nilai-nilai khas tertentu yang secara khusus sudah terkandung dalam bidang pastoralnya.
IV. PERUMUSAN FINAL ARAH DASAR
Seluruh hasil Mupas, yaitu kalimat cita-cita bersama, prioritas-prioritas program dalam 15 (lima belas) bidang pastoral dan nilai-hidup motivasional, masing-masing dengan alasan atau penjelasannya, membutuhkan peredaksian yang mengemas seluruhnya ke dalam 1 (satu) alur bahasa.
Tugas peredaksian jauh lebih mudah dilakukan jika setiap peran dalam Mupas berfungsi baik. Dengan demikian, redaksi tidak dibebani lagi dengan aneka konsep atau gagasan yang kabur atau belum selesai, dapat berkonsentrasi pada pembahasaan, dan jika perlu pada penyederhanaan hasil Mupas.
Karena itu setiap peserta Mupas perlu mengetahui dengan baik semua bahan bacaan maupun usulan-usulan yang akan diolah dalam Mupas. Juga tahap-tahap pelaksanaan Mupas dan maksud setiap tahap perlu diketahui sebelum Mupas dilaksanakan, agar kualitas hasil Mupas dapat diandalkan.
------
Demikian, terima kasih.
Surabaya, 19 April 2009,
Rm. P.C. Edi Laksito
Vikjen.