logo

Paroki Kristus Raja

smk

Jalan Residen Sudirman No. 3

Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya 60136

: [email protected]

: (031) 5032532

: @komsos_kr

: ---

: komsos kristus raja

: www.kristusrajasurabaya.org

 

 

Sejarah

I. Selintas Kelahiran Paroki Kristus Raja

Paroki Ketabang yang lebih di kenal dengan nama Paroki Kristus Raja, berdiri pada tahun 1928.

Paroki Ketabang dibangun pada sebidang tanah di Derxstraat atau yang sekarang Jl. Residen Sudirman. Sebagai permulaan disana dibangun gedung sekolah. Romo Perintis yang pertama paroki ini adalah Romo G.J.ter Veer CM. yang sejak tahun 1928 berada di Paroki Kepanjen, Surabaya. Mengenai segala tata usaha paroki Ketabang ini masih masuk dalam pembukuan paroki Kepanjen.

Pada waktu itu di kanan kiri Derxstraat masih merupakan padang luas yang masih kosong. Pada tanggal 1 April 1928 Mgr. Dr. Th. de Backere CM. meletakkan batu pertama untuk pembangunan gedung sekolah di paroki Ketabang.

...

Pembangunan gedung sekolah tersebut dapat cepat selesai, pada akhir Juli 1929, sekolah tersebut diberkati oleh Mgr.Dr. Th. de Backere CM. Sekolah ini diberi nama “Santa Theresia”, kepala sekolahnya pada waktu itu adalah tuan F.L.J.M. Scheepens dengan dibantu oleh 6(enam) orang guru.

Dengan keputusan pemerintah pada tanggal 8 Febuary 1930 dan berlaku mulai tanggal 1 Juli 1930, sekolah “St.Melania”, tidak mau ketinggalan mereka membangun sekolah juga disudut Derxstraat dan Mulolaan atau sekarang Jl.Residen Sudirman dengan Jl. Teratai. Gedung sekolah tersebut selesai dan diberkati oleh Mgr.Dr.Th.de Backere CM pada tanggal 29 Juni 1930.

Disamping itu Yayasan St.Melania juga membangun sebuah poliklinik di jalan Tambaksari, Surabaya. Tidak pada waktu sekarang saja, tetapi pada waktu itu paroki Ketabang pernah juga menjadi pusat kegiatan umat Katolik seluruh Surabaya. Paroki Ketabang yang baru ini terus berkembang. Pada bulan Desember 1930, umat paroki Ketabang sudah dapat merayakan pesta Natal yang pertama kali di parokinya sendiri. Akan tetapi oleh karena tidak mungkin dapat menampung mereka semua, maka upacara Misa Kudus pada malam Natal diadakan di HBS yang sekarang di Jl. Wijayakusuma, Surabaya. Dengan kejadian dan perkembangan ini, kita dapat melihat perkembangan jumlah umat yang bertambah di paroki Ketabang ini.

Oleh karena sekolah St. Theresia dibanjiri terus oleh murid, maka disamping sekolah St. Melania dibangun sebuah sekolah lagi.

Disamping menjadi Romo Paroki Ketabang Rm G.J. ter Veer CM. menjabat juga sebagai direktur yang pertama dari lembaga tanah Panti Asuhan “Don Bosco”, Surabaya. Lambat laun gedung pastoran mulai dibangun sekolah St.Yohanes Gabriel. Pembangunan diselesaikan

pada bulan February 1933, dan sebagai pastor kepala paroki ialah romo Dr. J.C. Haest CM. dibantu oleh romo G.J.J. van Ravesteijn CM.

Dari Kepanjen Mgr.Dr.Th.de Backere CM. merangkap menjadi Sekretaris Prefektur Apostolik. Dalam karya misinya Mgr.Dr.Th.de Backere CM. mendapat bantuan dari seorang pedagang mobil yaitu tuan Bouman.

Tuan Bouman ini kemudian atas jasanya oleh Sri Paus diangkat sebagai sebagai Ridder atau Bouman. Tuan Bouman ini kemudian atas jasnya oleh Sri Paus diangkat sebagai Ridder atau Ksatria dari Ordo Santo Silvester.

Antara bulan Agustus 1934 sampai February 1937, di Ketabang ada seorang romo yaitu romo G.S.van Bakel CM. Atas inisiatifnya, didirikan perkumpulan kepanduan untuk muda-mudi paroki Ketabang yang diberi nama Santo Yoris. Karena Mgr.Dr.Th.de Backere CM. dan prefect Apostolik Surabaya berada di Ketabang, maka timbul pemikiran untuk membangun sebuah gereja katedral dengan dua menara dan dapat menampung sekitar 700-800 orang, rencananya Ketabang akan dijadikan tempat kediaman Uskup Surabaya. Tetapi sayang, rencana tersebut sejak tahun 1936 tidak disinggung lagi. Pada pertengahan tahun 1937, Mgr.Dr.Th.de Backere CM. pulang ke Belanda karena sakit. Beliau diganti oleh Mgr. Dr.M.Verhoeks CM. Sejak tahun 1938, sekolah Santa Theresia menjadi gereja tetap paroki Kristus Raja atau Ketabang dan disebut gereja darurat Santa Theresia. Mulai tahun 1940, gereja darurat Santa Theresia ini menjadi gereja darurat Kristus Raja dan diperlebar sedikit.

Antara tahun 1939-1940 di Ketabang ditempatkan romo Drs.J.A.M.Klooster CM. dengan tugas khusus untuk umat orang-orang Indonesia. Tugas ini kemudian digantikan oleh romo E. van Mensvoort CM. yang berada pertama kali dalam tahun 1940-1948, sedangkan buku-buku perdamaian orang-orang Indonesia masih di paroki Kelahiran Santa Perawan Maria atau Kepanjen, Surabaya.

Sejak 16 Oktober 1941 Vatikan memutuskan menetapkan Prefektur Surabaya menjadi Vikarat. Maka pada tanggal 8 Mei 1942 Mgr. Dr. M.Verhoeks CM. dilantik sebagai Vikaris Apostolik di gereja Kepanjen oleh Mgr. A.Soegijopranoto,SJ.

 

II. Perang Dunia Kedua Pecah

Pada permulaan bulan Maret 1942, tentara Jepang menduduki Pulau Jawa termasuk Surabaya. Mereka mengancam dengan ancaman pemboman-pemboman dari pesawat diatas kota Surabaya. Sejak itu gereja darurat Kristus Raja menjadi sepi, karena umatnya sebagian besar adalah warga Belanda.

Sekolah Santa Theresia diduduki Jepang dan digunakan untuk gudang, bahkan gereja mereka gunakan untuk pos penjagaan dan hampir saja pastoran juga diambil alih oleh Jepang. Pada waktu romo E. van Mensvoort CM. masih berada di Ketabang, seorang opsir Jepang datang untuk menyita pastoran. Opsir tersebut bertemu dengan romo E. van Mensvoort CM. tetapi ternyata opsir tersebut adalah bekas teman romo E. van Mensvoort CM. di Blitar. Akhirnya pastoran Ketabang terhindar dari penyitaan.

Waktu Ketabang kehilangan gerejanya, Misa Kudus dipersembahkan didalam pastoran. Semula, para rohaniawan, biarawan dan biarawati tidak diganggu, akan tetapi lambat laun

seorang demi seorang, semua yang berkebangsaan Belanda, mereka internir/tawan termasuk Mgr. Dr. M.Verhoeks CM.

Pada bulan September 1943, semua ditawan, romo-romo dari Ketabang dibawa ke penjara di Bubutan, Surabaya. Pada bulan February, semua romo beserta tawanan yang lain dibawa ke Bandung dengan kereta api yang tertutup.

 

III. Pastoran Kosong

Pastoran Ketabang pada waktu itu sempat kosong, kebetulan di Kepanjen ada suster-suster Ursulin yang berjumlah delapan orang. Dengan dipimpin oleh Moeder Thadea mereka mengisi kekosongan pastoran Ketabang sampai romo-romo kembali, dari tawanan.

Meskipun romo Belanda tidak ada di Surabaya, tetapi ada beberapa dari Jawa Tengah antara lain: romo P.C.L. Dwidjosoesanto Pr. Beliau-beliau ini semua dari Jawa tengah dan merekalah yang melayani umat Katolik di semua gereja di Surabaya pada waktu itu. Antara tahun 1945- 1946, romo J.H.C. Padmosapoetro Pr. pernah tinggal di pastoran Ketabang dengan dibantu oleh Fr.Linus.

IV. Pendudukan Belanda

Jepang kalah perang. Lambat laun para romo dan para rohaniwan serta rohaniwati lainnya kembali dari interniran. Pada bulan September 1945, romo Dr.J.C.Haest CM. dan romo E.van Mensvoort CM. kembali ke Ketabang, Surabaya.

Mgr. Dr. M.Verhoeks CM. selanjutnya menetap di Darmo, sedangkan para suster Ursulin kembali ke tempatnya sendiri. Antara tahun 1948-1949 ada beberapa Frater dari Kepanjen yang menjadi penghuni pastoran Ketabang. Pada waktu itu Kepala Paroki adalah romo W. van Den Brand CM. Umat Katolik semakin bertambah banyak dan dirasakan bahwa gereja darurat Kristus Raja sudah terlalu kecil dan perlu di perluas. Maka diperluaslah gereja darurat tersebut dengan ruangan memanjang, meskipun sebelumnya pada waktu romo Dr.J.C.Haest CM. pernah diperluas sedikit.

Dengan bertambahnya umat, maka bertambah pulalah kegiatan sosial mereka. Kira-kira bulan Oktober 1948 timbul sesuatu gagasan untuk membangun sebuah bangsal. Kemudian ditemukan gagasan untuk memindahkan bangsal kepanduan Santo Yoris yang sudah tidak dipakai lagi dari Karanggayam ke Mulolaan. Promotor pembangunan ini adalah romo H.J.G. Veel CM. Rencana pembangunan dan biaya dapat disetujui oleh Mgr. Dr. M.Verhoeks CM. dan bangsal tersebut dapat diselesaikan pada Januari 1949. Sejak dimilikinya gedung balai tersebut, kegiatan umat Katolik dalam bidang sosial dan rekreasi makin lebih giat dan terorganisir, sehingga lahirlah “Katholieke Ketabang” yang kemudian menjelma menjadi “Ikatan Umat Katolik Ketabang”. Pengurus pertama dari I.U.K ini diketahui oleh Claudemans dan wakilnya ialah Brotodihardjo. Penasehat Pelindung adalah romo M. Dijkstra CM. yaitu Kepala Paroki Ketabang pada waktu itu.

Disamping itu sejak tahun 1949, lahirlah pula sebuah perkumpulan Tionghoa Katolik yaitu “Chung Hua Thien Chui Hui” yang aktifitasnya meliputi semua bidang kerohanian dan sosial. Aktifitas perkumpulan ini mencakup seluruh umat Tionghoa Katolik di seluruh Surabaya.

 

V. Sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia

Sejak Juni1946 Mgr. Dr. M.Verhoeks CM. pindah ke Kepanjen dan kemudian pada bulan Mei 1947 pindah ke Darmo, Surabaya. Beliau wafat pada tanggal 8 Mei 1952 dan digantikan oleh Mgr. Drs.J.A.M.Klooster CM. Sedangkan romo M. Dijkstra CM. menjabat romo Paroki Ketabang, hingga tahun 1958.

Umat Paroki Kristus Raja makin bertambah terus, gereja darurat sudah tidak dapat menampung lagi. Maka pada tahun itu ada pemikiran dan usaha yang pernah ada, oleh romo

  1. Dijkstra CM. dihidupkan kembali, ialah membangun sebuah gereja. Pembangunan gereja baru dapat diselesaikan dengan baik atas inisiatif dan bimbingan romo M. Dijkstra CM. dan pada tahun 1957 gereja baru tersebut diberkati dan diresmikan oleh Mgr.Drs.J.A.M. Klooster CM. Perkembangan warga paroki kristus Raja diikuti oleh perkembangan dalam kehidupan kerohanian.

Pada tanggal 20 Agustus 1949, berdirilah sebuah Maria Congregative voor de Hollandsch sprekenae Chinese Jongens dengan nama-nama pelindung : Santa Maria Pelindung Kekal dan Santo Franciscus Xaverius.

Pada tanggal 20 Desember, lahirlah M.V. voor Dames dengan nama-nama pelindung : Santa Maria yang diangkat ke surga dan Santa Elizabeth dari Thuringend an M.C. voor meisjes dengan nama pelindung yang sama Maria Goretti. Setelah itu muncul perkumpulan- perkumpulan sosial seperti Muda Katolik Indonesia, yang kemudian menjadi Pemuda Katolik, Serikat Santo Vincentius (SSV), Santo Benoit Labre dan lain sebagainya. Mereka aktif dalam pertemuan-pertemuan, mengadakan kunjungan-kunjungan keluarga, orang sakit, mengajar agama, mengadakan rekoleksi dan sebagainya. Semua ini menggambarkan kegiatan Paroki Kristus Raja pada waktu itu.

Kegiatan-kegiatan warga Paroki Kristus Raja makin meningkat ; pada tahun 1952 Yayasan Santo Yoseph membuka sebuah sekolah Menengah Pertama Puteri “Santa Agnes” di kompleks SGKP Mater Amabilis, sedangkan untuk Putra dibuka pada tahun 1958 yang diberi nama Santa Stanislaus. Menyusul pada tahun 1961 sebuah SMA putri Santa Agnes dibuka dan menempati gedungnya yang baru pada tahun 1964. Sebagai penghubung umat, sejak tahun 1964 diedarkan sebuah Berita Paroki yang diterbitkan sebulan sekali.

Sejak Agustus 1967, pada hari-hari Minggu dimuka gereja dibuka sebuah information desk, yang kemudian pada tahun 1969 diganti dengan sebuah kios penerangan. Kegiatan-kegiatan Paroki Kristus Raja yang besar meliputi seluruh kota Surabaya, yang pernah diusahakan oleh Paroki Kristus Raja ialah kursus Perkawinan yang disponsori oleh keluarga Grail pada tahun 1964, pekan olah raga antar paroki Surabaya yang pertama pada tahun 1965, prosesi Sakramen Maha Kudus untuk memperingati 10 tahun berdirinya Kristus Raja pada tahun 1967. Usaha yang terakhir yang menjadi kebanggaan umat Paroki Kristus Raja, baik pimpinannya maupun warganya ialah pendirian Gedung Kristus Raja.

Gedung tersebut dimaksudkan untuk gedung serbaguna, baik untuk olah raga maupun untuk pertemuan-pertemuan. Pembangunannya dimulai pada tahun 1964 dan setelah mengalami berbagai kesukaran dapatlah diselesaikan dengan baik. Gedung tersebut diberkati oleh Mgr. Drs. J.A.M. Klooster CM. dan diresmikan pada tanggal 21 Juli 1968.

Namun perkembangan umat tidak berhenti tetapi tetap maju dan semakin berkembang. Dikawasan Timur kota Surabaya di tepi pantai Kenjeran pada tahun 1962 mulai dikembangkan komplek perumahan Angkatan Laut pada daerah rawa atau sawah dan diantara para penghuninya ternyata ada juga yang beragama Katolik. Semula pemeliharaan iman mereka menjadi tanggung jawab Pastor Militer Angkatan Laut. Lama kelamaan diserahkan kepada Paroki Kritus Raja. Mulailah kelompok kecil ini berkembang dan membutuhkan tentu saja tempat ibadah.

Pola perkembangan tetap sama, mula-mula ada misa di keluarga sebulan sekali, lalu pinjam tempat di fasilitas sekolah Angkatan Laut dan akhirnya berupaya membangun Gereja sendiri. Baru pada tahun 1983 resmi menjadi Gereja dan kemudian diberkati oleh Mgr. A.J. Dibjokarjono tepatnya tanggal 28 Agustus 1983. Sekaligus menjadi stasi Santo Marinus Yohanes.

Keadaan semakin tidak memadai, terpaksa ditambah sewa tenda setiap Minggu bahkan membuat tenda sendiri, bukan untuk bazaar tetapi untuk menampung umat. Sebagian besar umat bila mengikuti perayaan Ekaristi sudah tidak bisa melihat apa-apa.

Pada tahun 1986 umat bertekad membangun Gereja baru dan Gereja yang baru telah terealisir pada tahun 1990. Sebuah Gereja yang besar dengan daya tampung lebih besar dari Gereja Paroki sendiri.

Gereja baru di Timur yang merupakan anak dari Paroki diberkati oleh Mgr. A.J. Dibjokarjono pada tanggal 31 Maret 1990. Dan di Gereja baru ini mencatat sejarah, dimana merupakan keistimewaan, karena di Gereja stasi ini pada bulan Juli 1990 tepatnya tanggal 12 Juli 1990 dipakai sebagai tempat pentahbisan 3 Imam baru. Baru pertama kali terjadi pentahbisan Imam dilaksanakan disebuah Gereja stasi.

Dibagian lain dari kota Surabaya Timur, tepatnya didaerah Pogot, yang semula pelayanan Gerajani diberikan oleh Paroki Kepanjen, pada tahun 1980 dialihkan menjadi bagian dari Paroki Kristus Raja. Pada saat pengalihan ini juga sedang dibangun sebuah Gereja baru. Gereja ini diberkati pada tanggal 25 Januari 1981 oleh Mgr. Drs. J.A.M. Klooster CM. Sekaligus diresmikan menjadi stasi Ratu Pecinta Damai. Dengan demikian Paroki Kristus Raja mempunyai 2 wilayah yang berstatus stasi dengan Gereja yang cukup besar.

Daftar romo-romo yang pernah berkarya:

 

Banyak imam yang telah melayani Paroki Kristus Raja, di bawah ini daftar nama Imam yang melayani paroki Kristus Raja :

  • 1 Mgr.Th. de Backere CM.
  • 2 Romo G. ter Veer CM.
  • 3 Romo Dr.J.C. Haest CM.
  • 4 Romo G. van Ravensteyn CM.
  • 5 Romo F. Peterse CM.
  • 6 Romo G. van Bakel CM.
  • 7 Romo Joh. J. Schilder CM.
  • 8 Romo L. Nyssen CM.
  • 9 Romo C. Schoemakers CM.
  • 10 Mgr. M. Verhoeks CM.
  • 11 Rm. Drs.J.A.M.Klooster CM
  • 12 Romo G. Boonekamp CM.
  • 13 Romo M.J. Dijkstra CM.
  • 14 Romo E.A.F.J. van Mensvoort CM.
  • 15 Romo P.C.L. Dwidjosoesanto Pr.
  • 16 Romo J.O.H. Padmosepoetra Pr.
  • 17 Romo Danoewidjojo Pr.
  • 18 Romo H.J. van Megen CM.
  • 19 Romo H.J.G. veel CM.
  • 20 Romo J. Wolters CM.
  • 21 Romo J. Holtus CM.
  • 22 Romo H. Niessen CM.
  • 23 Romo H.J.Schoosz CM.
  • 24 Romo H.J. Passchier CM.
  • 25 Romo J.M.A. Bartels CM.
  • 26 Romo M. van Driel CM.
  • 27 Romo B.J.W. Slutter CM.
  • 28 Romo H.V. Windrich Pr.
  • 29 Romo J. Sastropranoto CM.
  • 30 Romo J.D. Resjanto CM.
  • 31 Romo G.A. van Rijnoever CM.
  • 32 Romo Prof. DR. J.V.S. Tondowidjojo CM.
  • 33 Romo P. Boonekamp CM.
  • 34 Romo H. Hario Subianto CM.
  • 35 Romo B. Martokoesoemo CM.
  • 36 Romo Ch. Katidjanarso CM.
  • 37 Romo Alfons Simatupang OFM Cap.
  • 38 Romo L.Karsiyanto CM.
  • 39 Romo Anton de Brito CM.
  • 40 Romo L. Agus Sudaryanto CM.
  • 41 Romo M. Edi Prasetya CM.
  • 42 Romo Priyo CM.
  • 43 Romo Louis Pandu CM.
  • 44 Romo S. Soenaryo CM.
  • 45 Romo Th. Tandyasukmana CM.
  • 46 Romo Vincentius Yustinus CM.
  • 47 Romo Silvano Ponticelli CM.
  • 48 Romo Alexius Dwi Widiatna CM.
  • 49 Romo Yuni Wimarta CM.
  • 50 Romo Benedictus Basuki Adi Rijanto CM.
  • 51 Romo Antonius Gigih Julianto CM.
  • 52 Romo Yohanes Agus Setyono CM.
  • 53 Romo Julius Haryanto CM.
  • 54 Romo Lorentius Iswandir CM.
  • 55 Romo Ign. Priyambodo Widhi Santoso CM.
  • 56 Romo Vinsensius Fererius Mariyanto CM.
  • 57 Romo Antonius Sad Budianto CM.
  • 58 Romo Petrus Kukuh Dono Budomo CM.
  • 59 Romo Paulus Jauhari Atmoko CM.
  • 60 Romo Eligius Rahmat CM.
  • 61 Romo Gregorius Kukuh Nugroho CM.
  • 62 Romo Emmanuel Tetra Vici Anantha CM.
  • 63 Romo Ignatius Suparno CM.
  • 64 Romo Johannes Widajaka Pranata CM.
  • 65 Romo Yohanes Kukuh Cahyawicaksana CM
  • 66 Romo Agustinus Dodik Ristanto CM.
  • 67 Romo Habel Melki Makarius CM.
  • 68 Romo M.M. Hardo Iswanto CM.

Profil

KR-1

Gereja Kristus Raja Surabaya

KR-2

Goa Maria - Kristus Raja Surabaya

KR-3

Goa Maria - Kristus Raja Surabaya

KR-4

Balai Paroki -Kristus Raja Surabaya

Jadwal Misa - Paroki

MISA WAKTU
Senin-Jumat (harian) 18.00
Sabtu 05.30
Sabtu 18.00
Minggu 06.00 | 09.00 | 18.00